Jumat, 25 Januari 2019

[Cerbung] Sekeranjang Hujan #12-1









Sebelumnya



* * *

Dua Belas


“Dik Maxi!”

Baru saja Maxi keluar dari ruang loker dan melakukan presensi melalui alat pemindai sidik jari, seseorang sudah memanggilnya. Ia menoleh, mendapati salah seorang penyelia produksi dari shift malam memanggilnya.

“Ya, Pak Pam?” Maxi menghentikan langkahnya.

“Tadi ada kabar dari Tangsel, ada mesin yang trouble sejak Sabtu malam. Sampai sekarang belum bisa diperbaiki. Pak Mangku minta Mas Maxi ke sana, bisa?”  Pamudyo menyebutkan nama manajer produksi di pabrik Tangsel.

“Sekarang?”

“Ya, kalau bisa secepatnya. Saya sudah bilang Pak Rus, katanya langsung hubungi Mas Maxi saja. Baru saja saya mau hubungi, Mas Maxi malah sudah datang duluan.”

“Oh, jadi saya nggak perlu lapor Pak Rus lagi ini?” Maxi menyebutkan nama penyelianya.

“Nggak perlu, Mas. Mas Maxi tinggal berangkat saja. Oh, ya, sopir kantor pada belum datang ini. Mas pakai mobil saya saja. Tapi minta tolong nanti pulangnya diisi BBM, terus besok klaim di kasir.”

“Oh, baik, Pak. Eh, saya perlu bawa temen, nggak, nih?”

“Nggak usah.” Pamudyo menggeleng. “Di sana, kan, banyak orang. Yang paling penting dokter mesinnya ini.” Pamudyo tersenyum lebar.

Maxi terkekeh sambil menerima kunci mobi yang disodorkan Pamudyo. Ia pun berpamitan dan berbalik ke arah area parkir karyawan. Tapi baru beberapa langkah, ia teringat sesuatu. Ia berbalik lagi dan menyerukan nama Pamudyo.

“Pak Pam!”

Laki-laki yang dipanggilnya itu sudah hampir menghilang di balik pintu penghubung. Tapi masih bisa mendengar seruannya.

“Ya?” Pamudyo melongokkan kepalanya.

“Nanti Pak Pam pulangnya naik apa?”

“Gampang, Mas. Bisa nebeng bus jemputan.”

“Atau Bapak bawa motor saya saja?” tawar Maxi.

“Wah, nggak usah, Mas.” Pamudyo menyambungnya dengan tawa ringan. “Saya nggak bisa naik motor gede begitu. Sudahlah, nggak apa-apa. Tenang saja.”

Maxi pun menyerah. Urung menyerahkan kunci motor 600 cc-nya. Ia pun meneruskan langkah dan mencari mobil Pamudyo di area parkir. Setelah menemukan minibus berwarna hitam itu, Maxi segera menyelinapkan diri di dalamnya.

Ia sempat diberhentikan di depan pos satpam. Tapi salah seorang satpam yang berada di dalam pos berseru kepada temannya yang memberhentikan Maxi.

“Nggak apa-apa, biarin lewat, Jun! Lampu hijau dari Pak Pamudyo!”

Maka portal pun terbuka dan Maxi kembali melaju.

* * *

Pingkan menghela napas dengan wajah kesal. Ia mengomel dalam hati.

Ini dosen seenaknya saja absen dan jadwalin hari pengganti! Mana hari Sabtu lagi penggantinya. Huh!

Hari ini jadwalnya hanya satu mata kuliah saja, pukul tujuh pagi. Tapi dosennya tidak datang. Besok jadwalnya kosong. Seandainya saja ia tahu hari ini tak ada kelas, pasti ia segera ‘kabur’ ke Cikarang. Lumayan, kan, bisa menemani Andries dan mencuri waktu untuk bertemu Maxi? Toh, salonnya sudah bisa beroperasi dengan lancar walaupun ia tidak hadir secara fisik di sana.

