Jumat, 19 Desember 2014

[Cermis] Senyum Di Balkon Seberang





http://www.rumahku.com/berita/read/inspirasi-taman-di-balkon-408083


Akhirnya...

Lily menjatuhkan dirinya di atas sofa dan menghembuskan napas lega. Dilihatnya sisi-sisi dinding yang mengelilinginya. Semuanya pas. Sempurna. Sama persis seperti impiannya selama ini.

Tinggal di apartemen adalah impian Lily sejak masuk ke dunia kerja. Bukan apartemen mewah tentu saja. Dari jauh hari Lily sudah menyadari kemampuan kantongnya. Ketika tahu akan ada kompleks apartemen yang hendak dibangun hanya 500 meter dari gedung kantornya, Lily segera gerak cepat mencari informasi.

Dan... taraaa!

Rabu, 17 September 2014

[Cerpen] Perangkap Angin Dan Hujan





www.youtube.com


Mendengar pintu depan terbuka, Painah segera berlari kencang. Dilihatnya sebelah kaki Antares sudah menjejak lantai teras.

“Maaas!” teriaknya kencang. “Di luar anginnya kencang. Nanti Mas Ares sakit!”

Antares memutar badannya sejenak. Ditatapnya Painah dengan tajam, membuat Painah mundur dua langkah.

Selasa, 16 September 2014

[Fiksi Fantasi] Taman Embun Di Balik Cermin





http://heavy-stuff.com/embun/embun.html


Setiap aku menatap cermin, aku hanya bisa menatap kehampaan yang seolah tak berujung. Membelenggu setiap hariku yang sama hampanya dengan tatapanku yang terpantul di seberang sana.

Aku sudah hilang tanpa sisa ketika cairan panas itu melelehkan kulit wajahku tanpa ampun. Ketika menyadari jadi apa aku sekarang aku hanya bisa meraung hingga aku kelelahan. Tenggelam dalam kegilaan yang tak bisa kuhindari.

Kadang-kadang aku melihat bayangan Davin berlayar di cermin seolah mengejekku tanpa ampun. Aku ingin membunuhnya, sumpah! Dia yang membuat aku kehilangan wajah hanya dua minggu sebelum pernikahanku dengan Julian. Dan aku bukan hanya kehilangan wajah ketika air keras itu disiramkannya padaku, tapi juga Julian. Julianku kehilangan kendali atas motornya. Semuanya oleng di luar kendali dan truk itu menghantamnya dari depan tanpa ampun.

Selasa, 19 Agustus 2014

[Cermin] Matinya Diki Anggada





Entah bagaimana aku harus merumuskan perasaanku kali ini. Bersemangat? Senang? Bahagia? Takut? Sedih? Aku tak bisa menjelaskannya secara pasti. Hanya saja aku masih merasakan euphoria itu menghentak setiap sisi jiwaku.

Akun itu... Ah! Aksesnya terbuka selebar aula balai kota. Dia meninggalkan laptopnya sebelum sempat log out. Membuatku bisa dengan leluasa meluncurkan deretan kalimat yang selama ini terpaksa kuperam sendiri dalam kantong-kantong keinginanku.

Aku menoleh sekejap sebelum mulai menarikan jemariku di atas keyboard laptop. Padanya. Pemiliknya. Yang kini tertelungkup dalam hening dengan darah mulai menggenang. Dan aku sengaja membiarkannya mendingin dan menjadi kaku. Dengan belati besar masih tertancap di pungggung kirinya. Dan kelihatannya ujung belati itu tepat mengoyak pusat hidupnya. Jantungnya.

Rabu, 13 Agustus 2014

[Cermis] Dari Bawah Rimbun Pohon Kenitu





Aku sempat menoleh ke sudut halaman sebelum menutup pintu mobilku. Di bawah kerindangan pohon kenitu sekilas ia mengirimkan senyumnya padaku dan aku membalasnya dengan ringan.

Entah sudah berapa lama aku tak lagi datang ke tempat ini, tapi di mataku Yu Astri tetaplah sosok yang sama. Yang selalu mengembangkan senyum manisnya ketika bertemu denganku. Dan keseluruhan penampilannya tak pernah berubah. Tetap dibalut sahaja yang terlihat begitu murni.

Kalau kuhitung-hitung, aku terakhir kali datang ke rumah besar ini enam tahun yang lalu. Tepat ketika digelar peringatan seribu hari wafatnya Eyang Putriku. Sejak itu aku tak pernah lagi sekedar menjenguk tempat ini. Karena buatku roh tempat ini sudah tak ada lagi semenjak Eyang berpulang.


