Priya ternganga sejenak menatap Marietta.
Gadis cantik itu tengah menatapnya serius.
“Tari apa?” tanya Priya.
“Beskalan, Pak,” senyum Marietta. “Tarian
selamat datang untuk menyambut tamu.”
Priya terhenyak. Acara pembukaan showroom baru itu suatu acara yang besar
dan pembukanya adalah... Tari apa tadi?
Priya masih menatap Marietta.
“Kenapa memangnya kalau kita masukkan budaya
lokal ke acara kita, Pak?”
Suara lirih Marietta menembus telinga Priya. Ya, kenapa?
“Sekalian kulonuwun
to, Pak...”
Suara itu mengusiknya lagi. Masih ditatapnya
Marietta.
Tidak ada aroma bercanda dalam bening mata
Marietta. Semuanya begitu bening dan serius. Priya menyerah.
“Sekarang jelaskan kenapa kita harus menampilkan
tari... apa tadi?”
“Beskalan, Pak,” jawab Marietta sabar.
“Ya, itu, Beskalan...”
“Awalnya Beskalan itu tarian untuk ritual
kesuburan, Pak. Terkenallah di sekitar Jawa Timur sini, terutama Malang.
Sekarang fungsinya berkembang jadi tari untuk menyambut tamu kehormatan. Ya...
bolehlah, Pak, kita harapkan juga kesuburan buat usaha kita,” senyum terkembang
di bibir Marietta ketika mengakhiri penjelasan singkatnya.
Hm...
tari kesuburan? Penyambutan untuk tamu?
“Bagus?” Priya masih tak yakin.
“Ya baguslah, Pak,” Marietta melebarkan
senyumnya. “Sesekalilah kita angkat budaya kita sendiri. Terus terang saya suka
pusing dengan segala macam modern dance
berisik itu.”
Priya melongo. Hampir saja ia tak bisa
mengontrol kepala dan matanya untuk tidak melihat Marietta dari atas ke bawah.
Marietta pusing dengan modern dance?
Gadis berpenampilan jauh lebih modern daripada modern dance itu sendiri?
Rambut Marietta selalu modis dengan warna dan
highlight yang nyaris tiap bulan
berbeda. Penampilannya selalu enerjik walaupun selalu mengenakan high heels berujung runcing seolah
memaku bumi yang tingginya membuat Priya bergidik ngeri. Belum lagi bajunya
yang selalu trendy dan melekat indah
di tubuhnya yang juga ‘indah’.
“Jadi gimana, Pak?”
Priya tersentak kaget. Marietta memang selalu
penuh kejutan.
“Ya sudahlah... Kamu atur saja...,” Priya
benar-benar menyerah sekarang.
Marietta tersenyum penuh kemenangan. Tapi
entah kenapa ‘kemenangan’ itu tak pernah membuat Priya merasa kalah wibawa.
* * *
Dan BBM Marietta pagi itu betul-betul membuat
Priya pusing.
Pak, mohon maaf saya nggak
bisa masuk hari ini. Bapak nggak usah khawatir soal acara buka showroom. Semua
pasti beres ditangani Peni, Aslan, dan Wira. I promise you.
Priya menepuk
keningnya. Di acara penting seperti ini? Priya hampir menggeram.
Tapi sudah tak ada waktu lagi untuk menuruti
galau dan resah. The show must go on.
Tamu undangan sudah berdatangan dan acara segera dimulai.
Sejujurnya Priya sudah tidak lagi berhasil
mengumpulkan konsentrasinya. Apalagi ia harus duduk manis di sebelah Direktur
Utama yang datang jauh-jauh dari Jakarta.
Sesungguhnya semuanya sudah sempurna. Minuman
sari apel. Kue-kue basah tradisional. Senyum Pak Direktur Utama. Apa lagi?
Priya tertunduk. Semangat yang biasa
dipompakan Marietta, ia terpaksa mengakuinya.
Dan suara gamelan yang terdengar asing
menyeruak masuk ke telinga Priya. Seorang penari berpenampilan sangat cantik
mulai menghangatkan tempat itu dengan goyang dan gerakannya yang indah.
Priya ternganga. Jadi ini tari Beskalan itu? Seketika ia tak lagi menyesali
keputusannya menuruti kata-kata Marietta. Samar, ia melihat ke arah Pak
Direktur Utama yang terlihat sangat menikmati pertunjukan itu.
Beberapa detik kemudian Priya memutuskan
untuk menikmati juga keelokan tari Beskalan itu. Hm... penarinya cantik sekali..., gumam Priya. Dan seulas senyum
terlontar manis ketika tatapan Priya bertemu sekilas dengan tatapan penari itu.
Lalu dunia Priya seakan melambat dan
berhenti. Gambaran di sekitarnya serasa memudar dan mengabur. Yang tertinggal
jelas hanya ia dan sosok cantik penari itu. Bertukar tatapan dan ia mendapat
lagi senyuman.
Ketika pada akhirnya Priya menyadari sesuatu,
semuanya kembali berputar dan bergerak cepat seperti semula. Lalu semuanya
berakhir dengan pecahnya tepuk tangan yang terdengar sungguh meriah dan lama.
Penari itu sudah menghilang entah ke mana.
Tak tertangkap lagi bahkan oleh ekor mata Priya. Ketika ia harus memberikan
kata sambutan, entah apa yang ia ucapkan. Tapi kelihatannya semua berjalan
baik-baik saja, hingga ia punya kesempatan sejenak untuk ‘melarikan diri’.
“Peni, penari yang tadi ke mana?” Priya
hampir saja mengguncang-guncangan bahu ringkih Peni.
“Bapak mencari saya?”
Priya menoleh seketika. Penari itu berdiri di
belakangnya. Mengulas senyum. Masih mengenakan riasan, sanggul, dan kostum
lengkap. Cantik. Sangat cantik. Jauh lebih cantik dari biasanya.
“Jadi penari Beskalan itu kamu?” Priya
terbelalak.
Dan tawa Marietta pecah karenanya.
“Maaf, Pak,” ucap Marietta setelah tawanya
menguap. “Saya nggak bermaksud mempermainkan Bapak. Saya hanya ingin memberikan
yang terbaik.”
“You’re
the best!” sergah Priya. “Kamu penari tradisional? I can’t believe it!”
“Percayalah, Pak,” Marietta mengerjapkan
matanya. “Saya sangat mencintai tari tradisional. Karena itu saya pusing dengan
segala macam modern dance yang loncat
sana-sini itu. Saya mendapat ketenangan dari belajar menari. Stamina saya juga
bisa terjaga dengan rutin berlatih menari. Semuanya berguna buat menunjang
pekerjaan saya sehari-hari. Semoga Bapak puas, Pak.”
“Puas?” Priya menatap Marietta dengan
misterius. “Aku jatuh cinta...”
Dan penari Beskalan cantik itu hanya mampu
menatap bossnya dengan mulut ternganga.
* * * * *
Tidak ada komentar:
Posting Komentar