Senin, 07 Januari 2019

[Cerbung] Portal Triangulum #11-1









Sebelumnya



* * *


Sebelas


Profesor Barracuda Sverlin dinyatakan sudah meninggal dunia karena terkena dampak gerakan pemusnahan kaum Maleus di planet Gerose, galaksi Triangulum. Salindri sendiri yang memberikan pernyataan itu secara resmi, karena ia pula yang menjadi saksi musnahnya energi kehidupan Sverlin, dan menjadi penemu pesawat profesor itu di Gerose.

Orang kedua terpenting di Observatorium Tandan otomatis naik jabatan menjadi pemimpin tertinggi observatorium. Kana menyambut gembira keputusan itu. Baginya, tidak ada orang lain yang lebih cocok untuk menjadi pemimpin tertinggi Observatorium Tandan selain Profesor Ermann Orinid. Profesor berusia menjelang lima puluh tahun ini sebelumnya adalah kepala laboratorium anatomi semesta di Tandan. Selain itu, rekam jejak profesor yang satu ini juga sangat baik. Ketika Salindri meminta Kana untuk ‘meneropong’ Profesor Orinid, hanya kebaikan, pengabdian, dan ketulusanlah yang didapatinya.

Selanjutnya, Observatorium Tandan menjalankan aktivitas seperti biasa. Sibuk dengan penemuan-penemuan, terutama tentang peradaban-peradaban semesta. Selama beberapa saat, keamanan Observatorium Tandan diserahkan kepada Jebilee, wakil Aldebaran.

Sebelum meninggalkan Tandan untuk memenuhi perintah langsung dari Salindri, Aldebaran sudah mengunci semua sistem keamanan, termasuk semua portal lubang cacing, sehingga Jebilee hanya tinggal mengawasi saja. Sesuai dengan janji Salindri terhadap Astrodi dan Xavier, maka Aldebaran diutus untuk mengawal Moses untuk berlibur ke Catana, sekaligus menyeberang ke Gerose untuk membantu Xavier memulihkan keamanan Gerose.

Kana melepas kepergian Moses dengan senyum. Ia tahu, Moses masih akan kembali lagi karena keputusan untuk pindah ke Catana sama sekali belum final.

“Lihat-lihat perkembanganlah.” Begitu ucap Moses.

Lagipula masih banyak sekali pekerjaan yang harus diselesaikan Moses. Termasuk mengulangi perjalanannya ke planet Jandez di galaksi Andromeda bersama timnya. Tampaknya perjalanannya nanti akan aman-aman saja. Profesor Orinid sudah menjamin keselamatannya dan tim hingga nanti kembali lagi ke Bhumi setelah pekerjaan di Jandez selesai.

* * *

Menjelang malam ini, Kana melangkah pulang ke apartemennya yang tak jauh dari kompleks observatorium. Ini adalah hari pertama semua aktivitas di observatorium berjalan dengan normal di bawah kepemimpinan Profesor Orinid. Semua urusan seremonial pergantian pemimpin sudah tuntas. Begitu juga keberangkatan Moses dan Aldebaran menjelang siang tadi. Ia pun sudah mendapat kabar dari Moses bahwa Moses dan Aldebaran sudah sampai di Catana dengan selamat.

Kana berjalan bersama beberapa rekan satu gedung apartemennya sekaligus sesama ilmuwan lajang di observatorium. Dalam obrolan itu, tercetus mereka akan langsung makan malam bersama di sebuah bistro di dekat apartemen mereka.

“Kita bayar sendiri-sendiri, ya!” ucap Brahmz seraya tertawa.

“Eh, tenang saja! Aku yang traktir,” sahut Kana. “Moses kemarin baru saja mentransfer setengah uang kompensasinya ke rekeningku.”

“Wah, kompensasi karena kesalahan atasan gede juga jumlahnya, lho!” timpal Dominique.

“Makanya, dia bagi denganku,” Kana menyambungnya dengan tawa ringan. “Hitung-hitung ongkos aku cemas memikirkan keselamatannya.”

“Hahaha .... Larinya ke kita juga, jadi traktiran,” Taiga tertawa lepas.

