Sabtu, 09 Mei 2015

[Cerbung] Rinai Renjana Ungu #3




Kisah sebelumnya : Rinai Renjana Ungu #2

* * *


Anna membereskan alat-alat yang baru saja selesai dipakai Jemmy. Jemmy meneguk kopi panasnya dengan nikmat.

“Lusa aku libur ah, An,” ucap Jemmy.   

“Lho, yang udah terlanjur bikin janji gimana dong, Bang?” Anna menoleh sekilas.

“Aku udah hubungin Shana. Dia mau gantiin aku.”

“Ooo...”

“Ikut yuk, An!”

“Ke mana?”

“Taman Safari.”

“Ogah. Nanti aku jadi obat nyamuk.”

“Hahaha....,” Jemmy terbahak. “Makanya cari pacarlah, An, biar kita bisa double date.”

“Dih... Double date... Mending ngabur sendirian...,” Anna meleletkan lidahnya.

Tok! Tok! Tok!

Jemmy menolehkan kepalanya ke arah pintu yang sedikit terbuka. Kepala Tina menyembul.

“Maaf, Mas Jemmy, ada yang mau vaksinasi kucing.”

“Udah terjadwal?” Jemmy meletakkan cangkir kopinya.

“Udah, Mas. Bu Lea,” Tina mengangguk.

“Ya udah, suruh masuk aja.”

Tak lama kemudian seorang perempuan setengah baya, dengan dandanan sederhana tapi berkelas, masuk sambil menggendong seekor kucing Angora. Anna menyapanya dengan ramah. Setelah berbasa-basi sejenak, Anna pun keluar karena Tina menggantikannya jadi asisten Jemmy.

Dan sosok itu ada di sana, duduk diam di sudut ruang tunggu. Laki-laki itu mengangkat wajahnya sejenak. Lalu tatapan mereka bertemu. Dia membalas senyuman Anna.

“Halo, apa kabar?” Anna menyapa ramah.

Laki-laki itu mengangguk sedikit. “Baik.”

Anna duduk di tempat Tina atau Nunung biasanya berada. Berpura-pura sibuk dengan layar komputer di depannya. Ditunggunya sebuah dialog meriah seperti dua minggu lalu, antara dia dan Steve, putra Bu Lea itu. Tapi nihil. Diam-diam Anna mengutuki hatinya.

“Berapa, Mbak?”

Anna nyaris terjengkang karena kaget. Steve, yang sedang memenuhi pikirannya itu sudah ada di depannya, berbatas meja, dengan dompet berada di tangannya.

“Eh, maaf, saya mengagetkan Anda,” wajah itu tampak menyesal. Tulus.

“Oh, nggak apa-apa,” Anna meringis, menutupi debar jantungnya. “Tapi belum tahu habis berapa, Mas. Silakan ditunggu sebentar.”

Laki-laki itu mengangguk. Dia pun duduk di kursi di depan meja Anna.

“Anda di sini juga? Bukan cuma di pet shop?”

Anna menatap sejenak laki-laki di depannya itu. Seseorang yang sama, sekaligus berbeda. Dia tak mampu menjabarkan rasa berbeda itu. Hanya ‘beda’. Begitu saja.

“Iya, kalau bosen di pet shop ngungsi ke sini,” Anna tersenyum lebar. “Kalau nggak salah Anda tinggal di Bogor ya?” Anna mencoba untuk memecahkan kekakuan itu.

“Betul, Mbak Anna,” laki-laki itu tersenyum dan mengangguk.

Anna menikmati senyum di wajah laki-laki itu. Matanya mengerjap indah.

“Mama saya ternyata langganan di sini ya?”

Anna mengangguk.

“Saya nggak terlalu perhatikan hobi Mama,” laki-laki itu menghela napas panjang.

“Sampai nama kucing saja nggak tahu ya?” goda Anna.

“Kecuali Gilbert,” tawa laki-laki itu pecah.

“Dan Nyungnying,” sambung Anna.

“Wah, yang mana lagi si Nyungnying?” laki-laki itu melebarkan matanya.

“Yang Anda bawa ke sini dua minggu lalu...”

Laki-laki itu mengerutkan keningnya. Dua minggu lalu? Dia ada di Surabaya. Selama seminggu.

