Rabu, 09 Desember 2015

[Cerpen Stripping] My Journey #8









Part Eight


Blue, And The Dream Comes True


Canopus...

Dengan cepat kami saling mengenal satu sama lain. Seolah sudah berkawan sejak jaman batu. Entahlah... Mungkin ini namanya jodoh. Yang (bagiku) seolah begitu saja jatuh dari langit.

Selasa, 08 Desember 2015

[Cerpen Stripping] My Journey #7









Part Seven


The Best Man And Me



“Ha...lo...,” ucapku dengan suara seperti tikus terjepit.

Dan senyumnya segera saja membuatku seperti bongkahan coklat yang ditim. Pun ketika ia berdiri dari duduknya dan mengulurkan tangan. Aku segera menjabatnya. Berharap tanganku mau berkompromi sejenak sehingga tidak gemetar dan memalukan.

Senin, 07 Desember 2015

[Cerpen Stripping] My Journey #6








Sebelumnya :  Part Five : Canopus


Part Six


Something Surprising



Kutatap undangan itu untuk kesekian kalinya. Tetap saja tulisan calon mempelainya tak berubah. Yolanda Kumalasari dengan Eugene Eric Setiyadi. Bukan Canopus. Sama sekali bukan!

Jumat, 04 Desember 2015

[Cerpen Stripping] My Journey #5











Part Five


Canopus



Kami saling menatap. Seketika ada bebungaan warna-warni seolah bertaburan di sekitarku. Entah berapa lama aku menatapnya, yang jelas deheman Gia pada akhirnya menyadarkan aku.

Kamis, 03 Desember 2015

[Cerpen Stripping] My Journey #4










Part Four


Extra Size Doesn’t Mean Not Beautiful


Sesungguhnya Berlian benar-benar berhasil menjungkirbalikkan semua konsepku tentang keindahan. Sekaligus memberiku tantangan untuk mewujudkan keindahan dalam bentuk luar biasa itu. Dan bukan keberhasilan untuk menjawab tantangan itu saja hal baik yang kuperoleh. Tapi juga sesuatu yang membuat aku lebih bisa menggunakan hati dalam melihat segalanya yang ada di sekitarku.

Rabu, 02 Desember 2015

[Cerpen Stripping] My Journey #3











Part Three


Colorful is Also Beautiful



Pada akhirnya aku menyerah.  Hari ini, record yang kumiliki sebagai seorang perempuan (cantik) berhati nenek sihir terpaksa patah untuk kesekian kalinya. Prinsipku berhasil mengalahkan egoku. Bahwa semua customer adalah ratu, dan gaun yang itu bisa jadi segera out of date kalau menungguku memakainya.

Selasa, 01 Desember 2015

[Cerpen Stripping] My Journey #2








Sebelumnya : Part One : Everything is Beautiful


Part Two


White is Always Beautiful



Putih sebetulnya bukan warna favoritku. Aku lebih menyukai warna biru langit. Biru terang yang sebiru-birunya. Seolah warna itu bisa melambungkan aku begitu tinggi menggapai arakan mega di langit. Dan di atas gumpalan-gumpalan mega itu aku akan menemukan pangeranku. Memegang harpa kecil dan menyanyikan lagu cinta untukku.

Senin, 30 November 2015

[Cerpen Stripping] My Journey #1








Part One


Everything is Beautiful



Huuuffft...

Kuhembuskan napas keras-keras sambil menghempaskan punggungku  ke sandaran kursi. Pening. Letih. Kurang tidur. Dan lain sebagainya. Semuanya bertumpuk jadi satu.
 

Kamis, 26 November 2015

[Cerbung] Ruang Ketiga #12







Episode sebelumnya :  Ruang Ketiga #11


* * *


Dua Belas


Entah sudah berapa lama Swandito tertidur. Yang jelas ia terjaga dengan perut terasa keroncongan. Ia menyipitkan mata ke arah jam dinding. Sudah pukul dua siang.

Lama juga aku tertidur...