Bistro Gandewa sudah ramai menjelang waktu makan malam seperti ini. Tapi rejeki memang tak akan lari ke mana. Masih ada satu meja besar kosong untuk mereka bertujuh. Ke sanalah mereka duduk dalam formasi melingkar.

“Boleh pesan apa saja ini, Na?” Lexi membuka-buka buku menu.

“Apa saja. Menu yang paling mahal dua puluh porsi pun aku sanggup bayar,” Kana meringis jenaka.

“Gede banget kompensasinya, ya?” guman Brahmz yang duduk di sebelah kiri Kana.

“Dua puluh kali gaji,” bisik Kana.

“Dan, kamu dapat separuhnya?” Mata Brahmz membulat menatap Kana.

Kana mengangguk riang.

“Busset ....” Brahmz menggeleng-geleng sambil mulai membuka buku menu.

Sambil menunggu pesanan mereka datang, obrolan mereka menghangatkan atmosfer di sekitar meja. Sedikit bergosip. Tentu saja tentang Profesor Sverlin.

“Kenapa, ya? Aku, kok, merasa bersyukur profesor sinting itu sudah nggak ada lagi,” ujar Dominique. “Ingat gimana dia kejar aku beberapa tahun lalu, rasanya jijik.”

“Tahu, nggak? Barracuda itu AC/DC, lho!” bisik Lexi.

“Maksudnya?” semua mata menatap ke arah Lexi.

“Ish! Gitu saja nggak paham!” gerutu Lexi, mengibaskan tangan kirinya. “Jaman kuliah dulu dia juga doyan sejenis, kok. Lawan jenis ditubruk juga. Semua bisalah dia. Mending sopan. Ini enggak.” Lexi mendecak gemas. “Main tinggal-tinggal begitu saja seenaknya.”

Seketika sekeliling meja hening. Mereka terbengong. Dan, Kana setengah mati menahan senyumnya agar tidak mekar saat berhasil menangkap aneka pikiran yang bertebaran di atas kepalanya. Dari yang bermacam-macam itu, satu kesimpulan bisa ia tarik. Bahwa ternyata sosok Barracuda Sverlin benar-benar ‘enggak banget’ di mata sebagian besar anak buahnya di seluruh penjuru Observatorium Tandan.

* * *

Tengah asyik menikmati makan malam sambil bertukar aneka obrolan menarik lainnya dengan rekan-rekannya, Kana merasa terusik ketika alat komunikasinya berbunyi. Ia segera mengaktifkan headset-nya setelah mengetahui dari layar bahwa panggilan itu berasal dari satuan keamanan apartemen.

“Ya? Kana di sini,” ucapnya.

“Maaf, kami mengganggu, Bu Kana. Kami hubungi apartemen Ibu, tapi tak ada jawaban. Ibu masih di observatoriumkah?”

“Oh, saya lagi makan di Gandewa bareng teman-teman. Ada apa, ya?”

“Kami tidak menerima pemberitahuan dari Ibu akan kedatangan tamu. Apa benar akan ada tamu yang mengunjungi Ibu sore ini?”

“Hah?” Kana mengerutkan kening. “Enggak, tuh! Memangnya kenapa?”

“Ini ada tamu yang hendak bertemu Ibu. Datang kira-kira setengah jam yang lalu. Jadi, statusnya bagaimana ini, Bu?”

Kerut pada kening Kana terlihat makin dalam. Ia meraih gelas minumannya.

“Ada identitas? Siapa? Oh! Jim Alvez-kah?” serunya antusias. “Dari Arahas?”

Satu-satunya nama yang terpikirkan oleh Kana adalah Jim Alvez. Selama ini hanya Jim-lah yang beberapa kali pernah mengunjunginya tanpa pemberitahuan terlebih dahulu. Kana tersenyum samar sembari meneguk minumannya. Sekadar melarutkan rasa seret di kerongkongan.

“Mm .... Bukan, Bu. Namanya Volans Gematri dari planet Ancora, galaksi Andromeda.”

Seketika Kana tersedak dan terbatuk-batuk.

* * *


Ilustrasi : www.pixabay.com (dengan modifikasi)