Kamis, 07 Mei 2015

[Cerbung] Rinai Renjana Ungu #2





Kisah sebelumnya : Rinai Renjana Ungu #1


* * *

Pelan-pelan Steve mengemudikan mobilnya. GPS di dashboard sudah dimatikannya sejak tadi. Entah kenapa suara pemandu di GPS itu selalu membuatnya pusing sendiri. Daripada konsentrasi mengemudinya pecah dan bisa berakhir dengan celaka, lebih baik dimatikannya saja perangkat itu. Dia lebih mengandalkan GPS yang ada di ponselnya walaupun konsekuensinya dia harus berkali-kali menepikan mobil dan berhenti sejenak untuk memeriksa ulang rutenya.

Ketika dilihatnya sebuah plang besar sedikit menyembul 50 meter di depan, Steve menarik napas lega. Dia sudah sampai di alamat yang dicatatkan mamanya. Sama sekali tidak nyasar. Dihentikannya mobil di depan sebuah klinik dengan plang di bagian depannya. Tempat praktek drh. Jeremy Telmy.

Sekilas dibacanya tulisan dalam plang itu. Rasa geli seketika menyeruak dalam hatinya. Dia tersenyum tertahan.

Jeremy Telmy? Ini serius atau plesetan?

Senyumnya masih tertahan ketika dia menenteng sebuah sangkar kucing keluar dari mobil. Beberapa saat kemudian dia pun masuk ke klinik dokter hewan itu.

Seorang perempuan berkacamata menyapanya dari balik meja resepsionis. Steve melebarkan senyumnya. Kesempatan untuk melepaskan gelinya pada dua potong nama Jeremy Telmy.

“Sore, Mbak,” Steve menyambut ucapan salam resepsionis itu. “Saya mau vaksinasi kucing. Dokternya ada?”

“Ada, Pak,” angguk resepsionis itu. “Sedang ada pasien di dalam. Bapak tunggu sebentar ya? Kartunya dibawa?”

Steve menepuk keningnya. Tadi mamanya sudah memberikan kartu itu, tapi tanpa sengaja ditinggalkannya di atas meja makan.

“Lupa nggak bawa, Mbak,” sesal Steve.

“Oh, nggak apa-apa. Sudah pernah ke sini?”

“Mm...,” Steve terlihat ragu. “Saya sih belum, tapi rasanya dia sudah,” Steve mengangkat sangkar kucing yang ditentengnya.

“Namanya?”

“Steve.”

“Oh... Sebentar saya cari dulu.”

Resepsionis itu kemudian sibuk dengan keyboard dan layar komputernya. Dia mengerutkan dahi. Sampai beberapa saat lamanya dia masih berkutat dengan perangkat komputer. Tapi akhirnya dia menyerah.

“Maaf, Pak, tidak ada kucing Steve terdata di sini. Yakin pernah ke sini?”

Steve terbengong sejenak.

“Adanya iguana yang namanya Steve,” sambung resepsionis itu dengan senyum manisnya.

Steve main ternganga.

Steve? Kucing Steve? Iguana Steve? Astagaaa...

“Mbak, Steve itu saya. Kan tadi Mbak nanya nama?” Steve meringis begitu tersadar..

“Maaf, Pak,” senyum resepsionis itu melebar tanpa bisa ditahan. “Maksud saya nama kucingnya, bukan nama Anda.”

“Oh...,” Steve melepaskan tawanya. “Saya kira Mbak tadi nanyain nama saya. Hehehe... Wah, saya nggak tahu nama kucing ini, Mbak.”

“Waduuuh...”

“Mbak Nung, tolong cek dulu anakan husky yang baru datang tadi ya?” seorang perempuan cantik muncul dari dalam ruang praktek dokter.

Resepsionis itu mengangguk, “Baik, Mbak.”

Beberapa detik kemudian tatapan perempuan itu, Anna, beralih pada kucing dalam sangkar yang sudah nangkring di atas meja.

“Oh... Halo, Nyungnying! Mau vaksinasi ya?” sapanya.

Steve kembali terbengong.

Jadi nama kucing mamanya ini Nyungnying? Bagaimana si cantik ini bisa tahu?

“Jadi kucing ini namanya Nyungnying?” tanya Steve kemudian, tedengar bodoh.

“Hai!” Anna menatap Steve. “Senang bisa bertemu lagi. Gimana kabar Gilbert?”

Steve balik menatap. Bingung. Siapa lagi Gilbert? Tapi dijawabnya juga, “Baik. Luar biasa!”

“Wah, bagus!” senyum Anna melebar.

