Denting
bel pintu membuat Anna mengangkat wajahnya. Seorang laki-laki bertubuh tinggi
tegap melangkah masuk. Sekilas Anna melihat Tikno dan Suri sedang sibuk
melayani pelanggan yang sudah datang lebih dulu. Anna pun memutuskan untuk
meninggalkan mejanya.
“Selamat
siang, Pak. Ada yang bisa dibantu?” sapanya ramah.
Laki-laki
tampan berkacamata minus itu menatapnya. Tanpa sadar Anna menikmati tatapan
itu. Tatapan yang bening. Sama sekali bukan tatapan kurang ajar. Anna pun
melebarkan senyumnya.
“Selamat siang, Mbak,” laki-laki itu
membalas sapaan Anna. “Saya cari kucing Persia. Ada?”
“Oh, ada,” jawab Anna. “Anda mau yang range harganya berapa?”
“Berapa saja,” ucapnya tanpa pikir
panjang.
Anna mengangguk mengerti. Hm... Pembeli yang tak memusingkan harga
begini selalu membuatnya bersemangat. Mungkin
membeli untuk kekasihnya, pikir Anna jahil. Dalam hati dia tertawa. Banyak
sekali akal laki-laki untuk mengesankan si pujaan hati!
“Mari ikut saya, Pak. Anda bisa
memilih sendiri di belakang.”
“Terima kasih, Mbak,” laki-laki itu mengangguk,
kemudian mengikuti langkah gesit Anna menuju ke belakang pet shop.
Pet
shop itu cukup besar,
dengan bagian belakang yang cukup luas. Pada bagian kiri ada semacam hall yang terbagi jadi dua bagian dengan
langit-langit cukup tinggi yang dibatasi oleh pagar terbuat dari anyaman kawat
hingga mencapai langit-langit. Di dalamnya ada belasan kandang kucing yang
tertata rapi. Belasan kucing terlihat sedang berkeliaran di dalam kedua bagian hall itu. Pada bagian kanan ada lagi hall yang sama dengan di bagian kiri,
hanya saja isinya adalah belasan kandang anjing. Kedua bagian itu dipisahkan
oleh sebuah taman kecil yang tertata apik dan penuh dengan anggrek, kaktus, dan
bonsai.
“Silahkan, Pak, Anda bisa memilih
sendiri,” Anna membuka pintu hall
kucing dan mengajak laki-laki itu masuk ke dalamnya.
Laki-laki itu sejenak termangu di
depan hall itu. Sesungguhnya dia tak
mengerti harus memilih kucing yang seperti apa. Di matanya, semua kucing
terlihat sama. Hewan berkaki empat, berekor, berbulu, dan matanya bisa bersinar
dalam gelap. Hanya sejauh itu pengetahuannya. Selanjutnya? Dia menyerah.
Dia kemudian menatap Anna dengan putus
asa. “Saya nggak tahu harus memilih yang mana,” ucapnya jujur.
Anna melongo sekejap. Tapi tatapan
bening laki-laki itu membuatnya segera tersadar.
“Mau saya pilihkan?”
Laki-laki itu mengangguk antusias.
Anna tersenyum maklum. Berusaha untuk menghargai ‘kebodohan’ pembeli
dagangannya.
“Mau yang jantan atau betina?”
“Mm...,” laki-laki itu berpilir
sejenak. “Sepertinya yang jantan saja, Mbak. Repot nanti kalau beranak.”
Segera saja Anna sibuk memilih
beberapa ekor kucing Persia jantan di salah satu bagian hall kucing. Dibantu seorang asisten yang terpaksa dipanggilnya
ketika kebetulan lewat, Anna berhasil mengumpulkan tiga ekor kucing gendut berkepala
bulat berhidung pesek.
“Ini, Pak,” Anna menunjukkan kucing
pilihannya. “Silahkan pilih warnanya.”
