Jumat, 29 Juli 2016

[Cerbung] Miss Cempluk #18-2





Sebelumnya



* * *


Uti dan Kakung kelihatan sekali menikmati gado-gado hasil racikan Irvan. Ada senyum dalam wajah Irvan. Berkali-kali tatapannya jatuh padaku. Tapi tepat di hadapan Uti dan Kakung, jelaslah bahwa ia harus bisa menahan diri dan tak bisa lebih genit lagi.

Kamis, 28 Juli 2016

[Cerbung] Miss Cempluk #18-1







* * *


Delapan Belas


Aku tercenung setelah mendengar penuturan Mbak Arsita.

Tadi aku menemuinya setelah pukul empat sore. Seusai jam kantor. Aku memutuskan untuk melanjutkan langkah ke ruanganku dulu dan meringkas semua barang bawaanku sambil menunggu jam kantor benar-benar berakhir. Walaupun itu hanya sebagai alasan saja. Pada kenyataannya, aku perlu waktu untuk sekadar menenangkan diri.

Rabu, 27 Juli 2016

[Bukan Fiksi] Menjadi Penulis Fiksi Abal-abal Yang Berintegritas. Bisakah?





Penulis fiksi itu 'menjual mimpi'. Meramu fantasi berdasarkan imajinasi dan referensi. Bagi yang piawai, tentu bisa membius pembaca hingga terseret masuk ke dalam situasi 'bohong' yang diciptakan si penulis. Kalau yang levelnya cuma abal-abal kayak saya, ya cuma sekadar nulis aja. Efeknya nggak pernah nge-gas. Tapi kan kiprahnya di dunia fiksi. Sifatnya fiktif. Wajar kan kalo 'ngibulin' pembaca? *dilempar gandhèn*

Selasa, 26 Juli 2016

[Cerbung] Miss Cempluk #17-2







* * *


Aku hanya mampu berdiri diam di depan pintu. Tak tahu harus mengatakan apa. Karena aku sudah paham sepenuhnya hal apa yang tengah dibicarakan Irvan dengan pertanyaan pendeknya. Ini pasti tentang pengambilalihan uang pinjaman itu. Tapi dari mana ia tahu?

Senin, 25 Juli 2016

[Cerbung] Miss Cempluk #17-1







* * *


Tujuh Belas


Wajah Om Nor tampak datar walau masih seramah biasanya. Beliau memintaku menunggu sebentar sampai pekerjaannya selesai. Aku pun duduk dengan diam dan manis di atas sofa supaya tidak mengganggu Om Nor yang masih sibuk di mejanya. Tengah aku menunggu, Mas Hasto datang dan langsung duduk di sebelahku.

Minggu, 24 Juli 2016

[Bukan Fiksi] FiksiLizz, Perjalanan Seorang IRT





Menulis, itu bukan pekerjaan utama saya. Cuma sekadar hobi dari jaman SD yang terpelihara hingga kini. Pekerjaan utama saya ya mbabu, jadi IRT. Berhubung anak saya cuma 1, suami juga cuma 1, acara mbabu saya ya nggak full 24 jam. Wong anak saya juga sudah ABG, nggak perlu lagi saya gendong dan pampersin ke mana-mana. Nggak usah lagi saya kejar-kejar suruh mandi. Apalagi kalo cuma makan. Belum disuruh juga sudah berangkat sendiri wong levelnya lagi 'sêmêgo' alias lagi suka-sukanya sêgo / nasi. Bapaknya apa lagi.
  

Sabtu, 23 Juli 2016

[Cerpen] Dukun Cinta Madame Spectra








... Kau tahu rasanya cinta pada pandangan pertama? Terasa seperti seluruh napas dan kehidupanmu tersedot oleh suatu kekuatan yang tak terdefinisi, sehingga kau meleleh tanpa terkendali dan tak tahu kapan bisa merasa normal lagi. ...

Jumat, 22 Juli 2016

[Cerbung] Miss Cempluk #16-2







* * *


Rutinitas yang membelitku dengan paksa hampir seminggu ini mulai terurai. Irvan sudah boleh pulang dari rumah sakit dan menjalani rawat jalan di rumahnya. Aku tak harus menghabiskan waktu seusai jam kantor untuk menengoknya. Hanya tinggal menengok kondisi Godhong Gedhang saja untuk memastikan bahwa segala sesuatu di sana berjalan dengan baik, sementara Irvan masih harus banyak istirahat.

