Senin, 31 Desember 2018

[Cerbung] Portal Triangulum #10-1









Sebelumnya



* * *



Sepuluh


Salindri dan Moses saling berpandangan ketika menemukan sebuah pesawat kecil terparkir secara terpencil di tengah sebuah gerumbul pohon. Keduanya sedang ikut meninjau pesawat-pesawat yang ditinggalkan Asubasita dan pasukannya. Dan, keduanya sama-sama mengenali pesawat itu, yang memang modelnya sama sekali lain dengan milik Asubasita dan pasukannya.

“Sverlin!” gumam keduanya bersamaan.

Salindri segera menyelaraskan frekuensi pikirannya dengan sekitar sembari menyentuhkan tangan kanannya pada badan pesawat kecil itu. Tapi ia tak menemukan ada tanda-tanda kehadiran Sverlin di kawasan itu. Bahkan ketika ia memperluas jangkauan pikirannya hingga ke seluruh Gerose. Hanya saja, pada satu detik, pikirannya menangkap sesuatu. Salindri memejamkan mata.

Sverlin melongokkan kepalanya dari balik pohon. Hamburan debu berwarna ungu itu masih juga bergulung, bahkan makin banyak yang menjalar ke arahnya. Ia, yang sama sekali tak menyadari adanya ancaman bahaya yang begitu besar, masih berdiam di tempatnya berdiri. Hingga ada satu rasa yang kemudian menyerang kepalanya. Pusing tak terhingga. Membuat kesadarannya pun menguap.

Salindri menggelengkan kepala sambil kembali membuka mata. Ditatapnya Moses.

“Kamu aman,” ucapnya. “Sverlin sudah lewat.”

“Maksud Ibu?” Moses mengerutkan kening.

Secara singkat, Salindri pun menuturkan apa yang sudah berhasil dilihatnya dengan mata batin. Bahwa Sverlin, didorong oleh rasa ingin tahunya, mengikuti pasukan Asubasita. Ia terkena efek jamur Lendiris lilac dan ikut dilenyapkan. Sama persis nasibnya dengan Asubasita dan seluruh pasukannya.

Moses mendegut ludah. Sama sekali tak pernah membayangkan bahwa nasib Sverlin hanya sesepele itu akhirnya.

“Ayo, kita kembali,” ajak Salindri.

Keduanya pun melangkah meninggalkan area gerumbul pohon itu, dan kembali ke tim peninjau. Ketika berjumpa dengan Ratu Amarilya, Astrodi, Gematri, dan Xavier, Salindri pun secara ringkas bercerita tentang apa yang sudah ia dan Moses temukan, dan nasib malang Sverlin.

“Wah, tampaknya saya harus betul-betul mengatur kembali keamanan portal-portal Gerose yang berhubungan dengan semesta luar,” gumam Xavier.

“Sebaiknya begitu,” angguk Salindri. “Kalau Anda butuh bantuan, bisa saya panggilkan Aldebaran ke sini. Ia ahli keamanan terbaik yang kami miliki.”

“Terima kasih, Yang Mulia,” Xavier mengatupkan kedua telapak tangan di depan dada. “Saya rasa, saya memang memerlukannya. Tinggal meminta izin dari Yang Mulia Astrodi untuk membuka akses kedatangan orang yang Anda rekomendasikan.”

“Kalau soal itu, pasti kuberikan izin untuk membuka akses selebar-lebarnya, Xavier,” sahut Astrodi. “Demi keamanan dan kedamaian Gerose dan semesta.”

Beberapa saat kemudian, rombongan itu kembali ke ruang pertemuan utama planet Gerose. Setelah misi mereka menghancurkan Asubasita dan pasukannya berhasil dengan gemilang, giliran berikutnya adalah mematangkan rencana untuk memusnahkan sisa kaum Maleus pemberontak yang masih tersebar di seluruh semesta.

* * *

Perlu waktu dua hari untuk memperoleh kristal khusus penyimpan spesimen dari planet Basikova. Pun, perlu waktu dua hari pula bagi tim yang dikirim oleh Ratu Amarilya untuk kembali lagi ke Gerose dengan membawa spesimen jamur Lendiris lilac. Tim kesehatan dibantu dengan tim keamanan planet segera mensterilkan tim dari Catana yang baru kembali dari galaksi Jantilisnanet.

Xavier pun sibuk mematangkan rencana untuk memancing seluruh sisa kaum Maleus pemberontak agar datang ke Pengzan, sebuah planet tak berpenghuni yang ada di tepi galaksi Triangulum. Untuk itu, ia harus menyiapkan jalur aman agar pasukan Ratu Amarilya dan pasukan bantuan dari Gerose bisa mendarat di Pengzan, untuk kemudian kembali lagi ke Gerose setelah semua urusan selesai.

Kemarin, dengan dibantu Salindri, Xavier sudah berhasil menyelaraskan gelombang radio komunikasi yang ada di pesawat Asubasita dengan pesawat-pesawat kaum Maleus yang masih tersebar di semesta. Ia kemudian menyelaraskannya pula dengan saluran komunikasi yang khusus dibukanya dari ruang kendali keamanan.

Salindri sudah berhasil ‘menyerap’ sedikit tentang kebiasaan dan ciri khas Asubasita dari sisa-sisa frekuensi Asubasita yang masih tertinggal di dalam pesawatnya. Ketika dicobanya untuk berbicara ala Asubasita di depan Ratu Amarilya, ratu muda yang memang mengenal Asubasita itu pun segera mengacungkan jempolnya.

“Sudah mirip, Ibu Salindri,” ucap Ratu Amarilya dengan wajah puas.

Selanjutnya, hanya tinggal betul-betul mematangkan rencana pemusnahan, menunggu siapnya ‘bom’ Lendiri lilac, dan selesainya instalasi nitrogen agar misi mereka berhasil tanpa cela sedikit pun.

* * *


Ilustrasi : www.pixabay.com (dengan modifikasi)