“Jadi saya pernah bawa Nyungnying ke sini?” laki-laki itu tampak serius menatap Anna.

Diam-diam Anna menelan ludah. Jangan-jangan laki-laki ini pikun, atau amnesia, atau apalah namanya... Hah, cakep-cakep kok abnormal?

“Ehm... Anda mudah lupa ya?” tanya Anna akhirnya, dengan nada bersahabat, berusaha maklum.

Laki-laki itu masih mengerutkan kening ketika pintu ruang praktek terbuka. Bu Lea menggendong kucingnya. Tina mengikuti di belakang dengan secarik kertas di tangannya. Rincian pembayaran.

“Aku yang bayar, Ma,” laki-laki itu menoleh ke arah Bu Lea.

Perempuan ayu itu tersenyum manis, penuh rasa terima kasih.

Secepatnya pembayaran diselesaikan. Ketika laki-laki itu berbalik setelah urusan selesai, sebuah kalimat menerpa telinganya, “Terima kasih, Mas Steve, sampai ketemu lagi...”

Seketika laki-laki itu berbalik. Menatap Anna dengan senyum di matanya.

“Saya mengerti sekarang,” ucapnya dengan senyum melebar. “Saya Rafael, bukan Steve. Dia kembaran saya.”

Anna ternganga.

* * *

“Kamu tahu sekarang...”

Rafael menoleh sekilas. Ada nada menyesal dalam suara mamanya. Dihelanya napas panjang.

“Anna itu gadis baik-baik. Kalau sampai digaet Steve, mau ditaruh mana muka Mama?” Bu Lea melanjutkan keluhannya.

“Memangnya Steve bilang apa, Ma?”

“Ya seperti biasa, suka, jatuh cinta, bla bla bla... Baru juga dua bulan lalu dia kenalkan Mandira pada Mama, sekarang sudah berubah lagi haluannya, mau membidik Anna.”

“Ya biarlah, Ma. Siapa tahu sama Anna ini Steve bisa berubah?”

“Ah, kamu ini... Santai betul...”

Rafael tertawa mendengar gerutuan mamanya.

“Kamu pacarilah Anna, Raf, selamatkan anak itu.”

“Ma, pacaran juga nggak segampang itu...”

“Ya paling tidak kamu majulah dekati Anna. Mama juga tahu seleramu nggak jauh-jauh dari selera Steve.”

“Jadi ini tujuan Mama menyuruhku pulang dan memaksaku mengantar Mama ke klinik hewan?”

Bu Lea tertawa. “Iyaaa...”

Rafael ikut tertawa. “Ya nantilah, Ma,” ucapnya kemudian.   

“Jangan lama-lama mikirnya,” ucap Bu Lea lugas.

Rafael kembali tertawa.

Tapi tawa itu lenyap ketika dia membelokkan mobil masuk ke carport. Dia tahu sebabnya.

Dan benar saja...

“Sudah kubilang aku saja yang antar Mama ke klinik hewan,” ucap Steve getas.

Rafael menoleh sekilas sambil berlalu dan menyeletuk santai, “Mama yang nyuruh aku anterin kok! Sewot aja sama Mama sana, kalau berani.”

Steve hanya bisa mendengus kesal.

“Ada apa?” Bu Lea menatap Steve.

Steve menghindari tatapan itu. Dia menggeleng. Kemudian berlalu.

* * *

Bersambung ke episode berikutnya : Rinai Renjana Ungu #4


6 komentar:

  1. Nggak sabar nunggun lanjutannya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hehehe... Udah tayang, Buuu...
      Makasih atensinya ya...

      Hapus
  2. aku jugaaaaaaaaaaaa ngga sabar.....

    BalasHapus
    Balasan
    1. Padahal sabar itu subur lho... #eh?! kabur sebelum Pak Subur datang!#
      Makasih mampirnya ya, Mbak MM...

      Hapus
  3. Weeeeewwwwww rivalitas sodara kembar! Seru! Oya lupa aq kalo skrng terbitnya seminggu 3x mba. Ta'balik lg ke chapter terbaru wes ........

    BalasHapus
    Balasan
    1. Niiit! Hoooiii!!! Mulih... muliiih! Ojo kesuwen liburaneee! Hihihi...

      Hapus