Jumat, 25 November 2016

[Fantasy] Empat Purnama Di Atas Catana








“Aku harus menyembunyikanmu,” ucap Laarsen tegas.

Franceo terdiam.

“Mora makin tak terkendali, dan aku harus menyembunyikanmu,” tegas Laarsen sekali lagi. “Ini perintah Raja, Franceo. Hingga detik ini aku masih rajamu, hingga nanti kau menggantikanku.”

Kamis, 03 November 2016

[Cerpen] Chiara-Ben








“Lagi-lagi bekalnya cuma dimakan sedikit, Pak.”

Aswin hanya bisa menghela napas panjang mendengar laporan itu. Ditatapnya Nandari dengan putus asa.

“Ada anak lain yang bekalnya kurang, jadi saya berikan padanya dengan seijin Chiara (baca : Ki-a-ra)," lanjut Nandari.

Senin, 31 Oktober 2016

[Cerpen] Backstreet








Mak’e dan Pak’e adalah pasangan paling tidak romantis yang pernah kutemui. Setiap hari selalu ada saja kejadian yang diributkan keduanya. Dari yang terkesan sepele macam kopi kurang manis, sampai masalah besar seperti kasbon terpaksa di warung tetangga. Kadang-kadang aku merasa geli. Kadang-kadang juga aku merasa gerah sendiri.

Jumat, 28 Oktober 2016

[Cerbung] Potpourri Di Sudut Hati #15-2










* * *


Ares melangkah dengan ringan keluar dari lift sore itu. Sebelum melangkah ke arah basement, ia mampir sejenak ke lobi gedung perkantoran itu. Sesuai perjanjian, Dira akan menunggunya di sana. Dan wajahnya jadi makin cerah ketika melihat gadis itu sudah duduk manis di salah satu sofa lobi. Ia tersenyum ketika Dira berdiri begitu melihatnya. Bergegas ia menghampiri gadis itu.

Kamis, 27 Oktober 2016

[Cerbung] Potpourri Di Sudut Hati #15-1










* * *


Lima Belas


Banyak proses harus dilalui. Banyak urusan yang harus diselesaikan. Butuh waktu hampir enam bulan bagi Mai dan Grandy untuk memantapkan hati dan bicara serius tentang sebuah pernikahan.

Selasa, 25 Oktober 2016

[Cerbung] Potpourri Di Sudut Hati #14-2










* * *


‘Bagaimana bisa?’ adalah kalimat tanya yang berkali-kali diucapkan Mai dalam hati sepanjang perayaan kedua ulang tahun Qiqi hari ini. Berkali-kali pula ia mengerjapkan mata. Sedikit takut bahwa apa yang ada di depan matanya hanyalah bayangan semu. Tapi tiap kali ia membuka mata kembali, ia mendapati bahwa semua itu nyata adanya. Juga tatapan dan senyum Grandy yang berkali-kali jatuh padanya.

Senin, 24 Oktober 2016

[Cerbung] Potpourri Di Sudut Hati #14-1










* * *


Empat Belas


Malam menghening. Makin larut. Grandy terpekur sambil duduk bersila di atas tempat tidur. Beberapa hari ini menjadi saat-saat yang sungguh melelahkan baginya. Kini ujung dari bimbangnya sudah benar-benar final. Sudah tidak ada yang bisa mengubahnya lagi.

Jumat, 21 Oktober 2016

[Cerbung] Potpourri Di Sudut Hati #13-2










* * *


Grandy menggunakan waktu yang kian sempit itu sebaik-baiknya untuk berada dekat dengan Qiqi. Pelan-pelan ia memberi pengertian pada Qiqi bahwa ia harus pergi menjelang akhir minggu berikutnya. Diantarnya Qiqi tiap pagi ke sekolah. Rasanya sungguh menyesakkan dada. Ia pun tak menutup mata dan mematikan rasa akan perubahan Qiqi. Gadis mungil itu jadi lebih pendiam. Tak lagi mau bernyanyi sepanjang perjalanan dari rumah ke sekolah.

Kamis, 20 Oktober 2016

[Cerbung] Potpourri Di Sudut Hati #13-1










* * *


Tiga Belas


Grandy menatap ke luar jendela pesawat dengan berbagai perasaan berkecamuk dalam dada. Sedikit aura kelabu yang memantul dari gumpalan-gumpalan awan yang ditembus badan pesawat tak pelak mempengaruhi juga suasana hatinya.
   