Senin, 23 November 2015

[Cerbung] Ruang Ketiga #11







Episode sebelumnya :  Ruang Ketiga #10


* * *


Sebelas


Udara cerah Jogja sore hari menyambut Swandito ketika turun dari pesawat yang ditumpanginya dari Denpasar, menyambung perjalanannya dari Perth. Tapi semua itu sungguh berbanding terbalik dengan suasana hatinya. Deretan huruf dalam BBM yang kemarin dikirimkan Dahlia seolah terus bermain di depan matanya.

Kamis, 19 November 2015

[Cerbung] Ruang Ketiga #10








Episode sebelumnya :  Ruang Ketiga #9


* * *


Sepuluh


Dahlia berbaring berdampingan dengan Srikandi di ranjang besar itu. Tanpa sadar Dahlia mengulum senyum ketika membayangkan bahwa pastilah setiap ayah dan ibunya menempati ranjang itu bersama-sama, ayahnya akan menempati tiga per lima lebar ranjang itu, sementara ibunya hanya mendapat jatah sisanya.

Senin, 16 November 2015

[Cerbung] Ruang Ketiga #9








Episode sebelumnya :  Ruang Ketiga #8


* * *


Sembilan


Srikandi mengerutkan kening ketika melihat ada mobil lain mengikuti mobil Priyo yang masuk ke garasi. Dan keningnya berkerut makin dalam ketika melihat Dahlia turun dari mobilnya sambil menenteng sebuah travel bag.

“Mau ke mana?” tanyanya langsung, menatap Dahlia. “Kok bawa-bawa tas besar?”

Kamis, 12 November 2015

[Cerbung] Ruang Ketiga #8







Episode sebelumnya :  Ruang Ketiga #7


* * *


Delapan


Hening.

Dahlia pelan-pelan membuka matanya. Bagian ranjang di sebelahnya sudah kosong. Dahlia tersentak. Ia segera bangun dan mendapati bahwa dua buah kopor besar dan dua buah travel bag yang sudah disiapkan sendiri oleh Swandito semalam, begitu mereka pulang dari peringatan 40 hari mendiang Wulansari Rumekso, sudah lenyap dari sudut kamar.

Senin, 09 November 2015

[Cerbung] Ruang Ketiga #7







Episode sebelumnya :  Ruang Ketiga #6


* * *


Tujuh


Waktu terus berputar dan seluruh rangkaian acara pernikahan Seruni dan Hazel terus mendekat. Segala urusan perawatan calon mempelai perempuan sudah diambil alih sang dhukun manten, membuat Dahlia bisa mengalihkan perhatiannya pada hal lain.

Kamis, 05 November 2015

[Cerbung] Ruang Ketiga #6







Episode sebelumnya :  Ruang Ketiga #5


* * *


Enam


Seisi mobil dan segalanya di luar kaca seakan berputar di mata Swandito begitu Karsiman meluncurkan mobil meninggalkan rumah Rengga. Ia merebahkan sedikit sandaran jok, kemudian hanya bisa duduk bersandar sambil memejamkan mata.

“Bapak mau saya antar ke dokter?” suara Karsiman terdengar mengandung kekhawatiran.

Swandito menggeleng samar tanpa membuka matanya. “Ndak usah, Pak. Langsung pulang saja. Aku cuma butuh istirahat.”

Senin, 02 November 2015

[Cerbung] Ruang Ketiga #5








Episode sebelumnya :  Ruang Ketiga #4



* * *


Lima


Entah kenapa Dahlia menyukai keheningan yang terasa menenangkan seperti ini. Sendirian di dapur. Mengaduk kuah kaldu berbumbu aneka rempah, dan mencicipi rasanya sesekali. Dan Mbok Saminten, abdinya yang paling setia, dengan halus dipaksanya menyingkir. Keluar sejenak membeli lotek untuk makan siang. Meninggalkan Dahlia sendirian menikmati keheningannya.