By the way, kok bisa tahu nama kucing ini Nyungnying?” Steve mengangkat alisnya.

“Ya tahulah...,” angguk Anna. “Kan Bu Lea beli Nyungnying dari saya.”

Anna kemudian sibuk mengetikkan sesuatu di komputer. Steve mengamatinya. Hm... Cantik, kelihatan cerdas, menarik, type-ku... Dan Steve sedikit gelagapan ketika Anna mengangkat wajahnya.

“Tunggu sebentar ya? Masih ada pasien di dalam. Silakan duduk dulu.”

Steve menatap Anna, sedikit nakal. “Saya Steve, dan Mbak? Siapa?”

Anna mengangkat alisnya. Baru seminggu dan dia sudah melupakan namaku? Baiklah, pria tampan!

“Suki,” jawab Anna manis. “Panjangnya Sukiyem.”

Steve hampir tersedak.

Suki? Sukiyem? Jeremy Telmy? Aku ini ada di bumi sebelah mana sih?

Belum sempat Steve bereaksi, pintu ruang praktek sudah terbuka. Seorang laki-laki keluar dengan membopong seekor herder yang tampak pasrah dengan kaki kanan belakangnya terbalut rapi. Di belakangnya, ada seorang gadis kecil yang mengikuti dengan mata sembab. Steve menatap Anna, bertanya.

Anna mengerti arti tatapan Steve. “Ketabrak mobil papanya sendiri.”

“Ooo...,” bibir Steve membundar tanpa suara.

Dia menurut ketika Anna mempersilakannya masuk ke ruang praktek. Sepuluh menit kemudian Nyungnying sudah selesai ditangani. Steve keluar sambil menenteng sangkar Nyungnying. Ditolehnya meja resepsionis. Suki sudah tidak ada. Adanya mbak-mbak resepsionis yang tadi. Dia melangkah ke sana. Menyelesaikan pembayaran.

“Mbak,” celetuk Steve sambil mengeluarkan dompetnya. “Mbak Suki-nya ke mana?”

“Mudik, Pak, udah seminggu. Ayahnya meninggal. Eh, tapi kok bisa kenal Mbak Suki?”

“Lho, baru juga tadi ngobrol di sini,” Steve kaget.

Resepsionis itu mengangkat wajahnya. Menatap Steve dengan mulut sedikit ternganga.

“Mbak Suki belum kembali kok!”

“Lho, yang tadi di sini siapa?”

“Yang tadi? Yang nyuruh saya cek anjing? Itu Mbak Anna, adiknya Mas Jemmy.”

Anna?

“Kok tadi bilangnya namanya Suki?” Steve mengerutkan kening.

Resepsionis itu tertawa. “Hehehe... Bercanda ‘kali, Mas... Mbak Anna sih orangnya gitu, suka bercanda.”

Tepat saat itu Anna masuk lagi.

“Jadi namamu Anna, bukan Suki,” Steve menatap Anna, menuntut jawaban.

Yang ditatap langsung tertawa. Mau tak mau Steve ikut terseret dalam tawa itu.

“Baru juga minggu lalu kita ketemu di pet shop. Kok sudah lupa namaku?” kerling Anna.

Steve mengerutkan kening. Minggu lalu? Dia masih di Belanda minggu lalu. Baru juga pulang kemarin siang. Rasanya ada yang salah. Ditatapnya Anna.

Ya, rasanya ada yang salah!

* * *


Bersambung ke episode berikutnya : Rinai Renjana Ungu #3


12 komentar:

  1. Oh kembar,... membuat hati jadi mmmmmhhhh... halo mbak Cantik... lama deh rasanya menanti-nanti wkwkwkwkwk... met pagi, muach....

    BalasHapus
  2. Aku paling ngakak part dua ini......kocak bingits
    Seterusnya banyak sedihnya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ho'oh nih! Yang nulis emang nggak beres, Mbak Boss...
      Makasih mampirnya ya...

      Hapus
  3. Hadooh, steve namanya kok pasaran ya...lanjut bu

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hihihi... iyaaa... sampe iguana aja namanya Steve.
      Makasih mampirnya, Bu Fabina...

      Hapus
  4. Balasan
    1. Makasih atensinya, Pak Subur... Salam dari pinggiran Bekasi...

      Hapus
  5. Wedeeeeeeew chapter ini koplak! Wakwakwakwak

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hihihi... sing nulis kenthir.
      Suwun mampire yo, Nit...

      Hapus
  6. Nyungnying tan? wkwkwkwk lucu namanya :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Soalnya kalo dikasih nama Nyongnyong takut bau, hehehe...
      Makasih mampirnya, Mbak Put...

      Hapus