Laki-laki itu mengamati kucing-kucing
pilihan Anna. Dahinya sedikit berkerut. Beberapa detik kemudian ditatapnya
Anna.
“Ini Persia semua? Kalau Angora yang
bagaimana?”
“Angora itu hidungnya lebih mancung.
Kalau pesek, itu Persia. Bapak mau yang mana? Persia atau Angora?” ucap Anna
sabar.
“Aduh... Bingung saya, Mbak...,” wajah
laki-laki itu memerah sedikit. “Saya benar-benar buta soal kucing.”
“Oh...,” Anna mengangguk maklum. “Tapi
memelihara kucing nggak gampang juga, Pak. Apalagi untuk kucing rumahan macam
ini.”
“Mama saya sudah biasa, kok,” jawab
laki-laki itu sambil menatap kucing-kucing pilihan Anna. Beberapa saat kemudian
dia menatap Anna, “Saya beli buat mama saya. Ulangtahunnya hari ini.”
Anna tersenyum. Anak yang berbakti..., dia melebarkan senyumnya dalam hati.
“Hm... Saya ambil yang itu saja deh!,”
laki-laki itu kemudian menunjuk kucing yang digendong Anna.
Anna menatap kucing dalam
gendongannya. Seekor kucing gendut berwarna abu-abu muda yang tampak begitu
bersih.
“Saya harap Anda tidak punya saudara
bernama Gilbert,” Anna tertawa. “Kucing ini namanya Gilbert.”
Laki-laki itu mengangkat alisnya.
“Gilbert?”
“Yup!”
Tawa laki-laki itu pecah. “Kereeen...”
“Atau Bapak masih mau melihat yang
Angora?” Anna menawarkan pilihan lain.
Tapi laki-laki itu menggeleng.
Ditatapnya kucing Persia gendut yang masih berada dalam gendongan Anna.
“Yang itu saja, Mbak. Gilbert. Lucu
sekali kelihatannya.”
Anna mengangguk, kemudian menoleh
kepada asistennya, “Tin, tolong siapin kandangnya ya!”
“Baik, Mbak.”
Anna membawa Gilbert ke dalam pet shop. Laki-laki itu mengekor di
belakangnya.
“Kucing mama Anda ada berapa?” tanya
Anna sambil terus berjalan.
“Wah, berapa ya? Saya nggak ingat.
Sepertinya sih ada tiga,” ucap laki-laki itu. “Saya tinggal di Bogor soalnya,
bukan di sini.”
“Oh...,” Anna menggangguk paham.
“Oh ya, berapa harganya, Mbak?”
“Gilbert ini kucing pedigree, Pak, jadi agak mahal. Masuk ke
breed quality. Saya bisa lepas 6,7
juta saja. Itu sudah termasuk paket vaksinasi, kandang, dan stock pakannya untuk sebulan.”
“Oh... Oke, nggak masalah. Cuma saya
nggak ngerti istilahnya tadi. Maksudnya gimana, Mbak?” laki-laki itu sedikit
mengerutkan kening.
“Kucing pedigree maksudnya bersertifikat. Jadi kemurnian rasnya bisa
dipertanggungjawabkan. Kalau breed
quality artinya dia layak untuk jadi bibit perkembangbiakan karena
keturunannya bagus. Pendeknya, Gilbert memang berasal dari cattery lokal, tapi bersertifikat asli dan berkualitas bagus
sebagai pejantan. Cattery akan dengan
senang hati meminjam kucing berkualitas seperti Gilbert. Tidak gratis
tentunya,” Anna tersenyum.
“Oh, gitu...,” laki-laki itu manggut-manggut.
“Silahkan diisi form-nya, Pak. Kalau bisa memakai nama dan alamat mama Anda untuk
data pemilik, kalau ada apa-apa supaya kami dapat dengan mudah menghubungi
pemelihara Gilbert,” Anna menyodorkan selembar kertas.
Dengan cepat laki-laki itu mengisi form. Diam-diam Anna merasa terkesan
dengan tulisan tangan laki-laki itu. Rata dan rapi. Hm... Menarik! Anna membatin.
