Sabtu, 13 Juli 2013

[Cerbung] Candlelight Dinner #13 (Tamat)





Tiga Belas


Episode sebelumnya : Candlelight Dinner #12

* * *

TRIFENA

Mas Han hanya mengangguk menurutiku ketika kutunjuk sebuah meja di sebuah sudut Kafe Pelangi. Mejaku. Meja kenanganku bersama Ayah. Aku ingin dia mengenal kenanganku akan Ayah dan meja itu.

Mas Han...

Aku sekarang hanya boleh memanggilnya ‘Pak’ di lingkup kantor. Mulai kemarin sore, tepatnya. Di luar itu, yah... Harus kusesuaikan karena dia delapan tahun lebih tua daripada aku. ‘Mas Hananto’ tampaknya adalah pilihan kata yang tepat.

“Ah! Senang sekali melihat Mbak dan Bapak datang berdua. Biasanya sendiri-sendiri,” ucap seorang pelayan sambil menyalakan lilin untuk kami.

Aku dan Mas Han saling menatap. Sama-sama mengirimkan sinyal bertanya.

Jumat, 12 Juli 2013

[Cerbung] Candlelight Dinner #12





Dua Belas


Episode sebelumnya : Candlelight Dinner #11

* * *

TRIFENA


Entah kenapa langkahku menuju ke ruang tamu jadi terasa goyah. Pak Han? Orang yang baru saja memenuhi benakku? Ada di ruang tamuku?

Oh, come on, Fen! Jangan terlalu ge-er!

Hatiku berseru-seru mengingatkan. Membuatku harus berkali-kali menarik napas panjang sebelum menemuinya. Dan dia benar-benar ada di sana. Duduk diam di ruang tamuku.

“Pak Han?” kusapa dia, pelan, ragu-ragu.

“Fen...,” dia mengangkat kepala. Menatapku dengan sorot mata yang tak pernah kulihat sebelumnya. Begitu dalam. Menghanyutkan.

Kamis, 11 Juli 2013

[Cerbung] Candlelight Dinner #11






Sebelas


Episode sebelumnya : Candlelight Dinner #10

* * *

HANANTO


Siang ini aku bangun dengan kepala yang bukan main peningnya. Ya, tentu saja aku tahu penyebabnya. Semua seakan menumpuk di atas kepalaku. Terlalu letih dengan urusan kantor. Dan kurang tidur karena urusan Fena.

Fena?

Ya. Trifena.

Entah kenapa akhir-akhir ini seolah kepalaku penuh berisi tentang sosok pemilik nama itu. Aku tak ingat pernah mempersilahkannya masuk. Tapi tiba-tiba saja dia sudah memenuhi seluruh lamunan kosongku. Begitu saja. Sejak kapan? Aku sendiri tak pernah menyadarinya.

Mendung gelap dan rintik hujan di luar menambah suram hariku. Hari Sabtu. Akan dua hari tidak bertemu Fena. Seakan tak ada sedikit pun cahaya lilin di hatiku. Seperti ketika pada awal-awal aku kehilangan Kinanti. Kuhela napas panjang.

Kinanti... Ah, Kin, maukah kamu memaafkan hatiku? Begitu saja sudah terjerat pesona perempuan lain. Tanpa aku bisa mencegahnya. Aku harus bagaimana, Kin?

Rabu, 10 Juli 2013

[Cerbung] Candlelight Dinner #10





Sepuluh


Episode sebelumnya : Candlelight Dinner #9

* * *

TRIFENA


Tempat paling nyaman untuk melamun adalah teras belakang. Ditemani gemercik suara hujan dan semilir angin yang sesekali menerpa sungguh menerbangkanku pada sejuta kenangan. Tentang Ayah, tentang Bunda, tentang aku.

Rumah ini adalah sepenuhnya tentang Ayah dan aku. Dulu aku hanya berada di rumah ini kalau Ayah sedang tidak terbang. Kenangan manis, karena seutuhnya aku menikmati guyuran kasih sayang dari Ayah. Kenangan pahit, karena hanya ada aku berdua dengan Ayah, tanpa Bunda.

Pada akhirnya memang rumah yang hangat ini jadi milikku. Tapi setelah Ayah tak kembali lagi ke dalamnya. Hanya menyisakan kenangan yang aku ingin mengusungnya seumur hidup.

“Mbak...”

Aku menoleh. Mbok Suni berdiri di ambang pintu belakang dengan sebuah bungkusan di tangannya.

