Kisah sebelumnya : Rinai Renjana Ungu #1
* * *
Pelan-pelan
Steve mengemudikan mobilnya. GPS di dashboard
sudah dimatikannya sejak tadi. Entah kenapa suara pemandu di GPS itu selalu
membuatnya pusing sendiri. Daripada konsentrasi mengemudinya pecah dan bisa
berakhir dengan celaka, lebih baik dimatikannya saja perangkat itu. Dia lebih
mengandalkan GPS yang ada di ponselnya walaupun konsekuensinya dia harus
berkali-kali menepikan mobil dan berhenti sejenak untuk memeriksa ulang
rutenya.
Ketika
dilihatnya sebuah plang besar sedikit menyembul 50 meter di depan, Steve
menarik napas lega. Dia sudah sampai di alamat yang dicatatkan mamanya. Sama
sekali tidak nyasar. Dihentikannya mobil di depan sebuah klinik dengan plang di
bagian depannya. Tempat praktek drh. Jeremy Telmy.
Sekilas dibacanya tulisan dalam plang itu. Rasa geli
seketika menyeruak dalam hatinya. Dia tersenyum tertahan.
Jeremy Telmy? Ini serius atau plesetan?
Senyumnya masih
tertahan ketika dia menenteng sebuah sangkar kucing keluar dari mobil. Beberapa
saat kemudian dia pun masuk ke klinik dokter hewan itu.
Seorang
perempuan berkacamata menyapanya dari balik meja resepsionis. Steve melebarkan
senyumnya. Kesempatan untuk melepaskan gelinya pada dua potong nama Jeremy
Telmy.
“Sore, Mbak,”
Steve menyambut ucapan salam resepsionis itu. “Saya mau vaksinasi kucing.
Dokternya ada?”
“Ada, Pak,”
angguk resepsionis itu. “Sedang ada pasien di dalam. Bapak tunggu sebentar ya?
Kartunya dibawa?”
Steve menepuk
keningnya. Tadi mamanya sudah memberikan kartu itu, tapi tanpa sengaja ditinggalkannya
di atas meja makan.
“Lupa nggak
bawa, Mbak,” sesal Steve.
“Oh, nggak
apa-apa. Sudah pernah ke sini?”
“Mm...,” Steve
terlihat ragu. “Saya sih belum, tapi rasanya dia sudah,” Steve mengangkat
sangkar kucing yang ditentengnya.
“Namanya?”
“Steve.”
“Oh... Sebentar
saya cari dulu.”
Resepsionis itu
kemudian sibuk dengan keyboard dan
layar komputernya. Dia mengerutkan dahi. Sampai beberapa saat lamanya dia masih
berkutat dengan perangkat komputer. Tapi akhirnya dia menyerah.
“Maaf, Pak,
tidak ada kucing Steve terdata di
sini. Yakin pernah ke sini?”
Steve terbengong
sejenak.
“Adanya iguana yang namanya Steve,” sambung
resepsionis itu dengan senyum manisnya.
Steve main
ternganga.
Steve? Kucing Steve? Iguana Steve? Astagaaa...
“Mbak, Steve itu
saya. Kan tadi Mbak nanya nama?” Steve meringis begitu tersadar..
“Maaf, Pak,” senyum
resepsionis itu melebar tanpa bisa ditahan. “Maksud saya nama kucingnya, bukan
nama Anda.”
“Oh...,” Steve
melepaskan tawanya. “Saya kira Mbak tadi nanyain nama saya. Hehehe... Wah, saya
nggak tahu nama kucing ini, Mbak.”
“Waduuuh...”
“Mbak Nung, tolong
cek dulu anakan husky yang baru
datang tadi ya?” seorang perempuan cantik muncul dari dalam ruang praktek
dokter.
Resepsionis itu
mengangguk, “Baik, Mbak.”
Beberapa detik
kemudian tatapan perempuan itu, Anna, beralih pada kucing dalam sangkar yang
sudah nangkring di atas meja.
“Oh... Halo,
Nyungnying! Mau vaksinasi ya?” sapanya.
Steve kembali
terbengong.
Jadi nama kucing mamanya ini Nyungnying? Bagaimana si cantik ini bisa
tahu?
“Jadi kucing ini
namanya Nyungnying?” tanya Steve kemudian, tedengar bodoh.
“Hai!” Anna
menatap Steve. “Senang bisa bertemu lagi. Gimana kabar Gilbert?”
Steve balik
menatap. Bingung. Siapa lagi Gilbert?
Tapi dijawabnya juga, “Baik. Luar biasa!”
“Wah, bagus!”
senyum Anna melebar.
“By the way, kok bisa tahu nama kucing
ini Nyungnying?” Steve mengangkat alisnya.