“Bisa terima debit, Mbak?” laki-laki itu mengangkat wajahnya.
Tatapan mereka bertemu sedetik.
Mendadak laki-laki itu merasa tubuhnya seperti dialiri listrik. Setrum yang
menjangkau sudut perasaannya. Mata laki-laki itu mengerjap.
“Bisa,” jawab Anna pendek.
Setelah selesai dengan urusan
pembayaran, Anna menyerahkan kandang Gilbert pada laki-laki itu. Sekilas
laki-laki itu mendengar bisikan Anna, “Gilbert, I’ll miss you...” Dan tatapan Anna kembali terarah padanya,
menimbulkan aliran setrum yang masih sama.
“Kalau ada apa-apa bawa saja Gilbert
ke sini,” ucap Anna. “Kami punya klinik hewan di sebelah. Saya sudah catatkan
juga jadwal vaksinasi Gilbert. Semoga mama Anda senang dengan kehadiran Gilbert.”
“Baik, Mbak...,” laki-laki itu
menggantung kalimatnya.
Anna mengerti.
“Anna,” jawabnya. “Nama saya Anna.
Selamat ulang tahun buat mama Anda, ya?”
“Baik, Mbak Anna, terima kasih
ucapannya,” laki-laki itu mengangguk sopan.
“Terima kasih sudah berkunjung. Sampai
bertemu lagi...”
Dan ketika laki-laki tampan itu
menghilang di balik pintu, Anna mengamati formulir di tangannya. Kembali
terkesan dengan tulisan tangan yang tertinggal dalam formulir itu. Sejenak dia
tertegun ketika membaca data pemilik baru Gilbert. Lea Sanita. Ibu Lea? Jadi laki-laki ganteng itu tadi
putra Ibu Lea? Hm...
Entah kenapa ada yang berdenting di
dalam hatinya. Tanpa bisa dicegah. Tapi sejenak kemudian dia menepuk keningnya.
Namanya!
Baru dia meyadari bahwa dia belum tahu
siapa nama laki-laki itu.
* * *
Bersambung ke episode berikutnya : Rinai Renjana Ungu #2
Waduh, siapa sih cowok itu?
BalasHapusSiapa yaaa? Hehehe...
HapusMakasih mampirnya, Bu Fabina...
Ganteng,... mmmmmh.
BalasHapusGanteng dunkz cyyyn... Hahaha...
HapusMakasih mampirnya, Mbak MM...
ganteng ganteng..kuciiiiing..!
BalasHapuswkwkwkk..
gilbert..(pisan) namanya.
<3
Masiyo kucing nek ganteng... *mbulet ae, hihihi...*
HapusNuwus mampire yo, Mak...
Selalu suka walau sdh berkali2 mbacanya, jempol buat mbak lizz
BalasHapusAih... eike jadi malu... Soalnya banyak daur ulangnya.
HapusMakasih atensinya, Mbak Ita... Salam kenal...
Salam kenal kembali dr medan mbak lizz, duh senenk nya komenku dibales seleb spt mbak lizz, udah taonan jd fans sjk di K, baru sekarang bs komen, waktu disono gagal mulu..sukses ya mbak...
HapusJiakakak... seleb... seleb film kartun kali...
HapusMakasih ya...
Mbaaaaa aq hadir! Telat gpp yoh? Ojok disetrap aq......... qiqiqiqiqiq
BalasHapusHayo ngadeg ng pojokan! Hihihi...
HapusSuwun mampire yo, Nit...
Namanya... namanya...
BalasHapusKenapa? Kenapa? Hehehe...
HapusMakasih mampirnya, Mas Ryan...
harus cari tau namanyaaaa.. huehehe...
BalasHapusNanti juga dateng sendiri. Datang tak diundang, pulang tak diantar, hihihi...
HapusMakasih mampirnya, Mbak Put...