Selasa, 18 Oktober 2016

[Cerbung] Potpourri Di Sudut Hati #12-2










* * *


Ares mengembangkan senyum begitu pintu di depannya terbuka. Sosok yang membuka pintu itu melebarkan mata terlebih dulu sebelum membuka pintu lebih lebar lagi.

“Diaz! Ayo, masuk!” Mai, yang terlihat agak terkejut dengan kemunculan Ares yang tiba-tiba, membalas senyum Ares.

Senin, 17 Oktober 2016

[Cerbung] Potpourri Di Sudut Hati #12-1










* * *


Dua Belas


“Itu putri Mbak?”

Mai menoleh sekilas mendengar pertanyaan dari Maika. Perempuan itu berdiri tak jauh darinya. Menatap foto kanvas besar yang tergantung di dinding. Foto cantik Mai dan Qiqi.

“Ya,” Mai mengangguk, sambil tangannya tetap membuka kunci-kunci lemari kaca.

Sabtu, 15 Oktober 2016

[Cerbung] Potpourri Di Sudut Hati #11-3










* * *


“Saya sebagai ayahnya, minta maaf yang sebesar-besarnya atas kelakuan anak kami,” ucap Broto dengan suara bergetar. Di bawah tatapan dingin Rama, Hening, dan Mai. “Saya tahu, tak boleh berdalih dengan mengatakan tidak tahu karena Nirwan selama ini memang tak pernah mengatakan apa-apa. Ada tanggung jawab yang harus kami pikul juga, yang selama ini keluarga Bapak pikul sendirian. Katakan saja, kami siap menerima apa pun.”

Jumat, 14 Oktober 2016

[Cerbung] Potpourri Di Sudut Hati #11-2










* * *


Mau tak mau, suka tak suka, siap tak siap, Nirwan merasa ia memang harus pulang ke Surabaya. Untuk menjelaskan semuanya kepada keluarga. Cutinya berlaku hingga akhir minggu. Dan itu cuma tersisa tiga hari kerja. Penerbangan terakhir pada hari Rabu ke Surabaya masih bisa didapatnya.

Kamis, 13 Oktober 2016

[Cerbung] Potpourri Di Sudut Hati #11-1










* * *


Sebelas


Mai mengerutkan kening ketika bel pintu berbunyi pagi-pagi begini. Sebelum ia sempat membuka pintu kamar, didengarnya ada langkah kaki tergesa dari arah belakang ke depan rumah. Langkah kaki Yayah. Ia buru-buru menyelesaikan sisiran rambutnya yang masih basah. Sejenak kemudian, pintu kamarnya diketuk dari luar.

Selasa, 11 Oktober 2016

[Cerbung] Potpourri Di Sudut Hati #10-2








Sebelumnya  


* * *


Hujan masih setia merintik di luar sana. Pelan-pelan Grandy membuka jendela kamar, kemudian duduk di kursi depan meja tulisnya. Sengaja ia mematikan lampu kamar. Dalam diam dinikmatinya pendar-pendar tetes hujan yang membiaskan cahaya lampu taman. Dan tanpa sadar ia menghela napas panjang.

Senin, 10 Oktober 2016

[Cerbung] Potpourri Di Sudut Hati #10-1










* * *


Sepuluh


Laki-laki itu tak mengatakan apa-apa...

Ares membuka lebar-lebar pintu balkon apartemennya sore itu. Membiarkan angin membawa masuk suara gemercik rintik hujan beserta segala kesegarannya. Ares menarik kursi malasnya hingga berada tepat di depan pintu. Sambil menyesap segelas coklat hangatnya, ia duduk bersandar meluruskan kaki. Menatap lukisan alam yang terbingkai kusen pintu balkon.

Jumat, 30 September 2016

[Bukan Fiksi] Ijinkan Saya Males Mikir Sejenak





Seharusnya kemarin lanjutan cerbung sudah tayang tapi saya terpaksa mengundurkan jadwalnya. Prediksi saya, hari ini sudah bisa mengudara. Nyatanya? Saya angkat tangan. Mau saya paksa diri untuk menulis juga nggak bakalan beres.


Kamis, 29 September 2016

[Fiksi Horor dan Misteri] Lacrimosa








Aku termangu di sudut pekarangan luas itu, tempat rumahku berdiri. Waktuku tampaknya akan segera tiba. Aku harus pergi. Mungkin aku akan diusir secara paksa. Atau mungkin lebih bagus lagi bila aku bisa mengusir diriku sendiri. Tapi ke mana? Aku mencoba untuk melihat berkeliling. Ah, mungkin ke rumah mungil di seberang jalan itu.

