Senin, 04 Mei 2015

[Cerbung] Rinai Renjana Ungu #1






Denting bel pintu membuat Anna mengangkat wajahnya. Seorang laki-laki bertubuh tinggi tegap melangkah masuk. Sekilas Anna melihat Tikno dan Suri sedang sibuk melayani pelanggan yang sudah datang lebih dulu. Anna pun memutuskan untuk meninggalkan mejanya.

“Selamat siang, Pak. Ada yang bisa dibantu?” sapanya ramah.

Laki-laki tampan berkacamata minus itu menatapnya. Tanpa sadar Anna menikmati tatapan itu. Tatapan yang bening. Sama sekali bukan tatapan kurang ajar. Anna pun melebarkan senyumnya.

“Selamat siang, Mbak,” laki-laki itu membalas sapaan Anna. “Saya cari kucing Persia. Ada?”

“Oh, ada,” jawab Anna. “Anda mau yang range harganya berapa?”

“Berapa saja,” ucapnya tanpa pikir panjang.

Anna mengangguk mengerti. Hm... Pembeli yang tak memusingkan harga begini selalu membuatnya bersemangat. Mungkin membeli untuk kekasihnya, pikir Anna jahil. Dalam hati dia tertawa. Banyak sekali akal laki-laki untuk mengesankan si pujaan hati!

“Mari ikut saya, Pak. Anda bisa memilih sendiri di belakang.”

“Terima kasih, Mbak,” laki-laki itu mengangguk, kemudian mengikuti langkah gesit Anna menuju ke belakang pet shop.

Pet shop itu cukup besar, dengan bagian belakang yang cukup luas. Pada bagian kiri ada semacam hall yang terbagi jadi dua bagian dengan langit-langit cukup tinggi yang dibatasi oleh pagar terbuat dari anyaman kawat hingga mencapai langit-langit. Di dalamnya ada belasan kandang kucing yang tertata rapi. Belasan kucing terlihat sedang berkeliaran di dalam kedua bagian hall itu. Pada bagian kanan ada lagi hall yang sama dengan di bagian kiri, hanya saja isinya adalah belasan kandang anjing. Kedua bagian itu dipisahkan oleh sebuah taman kecil yang tertata apik dan penuh dengan anggrek, kaktus, dan bonsai.

“Silahkan, Pak, Anda bisa memilih sendiri,” Anna membuka pintu hall kucing dan mengajak laki-laki itu masuk ke dalamnya.

Laki-laki itu sejenak termangu di depan hall itu. Sesungguhnya dia tak mengerti harus memilih kucing yang seperti apa. Di matanya, semua kucing terlihat sama. Hewan berkaki empat, berekor, berbulu, dan matanya bisa bersinar dalam gelap. Hanya sejauh itu pengetahuannya. Selanjutnya? Dia menyerah.

Dia kemudian menatap Anna dengan putus asa. “Saya nggak tahu harus memilih yang mana,” ucapnya jujur.

Anna melongo sekejap. Tapi tatapan bening laki-laki itu membuatnya segera tersadar.

“Mau saya pilihkan?”

Laki-laki itu mengangguk antusias. Anna tersenyum maklum. Berusaha untuk menghargai ‘kebodohan’ pembeli dagangannya.

“Mau yang jantan atau betina?”

“Mm...,” laki-laki itu berpilir sejenak. “Sepertinya yang jantan saja, Mbak. Repot nanti kalau beranak.”

Segera saja Anna sibuk memilih beberapa ekor kucing Persia jantan di salah satu bagian hall kucing. Dibantu seorang asisten yang terpaksa dipanggilnya ketika kebetulan lewat, Anna berhasil mengumpulkan tiga ekor kucing gendut berkepala bulat berhidung pesek.

“Ini, Pak,” Anna menunjukkan kucing pilihannya. “Silahkan pilih warnanya.”

