Sabtu, 05 Januari 2019

[Cerbung] Sekeranjang Hujan #9-3









Sebelumnya



* * *



Menjelang siang pada hari Selasa, dengan jantung berdebar kencang, Maxi membuka amplop berisi keputusan lokasi penempatan kerjanya. Senyumnya terbit ketika mendapati bahwa ia sudah resmi ditempatkan pada divisi maintenance di Cikarang, sesuai keinginannya. Karenanya akan ada pembaruan kontrak kerja yang berhubungan dengan lokasi penempatan.

Ketika menunggu giliran untuk penandatanganan pembaruan kontrak kerja, ia bertukar cerita dengan rekan-rekan seangkatannya. Ternyata tidak semua bernasib semujur dirinya. Tapi semua yang ‘belum beruntung’ menerima dengan lapang dada keputusan itu, karena saat ini mencari kerja memang bukan hal yang mudah. Apalagi di perusahaan besar seperti Royal Interinusa.

Dan, ia sempat tercenung karena benar-benar ada pembaruan klausul pada kontrak selain penambahan lokasi penempatannya. Ada pasal bahwa ia harus bersedia diperbantukan untuk menangani kerusakan dan pemeliharaan mesin di Karawang dan Tangsel bila tenaganya dibutuhkan. Sebagai kompensasinya, ia akan menerima tambahan upah dalam hitungan lembur. Tapi mengingat pembicaraan dengan ayahnya tentang pentingnya menjaga konduite dan rekam jejak, ia pun dengan ringan menorehkan tanda tangan di atas meterai.

“Setelah ini, silakan ke bagian keuangan untuk ambil uang saku training secara tunai, ya, Mas Maxi,” ucap staf HRD yang menanganinya. “Terus ke GA untuk ambil seragam. Kami tunggu bergabungnya Mas kembali di Royal Interinusa Cikarang awal bulan depan.”

Maxi menyambut jabat tangan staf itu dengan senyum riang. Tinggal membereskan urusan wisuda dan segala macam tetek bengeknya hingga selesai seutuhnya akhir bulan ini. Setelah mengucapkan terima kasih dan berpamitan, ia pun  keluar dari ruangan. Bergabung kembali dengan rekan-rekannya, baik yang sudah selesai maupun yang masih menunggu giliran di lorong.

* * *

Masih pukul sebelas siang ketika urusannya hari ini di kantor Royal Interinusa Jakarta selesai. Sebelum meluncurkan motornya keluar dari area parkir basement, Maxi menyempatkan diri menelepon Pingkan. Gadis itu masih berada di sebuah rumah singgah bersama ibunya.

“Ya, sudah, aku pulang sekarang,” ucap Pingkan dari seberang sana. “Kamu tunggu di rumah.”

“Aku jemput saja. Kirim alamatnya via WA,” Maxi menanggapi. “Tapi aku motoran, sih. Nggak apa-apa?”

“Oh, nggak apa-apa!” suara Pingkan terdengar antusias. “Tapi helmnya?”

“Ada....” Tanpa sadar Maxi mengangguk. “Tadi pagi aku antar Mela ke sekolah. Helmnya aku bawa.”

“Ya, deh. Aku kirim alamatnya. Aku tunggu, ya, Max.”

Keduanya mengakhiri pembicaraan itu. Tak lama kemudian, sebuah alamat masuk melalui pesan WA pada ponsel Maxi. Pemuda itu segera meluncurkan motornya ke sana. Cukup jauh dari kantor Royal Interinusa, tapi lumayan dekat dengan daerah tempat tinggalnya dan Pingkan.

Gadis itu sudah menunggu di dekat pagar ketika Maxi muncul. Wajahnya tampak cerah. Maxi senang sekali melihatnya. Mendung sudah hampir sepenuhnya hilang dari wajah Pingkan. Hanya tinggal segaris tipis. Ia tak tahu mengapa. Tapi ia percaya bahwa kelak pada suatu saat yang tepat, ia akan mengetahui sebabnya.

“Sudah selesai urusan di kantor?” sambut Pingkan.

“Yup!” Maxi mengangguk pasti. “Dan sudah boleh pulang. Kamu lapar, nggak?”