Kamis, 29 Oktober 2015

[Cerbung] Ruang Ketiga #4







Episode sebelumnya :  Ruang Ketiga #3


* * *


Empat


Swandito menurunkan Seruni tanpa mampir dulu ke salon. Dengan langkah ringan, Seruni memasuki salon Dahlia. Beberapa pegawai Dahlia menyambutnya dengan senyum penuh penghormatan dan keramahan. Seruni menanggapinya dengan ceria. Bila kemarin ia menjalani perawatan pijat dan lulur, hari ini rencananya ia akan menjalani perawatan wajah, rambut, dan kuku.

Senin, 26 Oktober 2015

[Cerbung] Ruang Ketiga #3







Episode sebelumnya :  Ruang Ketiga #2


* * *


Tiga


Bukan!

Swandito menggeleng samar.

Bukan cemburu...

Swandito menarik napas dalam, kemudian menghembuskannya pelan-pelan.

Kamis, 22 Oktober 2015

[Cerbung] Ruang Ketiga #2








Episode sebelumnya :  Ruang Ketiga  #1


* * *


Dua


Dahlia menatap kosong pemandangan yang seolah berlari di luar jendela mobil. Yang terpantul di kaca jendela hanya satu wajah. Yang bergema di telinganya hanya satu nama. Dan yang memenuhi benaknya hanya satu sosok.

Rengga.

Senin, 19 Oktober 2015

[Cerbung] Ruang Ketiga #1







Prolog


Adalah kau
Adalah aku
Adalah mereka
Berdiam di ruang pertama

Adalah sebuah masa
Termangu tergeletak
Menyimpan jalinan waktu lalu
Layaknya kotak pandora
Berdiam di ruang kedua

Dan ruang ketiga
Adalah kita
Di bawah atap yang sama
Di atas ranjang yang sama
Di dalam kehidupan yang sama
Dengan hati yang berbeda


* * *

Jumat, 09 Oktober 2015

[Cerbung] CUBICLE #20





Kisah sebelumnya : CUBICLE #19


* * *


Dua Puluh


Ulang tahun kedua Rira diadakan pukul sepuluh pagi. Tapi khusus untuk geng sarap, acaranya diadakan pukul satu siang. Seusai misa, Bara dan aku masih sempat mencari kado istimewa buat Rira. Pilihan Bara jatuh pada sebuah teddy bear lucu berukuran besar berwarna cokelat dengan baju bermotif tartan berwarna khas merah-hitam. Aku sendiri sejak beberapa hari lalu sudah menyiapkan kado berupa sehelai baju cantik dan sepasang sepatu imut sebagai padanannya.

Kamis, 08 Oktober 2015

[Cerpen] Mendhol Kecing







Kulkas satu pintu di sudut dapur itu bagaikan brankas harta karun bagi Zara. Setelah melalui hari yang melelahkan di kantor, sekaranglah saatnya membuka brankas harta karun itu, mengeluarkan sesuatu dari dalamnya, membaui aromanya, menggorengnya, dan kemudian melahapnya sampai habis ditemani nasi putih hangat dan sedikit sambal.

Rabu, 07 Oktober 2015

[Cerbung] CUBICLE #19





Kisah sebelumnya : CUBICLE #18


* * *


Sembilan Belas


“Kenapa baru ngomong sekarang sih?” kutatap Bara yang duduk manis di sofaku.

Aku tak menemukan topik lain untuk dibahas. Kali ini aku hanya berdua saja dengannya di apartemenku. Fajar pamitan mau menjemput Mita. Driya dan Yussi baru saja ikutan pamit mau belanja bahan untuk makan siang. Mereka berdua yang ngotot mau memasak.

Senin, 05 Oktober 2015

[Cerbung] CUBICLE #18





Kisah sebelumnya : CUBICLE #17


* * *


Delapan Belas


Yussi tengkurap di atas ranjangku. Kepalanya menyangkut di atas guling. Menoleh ke arahku.

“Baru sekarang-sekarang ini gue ngerasain kayak gini,” gumamnya.

“Ngerasain apa?” kuhempaskan punggungku ke atas ranjang.