Laki-laki itu mengamati kucing-kucing pilihan Anna. Dahinya sedikit berkerut. Beberapa detik kemudian ditatapnya Anna.

“Ini Persia semua? Kalau Angora yang bagaimana?”

“Angora itu hidungnya lebih mancung. Kalau pesek, itu Persia. Bapak mau yang mana? Persia atau Angora?” ucap Anna sabar.

“Aduh... Bingung saya, Mbak...,” wajah laki-laki itu memerah sedikit. “Saya benar-benar buta soal kucing.”

“Oh...,” Anna mengangguk maklum. “Tapi memelihara kucing nggak gampang juga, Pak. Apalagi untuk kucing rumahan macam ini.”

“Mama saya sudah biasa, kok,” jawab laki-laki itu sambil menatap kucing-kucing pilihan Anna. Beberapa saat kemudian dia menatap Anna, “Saya beli buat mama saya. Ulangtahunnya hari ini.”

Anna tersenyum. Anak yang berbakti..., dia melebarkan senyumnya dalam hati.

“Hm... Saya ambil yang itu saja deh!,” laki-laki itu kemudian menunjuk kucing yang digendong Anna.

Anna menatap kucing dalam gendongannya. Seekor kucing gendut berwarna abu-abu muda yang tampak begitu bersih.

“Saya harap Anda tidak punya saudara bernama Gilbert,” Anna tertawa. “Kucing ini namanya Gilbert.”

Laki-laki itu mengangkat alisnya. “Gilbert?”

“Yup!”

Tawa laki-laki itu pecah. “Kereeen...”

“Atau Bapak masih mau melihat yang Angora?” Anna menawarkan pilihan lain.

Tapi laki-laki itu menggeleng. Ditatapnya kucing Persia gendut yang masih berada dalam gendongan Anna.

“Yang itu saja, Mbak. Gilbert. Lucu sekali kelihatannya.”

Anna mengangguk, kemudian menoleh kepada asistennya, “Tin, tolong siapin kandangnya ya!”

“Baik, Mbak.”

Anna membawa Gilbert ke dalam pet shop. Laki-laki itu mengekor di belakangnya.

“Kucing mama Anda ada berapa?” tanya Anna sambil terus berjalan.

“Wah, berapa ya? Saya nggak ingat. Sepertinya sih ada tiga,” ucap laki-laki itu. “Saya tinggal di Bogor soalnya, bukan di sini.”

“Oh...,” Anna menggangguk paham.

“Oh ya, berapa harganya, Mbak?”

“Gilbert ini kucing pedigree, Pak, jadi agak mahal. Masuk ke breed quality. Saya bisa lepas 6,7 juta saja. Itu sudah termasuk paket vaksinasi, kandang, dan stock pakannya untuk sebulan.”

“Oh... Oke, nggak masalah. Cuma saya nggak ngerti istilahnya tadi. Maksudnya gimana, Mbak?” laki-laki itu sedikit mengerutkan kening.

“Kucing pedigree maksudnya bersertifikat. Jadi kemurnian rasnya bisa dipertanggungjawabkan. Kalau breed quality artinya dia layak untuk jadi bibit perkembangbiakan karena keturunannya bagus. Pendeknya, Gilbert memang berasal dari cattery lokal, tapi bersertifikat asli dan berkualitas bagus sebagai pejantan. Cattery akan dengan senang hati meminjam kucing berkualitas seperti Gilbert. Tidak gratis tentunya,” Anna tersenyum.

“Oh, gitu...,” laki-laki itu manggut-manggut.

“Silahkan diisi form-nya, Pak. Kalau bisa memakai nama dan alamat mama Anda untuk data pemilik, kalau ada apa-apa supaya kami dapat dengan mudah menghubungi pemelihara Gilbert,” Anna menyodorkan selembar kertas.

Dengan cepat laki-laki itu mengisi form. Diam-diam Anna merasa terkesan dengan tulisan tangan laki-laki itu. Rata dan rapi. Hm... Menarik! Anna membatin.