Sambil berjalan ke area parkir, ia menimbang-nimbang. Hingga akhirnya ia memutuskan sesuatu. Setelah berada di dalam mobil, ia pun menelepon ibunya. Berpamitan hendak langsung ke Cikarang. Ingin menginap di apartemen Andries hingga Rabu pagi. Pulangnya akan langsung ke kampus karena ia ada kelas pada Rabu siang. Dihelanya napas lega ketika ibunya memberi izin, dengan syarat ia harus berhati-hati menjaga diri.

* * *

Pekerjaan Maxi selesai menjelang pukul dua. Sebetulnya sebelum istirahat makan siang tadi ia sudah selesai menangani mesin yang mogok kerja sejak Sabtu malam itu. Tapi ada permintaan agar ia melakukan pemeriksaan juga pada beberapa mesin yang beberapa waktu belakangan ini agak sering tersendat. Maka, ia pun menyelesaikan tugas tambahan itu dan memberikan beberapa catatan kepada penyelia maintenance sesuai masalah yang ditemukannya. Masalah yang seharusnya bisa ditangani oleh tim maintenance lokal.

Setelah itu ia menemui staf administrasi untuk meminta tanda tangan dan stempel atas penyelesaian tugasnya hari ini. Usai membubuhkan stempel, staf administrasi itu menatap Maxi.

“Jangan pulang dulu, Mas. Pak Nick tadi pesan, mau ketemu sama Mas. Tapi Pak Nick masih ada tamu. Tunggu sebentar, ya?”

Mau tak mau, Maxi mengangguk. Staf itu kemudian mengantarkannya ke ruang direktur dan ‘menitipkan’ Maxi kepada sekretaris Nicholas. Perempuan manis berusia empat puluhan itu pun dengan ramah menyilakan Maxi duduk menunggu di sofa.

Sambil duduk, sekilas Maxi menatap arlojinya. Sudah pukul dua lewat beberapa menit. Tapi ia tenang-tenang saja. Seandainya ia tiba kembali di pabrik Cikarang selewat jam kerja, toh, ia akan tetap memperoleh upah lembur. Tapi satu hal sudah membuatnya tidak tenang.

Pak Nicholas mau ngomongin apa, ya?

* * *


Pingkan keluar dari pintu tol Cikarang Utama selewat waktu makan siang. Ia sudah hampir stress dengan beberapa kemacetan panjang pada jalur yang dilaluinya. Untuk mendinginkan kepala, ia pun mampir sejenak ke mal dekat apartemen Andries. Ngadem, sekaligus memenuhi permintaan perutnya yang sudah berontak minta diisi.

Seusai makan di salah satu restoran cepat saji favoritnya, Pingkan menyempatkan diri berbelanja beberapa bahan makanan dan minuman untuk mengisi kulkas Maxi. Setahun lebih mengenal Maxi, ia sudah cukup paham bahwa Maxi betah membiarkan kulkasnya kosong melompong berhari-hari dengan alasan tak ada waktu untuk berbelanja. Tentu saja, karena Maxi lebih memilih untuk pulang ke Jakarta saat akhir pekan. Hanya sesekali saja saat hari gajian, pulang kerja singgah sejenak ke pasar swalayan untuk berbelanja. Itu pun kebutuhannya sendiri seringkali banyak yang terlewatkan.

Menjelang pukul tiga, ia sudah ada kembali di dalam mobil dan meluncur ke apartemen Andries. Sesampainya di tempat parkir, ia menyempatkan diri menelepon sang abang. Melapor bahwa ia hendak menginap sampai lusa. Tapi jawaban Andries membuatnya secepat kilat keluar dari mobil dan hampir berlari masuk ke gedung apartemen.

* * *


Ilustrasi : www.pixabay.com (dengan modifikasi)


Catatan :
Berhubung semalam saya sama sekali nggak bisa online karena sinyal internet drop dihajar hujan angin (bahkan mau kasih pengumuman via fb di ponsel pun sama sekali nggak bisa nyambung), maka episode ini baru bisa diunggah pagi ini.
Untuk menghindari kejadian berulang tidak bisa online (karena gangguan cuaca), maka episode selanjutnya (jatah tayang hari ini) sudah ada di draft blog dan dijadwalkan mengudara nanti sore pukul tujuh.
Terima kasih...