“Kacaunya perasaan gue.”

Jumat, 02 Oktober 2015

[Cerbung] CUBICLE #17





Kisah sebelumnya : CUBICLE #16


* * *


Tujuh Belas


Kupikir aku memang harus secepatnya ‘menyelesaikan’ urusanku dengan Yussi. Sahabat yang saling menghindar satu sama lain itu bukan kejadian yang menyenangkan. Ada ganjalan tertentu di hati.

Saat itu tiba ketika sekembalinya dari maksi, aku mendapati Yussi tengah duduk di cubicle-nya. Sendirian. Tampaknya geng sarap selain Yussi dan aku tengah menyebar entah ke mana. Kesempatan bagus!

Rabu, 30 September 2015

[Cerbung] CUBICLE #16





Kisah sebelumnya : CUBICLE #15


* * *


Enam Belas


Aku benar-benar tak menduga kalau pada akhirnya Driya akan terlibat juga dalam keruwetan jalinan di dalam geng sarap. Yussi? Tidak. Aku sama sekali tak merasa cemburu. Tapi melihat ada sejarah tertentu di balik itu, ketika dia marah padaku dan menyebut-nyebut Bara, bukankah sudah terlihat jelas ruwetnya?

Senin, 28 September 2015

[Cerbung] CUBICLE #15





Kisah sebelumnya : CUBICLE #14



* * *


Lima Belas


Kamis menjelang siang, ketika sedang menunggu Josh keluar dari sekolah TK-nya, notifikasi email di ponselku berbunyi. Ketika kuperiksa, ternyata dari Bang Togi, Kabag Produksi MemoLineAd. Dia mengirimiku beberapa copy file rekaman hasil shooting Bara dengan pasukan satpamnya. Dalam email itu dia menjelaskan bahwa semuanya masih mentah. Menunggu aku selesai cuti untuk diolah bersamaku. Atau kalau aku ada waktu, dipersilakannya aku untuk menyuntingnya lebih dulu sesuai keinginanku.

Jumat, 25 September 2015

[Cerbung] CUBICLE #14





Kisah sebelumnya : CUBICLE #13



* * *


Empat Belas


Jarak Jakarta-Bandung memang tak jauh. Tapi selama ini aku memang tidak terlalu sering pulang. Aku lebih suka mengumpulkan cuti dan menghabiskannya sekaligus di Bandung. Terkadang Ayah dan Bunda juga muncul begitu saja di apartemenku. Tapi sudah sekitar lima bulan ini tidak. Ternyata Ayah sedang sibuk di perusahaan konsultan baru yang didirikannya bersama beberapa rekannya sesama pensiunan. Bunda juga sibuk dengan kegiatan sosialnya.

Rabu, 23 September 2015

[Cerbung] CUBICLE #13





Kisah sebelumnya : CUBICLE #12



* * *



Tiga Belas


Kalau sebelumnya aku cukup menggebu untuk terlibat langsung dalam penggarapan iklan Multijossgandos, sekarang aku memutuskan untuk menyerahkan sepenuhnya urusan itu ke bagian produksi. Secara profesional memang seharusnya begitu. Dan setelah kejadian tak mengenakkan dengan geng sarap hampir seminggu yang lalu, aku mencoba untuk ‘bersikap profesional’ dan ‘mengesampingkan urusan pribadi’.

Senin, 21 September 2015

[Cerbung] CUBICLE #12





Kisah sebelumnya : CUBICLE #11



* * *



Dua Belas


Aku terbangun karena ponselku berteriak dan bergetar berkali-kali minta diperhatikan. Antara sadar dan tidak, aku ingat kalau itu bukan bunyi alarm. Akhirnya aku meraba ke samping bantalku. Ketika jemariku menggenggam ponsel bawel itu, dia malah diam membisu. Tapi ketika kulepaskan lagi, dia kembali berteriak.

“Halo!”

“Eh, Sas, sori banget... Lu udah tidur ya?”

Mataku terbuka seketika. Yussi?