Selasa, 09 Juli 2013

[Cerbung] Candlelight Dinner #9





Sembilan


Episode sebelumnya : Candlelight Dinner #8

* * *

HANANTO


Akhirnya terurai juga keruwetan yang ditinggalkan Harry. Winny merebahkan punggungnya pada sandaran sofa dengan wajah lelah. Tiara dan Fena masih sibuk membereskan berkas-berkas yang agak berserakan. Wajah keduanya juga sudah kuyu. Diam-diam aku menggeliat di kursiku.

Sudah hampir pukul enam sore. Kantor sudah mulai sepi. Mendung menggantung di luar sana. Agak gelap. Dan tak lama kemudian mulai menumpahkan tangisannya.

Aku tersentak ketika ponselku berbunyi. Winny? Aku menatapnya tak mengerti. Dia mengirim SMS padaku? Aku mengerutkan kening.

‘Anak-anak ajaklah makan malam. Traktir. Kasihan sudah jungkir-balik seperti itu.’

Hm... Winny menatapku, bertanya dengan sinar matanya. Aku pun mengangguk sedikit.

Senin, 08 Juli 2013

[Cerbung] Candlelight Dinner #8





Delapan


Episode sebelumnya : Candlelight Dinner #7

* * *

TRIFENA


Hm... Aku tahu Pak Han pasti akan mengamati foto-fotoku. Biarlah! Kutinggalkan dia sendirian sejenak di ruang tamu. Ketika aku masuk kedalam, meja makan sudah tertata rapi. Aku tersenyum puas.

“Gimana, Mbak?”

Aku mengacungkan jempol. Mbok Suni tersenyum senang. Tak sia-sia aku tadi sibuk mengirimkan pesan pada Mbok Suni agar secepatnya menyiapkan makan malam untuk berdua.

Setelah melepaskan sepatu dan mencuci muka, aku kembali ke depan. Mbok Suni ternyata sudah membuatkan Pak Han teh hangat.

“Pak, makanan sudah siap. Mari...”

Minggu, 07 Juli 2013

[Cerbung] Candlelight Dinner #7





Tujuh


Episode sebelumnya : Candlelight Dinner #6

* * *

HANANTO


Entah kenapa hari ini cuaca berbanding lurus dengan suasana di kantor. Di luar hujan turun tanpa jeda sejak hari masih gelap. Di dalam kantor pun tak kalah muramnya.

Dini hari tadi kedua anak bengal itu, Miko dan Harry, kecelakaan. Mobil yang dikemudikan Miko terbalik di jalan tol dalam kota. Penyebabnya, dia ngebut dalam keadaan mabuk setelah clubbing bersama Harry. Luka keduanya cukup parah. Sampai harus masuk ICU.

Sejak pagi Winny dan aku sudah kalang kabut. Kepalaku serasa mau meledak. Hari Senin depan akan ada auditor yang akan datang. Dan hari ini sudah hari Kamis. Sedangkan pekerjaan Harry yang bersangkutan langsung dengan audit itu malah nol besar. Winny menatapku dengan putus asa.

“Kita bisa buyar kalau caranya seperti ini, Han,” keluhnya.

Aku terduduk letih. Waktu merambat dengan cepat. Tahu-tahu sudah menjelang senja. Dean, asisten Harry, sudah gelisah dari siang. Entah sudah beberapa kali Winny dan aku menyemprotnya. Tak becus sama sekali. Akhirnya Winny menatap Dean dengan putus asa.

Sabtu, 06 Juli 2013

[Cerbung] Candlelight Dinner #6





Enam




Episode sebelumnya : Candlelight Dinner #5

* * *

TRIFENA


“Nanti kujemput jam 7 ya, Fen,” Adrian membukakan pintu mobil.

“Ya,” anggukku. “Terima kasih banyak ya!”

Adrian tersenyum, kemudian berlalu dengan mobilnya. Dan sinilah aku sekarang. Di depan rumah Bu Winny. Jadwal les piano pertama Oryza. Sebelum aku sempat memencet bel, seorang laki-laki sudah membukakan pintu pagar untukku. Dia Pak Sardi, sopir Bu Winny.

“Mari masuk, Mbak Fena,” ucapnya ramah.

“Terima kasih, Pak,” anggukku, membalas senyumnya.

Oryza sudah menungguku di depan grand piano hitam di ruang tengah yang luas. Gadis kecil itu langsung tersenyum begitu melihatku datang. Dan senyumnya makin lebar ketika kulambaikan sebatang coklat kesukaannya.