Selasa, 15 Juli 2014

[Cermis] Kursi Goyang Di Sudut Ruangan







Ketika Ayah menunjukkan ruangan itu, aku hanya bisa ternganga takjub. Sebuah tempat dengan ratusan buku yang memenuhi rak pada ketiga sisi dinding. Satu sisi dindingnya yang tersisa dipenuhi jendela-jendela besar yang membuka ke arah taman kecil di belakang rumah. Sebuah kursi goyang berdiri manis di sudut dekat jendela. Sungguh suatu surga dunia bagiku yang berani mengklaim diri sebagai pecinta buku.

Jumat, 02 Mei 2014

[Cermin] Wedges And Me







Aku selalu bisa melangkah tegak dan percaya diri bila kakiku dialasi sepasang wedges cantik. Dulu aku penggila high heels. Tapi seiring dengan makin melarnya badanku setelah menikah dan melahirkan anak-anak suamiku, aku tak nyaman lagi memakai high heels. Untung pada saat yang sama model wedges meledak. Jadilah wedges itu setia menemaniku menapaki hari-hari yang indah.

Lalu hari-hari yang indah itu seperti apa? Ketika suamiku mengajak kencan di luar di tengah rutinitasnya sebagai pekerja level menengah dan aktivitasku sebagai ibu rumah tangga.

Ouwh... Aku selalu merasa cantik bila berjalan di sisinya, yang objektif sajalah, berpenampilan biasa-biasa saja. Lalu apakah aku cantik? Hehehe... Sudah kukatakan bahwa aku cuma merasa cantik. Tapi hakku kan merasa diriku cantik? Toh aku tak mengganggumu.


Selasa, 15 April 2014

[Cermin] Serpihan Janji





Aku tercenung menatap layar laptopku. Barisan kata-kata itu menari dan meliuk di mataku. Kulihat tarian itu mengabur. Dan tetesan bening meluncur di pipiku.

Betapa kalimat itu menyiratkan duka. Beban. Patah. Sungguh, aku bisa merasakannya.

Dik, pada akhirnya aku memutuskan untuk pulang ke Surabaya. Mungkin sementara. Mungkin juga selamanya. Aku gagal. Semuanya. Gagal memaafkannya. Gagal memaafkan diriku sendiri. Gagal jadi istri yang baik. Gagal jadi ibu yang bisa menjaga ayah anak-anakku.
Anak-anak kubawa, Dik. Sekalian masuk SMP di sini. Mampirlah kalau suatu saat kau mudik.

Big hug,
Karina

Kamis, 10 April 2014

[Cermin] Terjebak





Yudhi menggosok-gosokkan kedua telapak tangannya dengan wajah puas. Clarissa, tante cantik itu akhirnya setuju untuk kopdar. Bagaimana sensasi berkencan dengan tante-tante? Mendadak seluruh pembuluh darahnya terasa berdenyar ketika membayangkan hal itu.

Ditatapnya layar laptop. Senyum Clarissa membayang indah. Yudhi pun terseret senyum itu. Hanya perlu satu malam tambahan untuk mengakhiri acara tugas kantor ke luar kota. Semarang-Ungaran tidaklah jauh. Clarissa begitu penuh pengertian. Tak memintanya datang ke Jogja untuk kopdar.

Aku yang akan ke Ungaran. Begitu tertulis di inbox FB Yudhi. Dari Clarissa.

Selasa, 18 Februari 2014

[Cermin] Lagu Cinta Megantoro




Entah kenapa aku selalu merasa terganggu kalau Guntur mendekat. Gayanya selalu ekspresif. Terkadang membuatku muak. Tidak adakah style yang lebih elegan untuk menarik perhatian lawan jenis? Entahlah.

Diam-diam aku malah lebih sering memperhatikan Megantoro, adik Guntur. Megantoro tidak terlalu peduli pada banyak perempuan di sekitarnya. Hm... aku tidak tahu apakah dia punya kecenderungan penyuka lawan jenis. Tapi kurasa tidak. Kami pernah bertukar tatapan mata sejenak, dan dia kelihatan tersipu. Membuat hatiku seketika berdesir.

Megantoro tidak segagah Guntur. Itu harus kuakui. Tapi ada sesuatu dalam sikapnya yang diam. Bukan angkuh. Entah apa. Aku tidak berhasil mendefinisikannya. Hanya saja menurut analisis Leni, adikku, sepertinya Megantoro tidak pernah suka dengan sikap Guntur pada kaum perempuan. Terlalu tebar pesona sana-sini.

Jumat, 14 Februari 2014

[Cermin] Di Bawah Telapak Cinta





Karya kolaborasi dengan Nandar Dinata

Pulang.

Satu kata yang selalu dihindari Tatia. Walau rindu kian membuncah pada setiap jejak manis kehangatan sebuah rumah. Rindu pada aroma manis nastar buatan Ibu. Pada elusan lembut jemari Ayah di rambutnya. Pada aroma tanah basah di bawah jendela kamarnya. Semuanya.

Kecuali satu.

Puri.