“Ya tahulah...,”
angguk Anna. “Kan Bu Lea beli Nyungnying dari saya.”
Anna kemudian
sibuk mengetikkan sesuatu di komputer. Steve mengamatinya. Hm... Cantik, kelihatan cerdas, menarik, type-ku... Dan Steve sedikit
gelagapan ketika Anna mengangkat wajahnya.
“Tunggu sebentar
ya? Masih ada pasien di dalam. Silakan duduk dulu.”
Steve menatap
Anna, sedikit nakal. “Saya Steve, dan Mbak? Siapa?”
Anna mengangkat
alisnya. Baru seminggu dan dia sudah
melupakan namaku? Baiklah, pria tampan!
“Suki,” jawab
Anna manis. “Panjangnya Sukiyem.”
Steve hampir
tersedak.
Suki? Sukiyem? Jeremy Telmy? Aku ini ada di bumi sebelah mana sih?
Belum sempat
Steve bereaksi, pintu ruang praktek sudah terbuka. Seorang laki-laki keluar
dengan membopong seekor herder yang tampak pasrah dengan kaki kanan belakangnya
terbalut rapi. Di belakangnya, ada seorang gadis kecil yang mengikuti dengan
mata sembab. Steve menatap Anna, bertanya.
Anna mengerti
arti tatapan Steve. “Ketabrak mobil papanya sendiri.”
“Ooo...,” bibir
Steve membundar tanpa suara.
Dia menurut
ketika Anna mempersilakannya masuk ke ruang praktek. Sepuluh menit kemudian
Nyungnying sudah selesai ditangani. Steve keluar sambil menenteng sangkar
Nyungnying. Ditolehnya meja resepsionis. Suki sudah tidak ada. Adanya mbak-mbak
resepsionis yang tadi. Dia melangkah ke sana. Menyelesaikan pembayaran.
“Mbak,” celetuk
Steve sambil mengeluarkan dompetnya. “Mbak Suki-nya ke mana?”
“Mudik, Pak,
udah seminggu. Ayahnya meninggal. Eh, tapi kok bisa kenal Mbak Suki?”
“Lho, baru juga
tadi ngobrol di sini,” Steve kaget.
Resepsionis itu
mengangkat wajahnya. Menatap Steve dengan mulut sedikit ternganga.
“Mbak Suki belum
kembali kok!”
“Lho, yang tadi
di sini siapa?”
“Yang tadi? Yang
nyuruh saya cek anjing? Itu Mbak Anna, adiknya Mas Jemmy.”
Anna?
“Kok tadi
bilangnya namanya Suki?” Steve mengerutkan kening.
Resepsionis itu
tertawa. “Hehehe... Bercanda ‘kali, Mas... Mbak Anna sih orangnya gitu, suka
bercanda.”
Tepat saat itu
Anna masuk lagi.
“Jadi namamu
Anna, bukan Suki,” Steve menatap Anna, menuntut jawaban.
Yang ditatap langsung
tertawa. Mau tak mau Steve ikut terseret dalam tawa itu.
“Baru juga
minggu lalu kita ketemu di pet shop.
Kok sudah lupa namaku?” kerling Anna.
Steve
mengerutkan kening. Minggu lalu? Dia
masih di Belanda minggu lalu. Baru juga pulang kemarin siang. Rasanya ada yang
salah. Ditatapnya Anna.
Ya, rasanya ada
yang salah!
* * *
Bersambung ke episode berikutnya : Rinai Renjana Ungu #3
Oh kembar,... membuat hati jadi mmmmmhhhh... halo mbak Cantik... lama deh rasanya menanti-nanti wkwkwkwkwk... met pagi, muach....
BalasHapusMakasih mampirnya ya, Mbak MM...
HapusAku paling ngakak part dua ini......kocak bingits
BalasHapusSeterusnya banyak sedihnya
Ho'oh nih! Yang nulis emang nggak beres, Mbak Boss...
HapusMakasih mampirnya ya...
Hadooh, steve namanya kok pasaran ya...lanjut bu
BalasHapusHihihi... iyaaa... sampe iguana aja namanya Steve.
HapusMakasih mampirnya, Bu Fabina...
good post mbak
BalasHapusMakasih atensinya, Pak Subur... Salam dari pinggiran Bekasi...
HapusWedeeeeeeew chapter ini koplak! Wakwakwakwak
BalasHapusHihihi... sing nulis kenthir.
HapusSuwun mampire yo, Nit...
Nyungnying tan? wkwkwkwk lucu namanya :D
BalasHapusSoalnya kalo dikasih nama Nyongnyong takut bau, hehehe...
HapusMakasih mampirnya, Mbak Put...