Selasa, 27 September 2016

[Cerbung] Potpourri Di Sudut Hati #9-2










* * *


“Om Diaz itu baik, ya?”

Qiqi langsung menghentikan nyanyiannya. Ia menoleh sekilas ke arah Grandy yang tengah mengemudi di sebelah kanannya.

“Baik,” angguk Qiqi.

“Sayang sama Qiqi, nggak?”

Senin, 26 September 2016

[Cerbung] Potpourri Di Sudut Hati #9-1










* * *


Sembilan


Ares melirik jam digital di dashboard mobilnya. Masih pukul sembilan lewat sedikit. Sekilas ditolehnya Winda.

“Mas sudah telanjur cuti begini, enaknya kita ke mana, nih, Win?” celetuknya.

“Wah, aku sudah telanjur suruh Obet jemput di apartemen, Mas, jam sepuluh.”

“Memangnya Obet lagi nggak jalan ke mana, gitu?”

Sabtu, 24 September 2016

[Fiksi Horor dan Misteri] Regresi








“Jadi, bagaimana?”

Aku menatapnya. Sejenak masih diliputi keraguan. Tapi melihat tatapan mata teduhnya yang seolah mensugestiku untuk mengangguk, maka akhirnya aku pun menyetujuinya.

“Oke, Lyra.” Ia terenyum. “Kita pindah ke sana, ya?”

Jumat, 23 September 2016

[Cerbung] Potpourri Di Sudut Hati #8-2








Sebelumnya  



* * *


Keesokan harinya, pagi-pagi sekali Grandy sudah mengetuk pintu rumah Mai. Ia cukup lega melihat bahwa mobil Mai masih ada di carport. Dan wajah Mai yang menyembul dari balik pintu membuat senyumnya merekah. Mai terbengong sejenak.

“Selamat pagi...,” ucap Grandy dengan nada berirama.

Kamis, 22 September 2016

[Cerbung] Potpourri Di Sudut Hati #8-1








Sebelumnya



* * *


Delapan


Siapa laki-laki itu?

Nirwan menyipitkan mata. Sebenarnya ia ingin keluar dari dalam mobil untuk memenuhi hasrat keingintahuannya. Tapi... Dihembuskannya napas keras-keras. Semua memar di bagian kiri wajahnya menghalangi ia untuk mencari tahu. Ia masih cukup punya rasa malu.

Selasa, 20 September 2016

[Cerbung] Potpourri Di Sudut Hati #7-2










* * *


Perasaannya mengatakan bahwa ada yang tidak beres. Kedua satpam sekolah itu tampak ramah padanya, tapi juga terlihat sangat waspada. Memberinya sedikit perasaan tak nyaman. Ia melihat ke arah arlojinya. Pukul dua belas siang masih lama. Saat ini baru pukul sepuluhan.

“Mohon maaf, Pak,” satpam yang bernama Romi tiba-tiba menyeletuk. “Kalau boleh tahu, Bapak ini siapanya Qiqi, ya?”

Ada jeda sejenak sebelum ia menjawab dengan mantap, “Saya ayahnya.”

Senin, 19 September 2016

[Cerbung] Potpourri Di Sudut Hati #7-1










* * *


Tujuh


“Qi,” Mai menatap Qiqi dalam-dalam. “Nanti kalau sudah jam pulang, Qiqi ikut Bu Ridha ke ruang guru, ya? Qiqi tunggu jemputan di sana.”

Qiqi balik menatap. Dengan sorot mata bertanya. Mai mencoba untuk tersenyum.

“Sekarang sedang musim penculikan anak,” Mai berusaha menjelaskan. “Mama nggak mau kehilangan Qiqi. Paham?”

Jumat, 16 September 2016

[Cerbung] Potpourri Di Sudut Hati #6-2










* * *


Mereka berempat melangkah dengan santai di bawah siraman cahaya matahari Minggu menjelang siang, yang mengintip malu-malu dari balik gumpalan awan. Ares berjalan di depan, bersisian dengan Tyas. Menggendong sebuah boneka My Melody berukuran jumbo yang dibeli Tyas kemarin. Untuk Qiqi. Sedangkan Winda berjalan berdampingan dengan Gunadi di belakang.