Jumat, 05 Juli 2013

[Cerbung] Candlelight Dinner #5





Lima


Episode sebelumnya : Candlelight Dinner #4

* * *

HANANTO


Dia menolak ajakanku untuk makan siang bersama. Ajakan pertama yang kuucapkan selama aku mengenalnya. Ajakan pertama yang belum apa-apa sudah gagal. Aku tak tahu harus kecewa atau justru lega.

Fena. Trifena. Dua tahun yang lalu dia masih jadi bawahan Winny sebelum ditransfer padaku. Ya, aku memang membutuhkan pengganti Sari, asistenku. Dan serta-merta Winny menyodorkan nama itu padaku.

“Miko sudah lama mengincarnya, Han,” ucap Winny saat itu. “Aku tak rela Fena hanya jalan di tempat di bawah Miko. Kamu tahu Miko kan? Kurasa Fena akan aman bersamamu. Miko tak akan berani menggodanya. Kita tak boleh kehilangan SDM sebagus Fena. Fena sangat bisa diandalkan. Kupikir kalian punya ritme kerja yang sama. Tak akan saling membebani.”

Kamis, 04 Juli 2013

[Cerbung] Candlelight Dinner #4





Empat


Episode sebelumnya : Candlelight Dinner #3

* * *

TRIFENA


“Mbak Fen...”

Kuangkat wajahku dari layar laptop. Pak Han menatapku serius.

“Laporan pajak yang tahun ini bisa selesai minggu depan?”

“Sudah selesai kok, Pak. Bapak mau hardcopy atau softcopy?”

Dia menatapku beberapa detik sebelum menjawab, “File-nya saja tolong kirim ke emailku.”

“Baik, Pak,” aku mengangguk singkat.

Rabu, 03 Juli 2013

[Cerbung] Candlelight Dinner #3





Tiga


Episode sebelumnya : Candlelight Dinner #2

* * *

HANANTO, Tiga Tahun Yang Lalu


Ayah, nanti tunggu Ibu di kafe ya? Ayah tak usah jemput Ibu, nanti Ibu naik taksi saja. Love you, Ibu.

Senyumku mengembang setelah membaca SMS Kinanti. Ayah, Ibu. Alangkah indahnya sebutan itu mengiang di telingaku. Pada akhirnya aku akan jadi seorang ayah. Pada akhirnya Kinanti akan jadi seorang ibu.

Setelah dua tahun penantian yang terasa sangat lama, akhirnya dia akan hadir, empat bulan lagi. Entah kenapa waktu empat bulan terasa jauh lebih lama daripada waktu dua tahun yang pernah berlalu.

Aku belum tahu apakah dia akan jadi seorang perjaka kecil ataukah gadis kecil. Semuanya jadi tak penting bagiku. Tidak juga bagi Kinanti. Pendeknya, kami hanya merasa bahagia, bahagia, dan bahagia.

Selasa, 02 Juli 2013

[Cerbung] Candlelight Dinner #2





Dua



Episode sebelumnya : Candlelight Dinner #1

* * *

TRIFENA, Empat Tahun Yang Lalu


Sejak pagi aku sudah bersemangat tinggi. Semalam kubaca berulang kali SMS dari Ayah.

Fena sayang, besok kita ketemuan di kafe ya? Seperti biasa. Love, Ayah.

Betapa aku merindukan Ayah! Sudah empat Jumat aku tak bertemu Ayah. Ayah sibuk. Jadwal terbangnya penuh sekali.

Aku selalu menantikan pertemuanku dengan Ayah. Di sudut sebuah kafe. Di mana terkadang aku menunggu sejenak kedatangannya.

Lalu dia akan datang melalui pintu masuk. Dengan langkah begitu gagah. Dengan masih mengenakan seragam pilotnya. Dengan senyum lebarnya yang menyemarakkan dunia. Duniaku, tentunya. Kemudian dia akan memelukku dengan erat. Seperti tak ingin melepaskanku.

Senin, 01 Juli 2013

[Cerbung] Candlelight Dinner #1





Satu


TRIFENA


Aku selalu menyukai hal ini. Makan malam di tengah sinar temaram. Hanya ditemani seberkas cahaya lilin.

Dan aku selalu melakukan hal ini. Makan malam di kafe langgananku. Tiap Jumat sore sepulang kerja. Duduk di sudut gelap yang sama. Ditemani sebatang lilin menyala redup.

Sudut itu seakan sudah jadi milikku. Entahlah. Tapi sudut itu sepertinya selalu siap untuk kutempati. Selalu kosong tiap kali aku datang.

Kali ini aku tak datang hari Jumat. Aku muncul pada hari Rabu. Hampir pukul tujuh malam. Sudut dan lilin itu seakan menantikanku. Ah, indahnya...