Kamis, 21 Juli 2016

[Cerbung] Miss Cempluk #16-1





Sebelumnya



* * *


Enam Belas


Pelan kuhapus airmata yang tak berhenti meleleh sepanjang chatting panjangku dengan Papa tadi. Aku memang lebih sering chatting dengan Mama daripada dengan Papa. Tapi aku tahu segala hal tentang aku dan adik-adikku akan sampai juga ke telinga Papa. Kami saling merindukan. Itu pasti. Semua tersirat dari kalimat-kalimat yang dituliskan Papa. Kalimat yang sepenuhnya membuatku terseret ke dalam pusaran haru karena benar-benar kurasakan kasih sayang Papa yang begitu besar bagiku.

Selasa, 19 Juli 2016

[Cerbung] Miss Cempluk #15-2





Sebelumnya



* * *


“Semua salah Bapak, Ri,” desah Pak Banyu dengan wajah keruh.

Kuhela napas panjang. Jujur, aku tak tahu harus menjawab apa dan bagaimana. Pak Banyu tertunduk menekuri secangkir kopi yang terhidang tepat di depannya, di sebuah meja kafe kecil di salah satu sudut lobi rumah sakit. Sedetik kemudian Pak Banyu mengangkat wajahnya, dan menatapku dengan manik mata berlumur penyesalan.

Senin, 18 Juli 2016

[Cerbung] Miss Cempluk #15-1







* * *


Lima Belas


Profesional, Riri! Profesional!

Setengah mati aku berusaha memusatkan pikiran pada sisa pekerjaan di Surabaya. Tidak ada tempat untuk keseleo sedikit pun. Justru karena aku keponakan dari Big Boss, maka aku tak ingin sedikit pun merusak reputasi Big Boss dan nama baikku sendiri.

Jumat, 15 Juli 2016

[Cerbung] Miss Cempluk #14-2







* * *


Ri, sebelumnya aku minta maaf. Aku mohon beberapa hari ini sampai acara lamaran kakakku, tolong aku jangan dihubungi dulu, ya? Banyak yang harus kupikirkan, kukerjakan, dan kuselesaikan. Aku khawatir kalau kamu menghubungiku, justru kekecewaan yang nanti kamu dapat karena responku mungkin nggak seperti yang kamu inginkan. Bisa mengerti, ya, Ri?

Kamis, 14 Juli 2016

[Cerbung] Miss Cempluk #14-1






* * *


Empat Belas


Ada beban dalam setiap langkah Irvan menuju ke bagian depan Godhong Gedhang. Tangan kanannya menggenggam erat tangan kiriku. Sebenarnya aku agak enggan menemaninya ke depan. Bukan karena aku tak mau ‘ikut susah’ bersamanya, tapi karena sebetulnya aku belum siap untuk bertemu muka dengan orang tua Irvan, terutama Pak Banyu Wibowo itu. Tapi mengingat kemungkinan kehadiranku dapat mengurangi ketegangan yang bisa jadi timbul antara Irvan dan ayahnya, maka aku pun mengangguk ketika Irvan memintaku untuk ikut menemui orang tuanya.

Selasa, 12 Juli 2016

[Cerbung] Miss Cempluk #13-2





Sebelumnya


* * *


“Aku menganggu?” tanyaku sambil duduk di sofa.

"Enggaklah...," Irvan menggeleng sambil menghempaskan tubuh besarnya di sebelahku.

Dalam hati aku merasa lega karena ternyata sofa ini walaupun minimalis tapi cukup kokoh.

Senin, 11 Juli 2016

[Cerbung] Miss Cempluk #13-1






* * *


Tiga Belas


Ada harga yang harus dibayar. Ada tanggung jawab lebih saat harus ‘menjalankan’ uang milik ‘orang lain’. Itu yang terjadi pada Irvan. Ditambah dengan harus menyelesaikan kontrak dengan Candika TV. Nama Godhong Gedhang makin meroket seiring dengan mulai ditayangkannya program acara kuliner yang dipandu oleh Irvan. Ia makin sibuk. Hampir tak ada lagi waktu yang tersisa untukku. Bahkan kiriman paket makan siang darinya pun lebih sering tersendat.

Jumat, 01 Juli 2016

[Cerbung] Miss Cempluk #12-2







* * *


Tentu saja aku tahu siapa itu Mawarni Wibowo. Seorang perempuan hebat yang tegak berdiri mendampingi Banyu Wibowo meraih suksesnya, hingga keduanya memiliki tiga orang buah hati. Si sulung Erina Wibowo, si tengah Arsita Wibowo, dan si bungsu Irvan Wibowo. Dan ia sekarang meluangkan waktu untuk menemuiku? Sepertinya berkaitan dengan anak bungsunya. Tapi apa?