Kamis, 15 September 2016

[Cerbung] Potpourri Di Sudut Hati #6-1









* * *


Enam


Perlu waktu selama beberapa menit untuk bisa menguasai diri. Mai berusaha mengatur napas agar rasa sesak itu menghilang dari dalam dada. Rasa sesak yang timbul dari kemarahan luar biasa yang masih juga menggunung. Tapi sejenak kemudian ia tercenung.

Kesalahan itu...

Selasa, 13 September 2016

[Cerbung] Potpourri Di Sudut Hati #5-2










* * *


“Kakek itu papanya Mama, ya, Ma?”

Tiba-tiba saja pertanyaan sederhana itu menyeruak ke dalam obrolan ringan mereka menjelang tidur. Mai tercenung sejenak sebelum membelai rambut Qiqi.

“Iya, kenapa?” sahut Mai, sabar.

“Mama punya papa. Kok, Qiqi enggak?”

Senin, 12 September 2016

[Cerbung] Potpourri Di Sudut Hati #5-1










* * *


Lima


Terlalu banyak yang harus diceritakan dan ditanyakan. Sehingga hanya suasana hening yang tercipta. Ares menatap Mai dengan dentuman-dentuman dahsyat sibuk bermain di dalam hati.

Rara-nya sudah banyak berubah. Bukan lagi gadis berumur 20 tahun yang terlihat polos dan ketakutan. Tatapannya kini jauh lebih tegar. Dewasa. Matang. Tampak siap menghadapi apa pun.

Jumat, 09 September 2016

[Cerbung] Potpourri Di Sudut Hati #4-2










* * *


Mai mulai mengangkat beberapa kardus berisi baju layak pakai dan boneka milik Qiqi, sekaligus memasukkannya ke dalam bagasi mobil, pagi itu. Dilihatnya Qiqi sudah cantik mengenakan celana jeans selutut, dipadu dengan blus putih berbunga oranye dan berdaun hijau. Gadis kecil itu duduk di lantai. Dengan satu tangan, ia memakaikan kaus kaki pendek di kedua belah kakinya. Gerakannya terlihat sangat terlatih dan cekatan. Terakhir, ia memasukkan kakinya ke dalam sepasang sepatu kets putih bersih dengan tutupan berperekat velcro. Selesai. Ia kemudian membuntuti Mai.

Kamis, 08 September 2016

[Cerbung] Potpourri Di Sudut Hati #4-1









* * *


Empat


Seandainya belum terlalu malam untuk bertamu, ingin rasanya Ares berlari menuju ke area pemukiman yang bertolak belakang dengan letak gedung apartemennya. Detik itu juga.

Ya, Tuhan...

Ares berguling dan menenggelamkan kepalanya pada bantal.

Selasa, 06 September 2016

[Cerbung] Potpourri Di Sudut Hati #3-2










* * *


Sudah hampir pukul sembilan malam ketika Winda mengetuk pintu apartemen abangnya. Hingga ketukan seri ketiga, tetap tak ada jawaban. Ia kemudian memutuskan untuk mengambil serenceng kunci dari dalam tasnya dan membuka sendiri pintu itu.

Pantesan...

Senin, 05 September 2016

[Cerbung] Potpourri Di Sudut Hati #3-1









* * *


Tiga


Hati Mai terasa meleleh ketika melihat betapa binar indah memenuhi mata Qiqi ketika pianonya datang. Rama benar-benar menepati janji dan membeli benda itu untuk cucu tercintanya. Ketika benda itu sudah berdiri dengan cantiknya di sudut ruang tengah rumah Rama dan Hening, segera saja mengalir denting-denting indah yang mewarnai udara siang itu. Mai dan Hening duduk berdampingan, menikmati pemandangan itu dengan hati berlainan isi.

Jumat, 02 September 2016

[Cerbung] Potpourri Di Sudut Hati #2-2










* * *


Yang bisa dilakukan hanyalah berusaha menghubungi online shop itu. NitNit Jewelry. Di sela istirahat makan siangnya, Winda menyempatkan diri langsung membuka situs NitNit. Di sana ada nomor customer service, selain semua info tentang akun media sosial yang dimiliki NitNit. Dengan mantap, dihubunginya salah satu nomor yang tertera. Setelah menunggu sesaat, ada tanggapan dari seberang sana.

Kamis, 01 September 2016

[Cerbung] Potpourri Di Sudut Hati #2-1







Sebelumnya  


* * *


Dua


Semua perbendaharaan kata di benak Winda seolah menguap begitu suara sang abang menghilang dari telinganya. Ada jeda sejenak. Digunakannya untuk mengatur napas.