Sebetulnya, Pingkan sudah kenyang karena mengemil berbagai macam kue basah yang disediakan Amey selama waktu istirahat kelasnya. Tapi, melihat wajah Maxi yang penuh dengan garis harapan, Pingkan pun mengangguk.

Ia sudah resmi bergabung sebagai tenaga pengajar kelas kecantikan pada rumah singgah yang didirikan Amey. Nanti, saat ia kembali masuk kuliah, jadwalnya akan diatur lagi. Tidak sebebas sekarang saat ia masih menikmati hari libur.

“Mau makan di mana?” Maxi menyodorkan helm.

“Di ujung jalan situ ada depot kecil.” Pingkan mengarahkan telunjuknya. “Makanannya enak-enak. Aku sering mampir ke situ sama Mama.”

“Oh, iya, pamitan dulu sama Mama, Ke.”

“Udah aku pamitin tadi,” senyum Pingkan. “Mama lagi rapat sama Oma Amey dan beberapa penyandang dana.”

“Oh...,” Maxi manggut-manggut. “Ya, sudah. Yuk!”

Pingkan dengan ringan segera ‘hinggap’ di boncengan motor Maxi. Pelan-pelan, motor itu melaju ke arah yang ditunjuk Pingkan.

* * *

“Jadinya, kamu ditempatkan di mana?” Pingkan menatap Maxi setelah menyesap sedikit es teh lemonnya.

“Di Cikarang,” senyum Maxi. “Kebetulan aku memang pilih di sana.”

“Wah, berarti melaju lagi, ya?’ gumam Pingkan.

“Mm ... Aku mau indekos di sana, Ke,” ucap Maxi, lirih. “Tapi rencananya aku pulang tiap Jumat, kok. Kita masih bisa sering-sering ketemu.”

“Oh .... Nanti aku bantu cari indekos yang oke di sana.” Pingkan menepuk lembut punggung tangan Maxi. Berusaha memberikan dukungan positif.

“Sudah ada, kok.”

“Oh, ya? Di mana?”

“Di Meadow Green.” Maxi meringis sekilas, kemudian bercerita tentang salah satu usaha ibunya.

“Jadi bapak indekos, dong?” Pingkan melepaskan tawanya.

Maxi ikut tergelak.

“Aku incognito saja,” ujar Maxi kemudian. “Nggak enak saja kalau tahu-tahu masuk sebagai anak juragan indekos.”

Mereka meneruskan obrolan sambil menikmati makan siang di salah satu sudut depot kecil itu. Pingkan benar. Makanan yang mereka pilih memang rasanya enak. Maxi sampai menambah porsi. Selain memang benar-benar lapar, ia juga ingin menikmati lebih lama kebersamaannya dengan Pingkan.

“Tahu, nggak? Kamu jadi rebutan Andries dan Nicholas, lho!” ungkap Pingkan pada suatu detik dengan mata berbinar-binar.

“Hah?” Maxi batal menyuapkan sesendok penuh makanan ke dalam mulutnya. “Maksudnya?”

“Nicholas terkesan sama kemampuanmu mengatasi masalah mesin waktu di Tangsel minggu lalu. Tapi kukuh Andries mempertahankan kamu.”

“Oh ..., pantesan ...,” gumam Maxi.

“Kenapa?” Pingkan mengerutkan kening.

“Ada klausul baru dalam kontrak kerja pengganti yang tadi kutandatangani,” Maxi menjelaskan. “Harus bersedia menangani mesin di pabrik Karawang dan Tangsel kalau diperlukan. Ada kompensasinya, sih. Makanya aku setuju saja.”

“Nah, kan ...,” Pingkan menyambungnya dengan tawa ringan.

“Mata duitan aku, ya?” Maxi meringis.

Pingkan terbahak. Maxi tersenyum lebar menatap tawa yang tergambar nyata dalam wajah riang Pingkan. Senang sekali melihat betapa mudahnya sekarang membuat Pingkan tersenyum dan tertawa.

Apa pun yang kamu minta, asal kamu mau tetap tersenyum dan tertawa riang seperti ini, akan aku penuhi, Ke. Akan aku lakukan!

* * *


Ilustrasi : www.pixabay.com (dengan modifikasi)