“Bisa terima debit, Mbak?” laki-laki itu mengangkat wajahnya.

Tatapan mereka bertemu sedetik. Mendadak laki-laki itu merasa tubuhnya seperti dialiri listrik. Setrum yang menjangkau sudut perasaannya. Mata laki-laki itu mengerjap.

“Bisa,” jawab Anna pendek.

Setelah selesai dengan urusan pembayaran, Anna menyerahkan kandang Gilbert pada laki-laki itu. Sekilas laki-laki itu mendengar bisikan Anna, “Gilbert, I’ll miss you...” Dan tatapan Anna kembali terarah padanya, menimbulkan aliran setrum yang masih sama.

“Kalau ada apa-apa bawa saja Gilbert ke sini,” ucap Anna. “Kami punya klinik hewan di sebelah. Saya sudah catatkan juga jadwal vaksinasi Gilbert. Semoga mama Anda senang dengan kehadiran Gilbert.”

“Baik, Mbak...,” laki-laki itu menggantung kalimatnya.

Anna mengerti.

“Anna,” jawabnya. “Nama saya Anna. Selamat ulang tahun buat mama Anda, ya?”

“Baik, Mbak Anna, terima kasih ucapannya,” laki-laki itu mengangguk sopan.

“Terima kasih sudah berkunjung. Sampai bertemu lagi...”

Dan ketika laki-laki tampan itu menghilang di balik pintu, Anna mengamati formulir di tangannya. Kembali terkesan dengan tulisan tangan yang tertinggal dalam formulir itu. Sejenak dia tertegun ketika membaca data pemilik baru Gilbert. Lea Sanita. Ibu Lea? Jadi laki-laki ganteng itu tadi putra Ibu Lea? Hm...

Entah kenapa ada yang berdenting di dalam hatinya. Tanpa bisa dicegah. Tapi sejenak kemudian dia menepuk keningnya.

Namanya!

Baru dia meyadari bahwa dia belum tahu siapa nama laki-laki itu.


* * *

Bersambung ke episode berikutnya : Rinai Renjana Ungu #2


16 komentar:

  1. Balasan
    1. Siapa yaaa? Hehehe...
      Makasih mampirnya, Bu Fabina...

      Hapus
  2. Balasan
    1. Ganteng dunkz cyyyn... Hahaha...
      Makasih mampirnya, Mbak MM...

      Hapus
  3. ganteng ganteng..kuciiiiing..!
    wkwkwkk..


    gilbert..(pisan) namanya.
    <3

    BalasHapus
    Balasan
    1. Masiyo kucing nek ganteng... *mbulet ae, hihihi...*
      Nuwus mampire yo, Mak...

      Hapus
  4. Selalu suka walau sdh berkali2 mbacanya, jempol buat mbak lizz

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aih... eike jadi malu... Soalnya banyak daur ulangnya.
      Makasih atensinya, Mbak Ita... Salam kenal...

      Hapus
    2. Salam kenal kembali dr medan mbak lizz, duh senenk nya komenku dibales seleb spt mbak lizz, udah taonan jd fans sjk di K, baru sekarang bs komen, waktu disono gagal mulu..sukses ya mbak...

      Hapus
    3. Jiakakak... seleb... seleb film kartun kali...
      Makasih ya...

      Hapus
  5. Mbaaaaa aq hadir! Telat gpp yoh? Ojok disetrap aq......... qiqiqiqiqiq

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hayo ngadeg ng pojokan! Hihihi...
      Suwun mampire yo, Nit...

      Hapus
  6. Balasan
    1. Kenapa? Kenapa? Hehehe...
      Makasih mampirnya, Mas Ryan...

      Hapus
  7. Balasan
    1. Nanti juga dateng sendiri. Datang tak diundang, pulang tak diantar, hihihi...
      Makasih mampirnya, Mbak Put...

      Hapus