“Win... Kamu masih di sana?”

Selasa, 30 Agustus 2016

[Cerbung] Potpourri Di Sudut Hati #1-2










* * *


Berkali-kali Mai sekilas melirik Qiqi yang duduk manis di jok sebelahnya sambil memangku sebuah boneka lebah lucu berukuran jumbo yang masih rapat terbungkus plastik bening. Bertambah lagi koleksi aneka boneka di kamar Qiqi. Dan ia lega sekali melihat keceriaan dalam wajah Qiqi.

Senin, 29 Agustus 2016

[Cerbung] Potpourri Di Sudut Hati #1-1








Satu


Kening Silvi langsung berkerut ketika menatap layar laptop di hadapannya. Direct message itu lain daripada yang lain. Bukan seperti yang biasa dibacanya. Bukan bertanya tentang harga, cara pembelian, stok barang, kode pemesanan, informasi nama dan alamat pembeli, dan segala hal yang berhubungan dengan isi Instagram mereka. Tapi...

Jumat, 26 Agustus 2016

[Cerbung] Potpourri Di Sudut Hati (Edisi Tester)







Noni hampir terjengkang ketika membaca keluhan dari salah satu pelanggan melalui direct message Instagram. Jantungnya langsung berdebar tak keruan.

Pasti Mbak Mai bakalan marah besar!

Seketika hatinya terasa menciut. Sekali lagi, dibacanya pesan itu.

Kamis, 25 Agustus 2016

[Cerpen] Rumah Kayu Di Tengah Salju








Ingrid Kaufman menatap hamparan salju di luar jendela. Putih. Terkesan begitu lembut. Tapi dinginnya seolah membekukan waktu.

Salju makin sering datang...

Selasa, 23 Agustus 2016

[Cerpen] Segenggam Langit Biru








Sesungguhnya aku sudah tak mampu berpikir lagi tentang hal ini. Melihat Yanda terduduk lesu seolah pesakitan yang sedang menghadapi persidangan itu saja sudah membuat hatiku dirajam lara. Apalagi melihat bara di mata abang dan kakakku yang terus menghujaninya. Aku tercekat ketika perlahan Yanda menatapku, seolah minta tolong.

Kamis, 18 Agustus 2016

[Cerbung] Miss Cempluk #24







* * *


Dua Puluh Empat


“Nanti meeting-mu jam berapa, Ma?”

Aku menoleh mendengar suara lirih Irvan. Rupanya ia benar-benar tak mau membangunkan Arva yang telah tertidur lelap dalam pelukanku. Kenyang setelah menyusu.

Selasa, 16 Agustus 2016

[Cerbung] Miss Cempluk #23-2







* * *


Di bawah penanganan Om Bimo sebagai kontraktornya, bakal rumahku dan Irvan mulai berdiri sedikit demi sedikit. Bahkan belakangan kudengar, Mas Priyo diajak bergabung oleh Om Bimo ke dalam tim perusahaannya. Hampir tiap sore aku mampir untuk melihat kemajuan pembangunan itu. Kadang-kadang aku bertemu Irvan, tapi lebih sering tidak.

Senin, 15 Agustus 2016

[Cerbung] Miss Cempluk #23-1





Sebelumnya  



* * *


Dua Puluh Tiga


Irvan menatapku. Lekat. Dalam. Menunda menyuapkan sesendok bakso Arema ke dalam mulutnya. Beberapa detik kemudian dihelanya napas panjang.

“Tapi menyediakan rumah buat kita itu tugasku, Pluk,” tukasnya, halus. “Setidaknya dari dulu prinsipku seperti itu.”

Minggu, 14 Agustus 2016

[Bukan Fiksi] Liburan Miss Cempluk Dalam Peta dan Gambar





Saya belum pernah berkunjung ke Spanyol / Madrid. Sama sekali! Jadi setting liburan Miss Cempluk di Madrid murni saya dapatkan dari referensi luar alias bukan pengalaman pribadi. Dari mana dapatnya? Google map dan google search yang mengarahkan saya ke berbagai macam situs maya dan blog tentang Spanyol dan (khususnya) Madrid.

Sabtu, 13 Agustus 2016

[Cerbung] Miss Cempluk #22-2







* * *


“Pluk, nggak keberatan kalau kita mampir sebentar ke pameran properti?” tanya Irvan tiba-tiba, sambil tetap mengemudi mobil dengan serius.

“Di Kemayoran?” aku balik bertanya.

Ia mengangguk.