Rabu, 07 November 2018

[Cerbung] Portal Triangulum #4-3








Sebelumnya



* * *



Moses bergegas mengikuti langkah salah seorang staf Xavier yang memintanya agar segera datang ke ruang kerja sang kepala keamanan. Pintu metal ruang kerja Xavier membuka begitu Moses tiba di depannya, dan menutup kembali setelah Moses melangkah masuk sendirian.

“Anda memanggil saya, Tuan Xavier?” ucap Moses.

Xavier mengangguk dan menunjuk kursi di sebelahnya, di depan layar monitor besar.

“Silakan duduk, Tuan Moses.”

Moses mengangguk dan segera menempatkan diri. Xavier menatapnya baik-baik.

“Saya baru saja mendapat pesan dari Andromeda, dari planet Ancora,” ujar Xavier. “Tim dari galaksi Anda baru saja sampai di sana. Hendak masuk ke sini melalui portal yang menghubungkan Ancora dengan portal di sini, dan membawa Anda beserta tim pulang. Sayangnya...,” Xavier menghela napas panjang, “... saya belum berani membuka portal.”

Moses menghenyakkan punggungnya ke sandaran kursi dengan wajah lesu. Ya, ia tahu sebabnya. Xavier sudah bercerita banyak kepadanya. Termasuk portal yang keamanannya kacau setelah kehadiran kaum Maleus dari Catana. Sungguh, ia paham seutuhnya. Tapi juga memahami keinginan hatinya dan seluruh tim agar cepat angkat kaki dari tempat itu. Apalagi tempat itu memang sama sekali bukan tujuan awal mereka. Walaupun mereka diterima dengan sangat baik di situ.

“Saya mohon maaf yang sebesar-besarnya, Tuan Moses,” ucap Xavier dengan nada suara dan ekspresi wajah sangat menyesal.

Moses buru-buru menggeleng.

“Tidak apa-apa, Tuan Xavier,” sahutnya. “Sungguh, saya mengerti.”

“Walaupun saya tidak bisa berjanji, tapi akan saya usahakan untuk kembali membuka portal begitu memungkinkan. Jadi, tolong, sampaikan kepada tim Anda, bahwa kalian harus siap berangkat sewaktu-waktu bila portal berhasil saya sterilkan keamanannya.”

“Baik, Tuan,” Moses mengangguk. “Terima kasih banyak.”

“Sama-sama, Tuan. Kami juga sangat senang dengan kehadiran Anda beserta tim,” senyum Xavier. “Anda sangat membantu penelitian-penelitian Profesor Azayala selama berada di sini.”

“Kami juga sangat senang diperkenankan membantu beliau,” Moses membalas senyum Xavier. “Mm... Ngomong-ngomong, bagaimana dengan kondisi tim penjelajah kalian di karantina?”

“Sementara ini masih terpantau baik. Tapi karena kasus jamur itu, Ketua Astrodi meminta agar mereka tetap berada di karantina selama minimal tiga bulan. Untuk memastikan bahwa semua benar-benar baik-baik saja. Persis seperti saran Anda.”

Moses tercenung sejenak, sebelum kembali menatap Xavier.

“Saya sendiri tidak begitu memahami anatomi dan sistem tubuh bangsa Anda, Tuan Xavier,” ucap Moses. “Saya ahli botani, bukan ahli anatomi makhluk semesta. Hanya bisa berasumsi umum sesuai kondisi kami, manusia Bhumi. Coba nanti, setelah saya bisa kembali ke Bhumi, akan saya bicarakan kasus ini dengan kolega-kolega saya dari lab anatomi semesta. Saya berharap akan tetap ada hubungan komunikasi antara Via Lactea dengan Triangulum, khususnya Bhumi dengan Gerose. Jadi secepatnya saya bisa mengabari Anda sebelum melampaui waktu tiga bulan itu.”

Xavier mengangguk. Tersenyum.

“Sekali lagi terima kasih, Tuan Moses,” Xavier membungkukkan badan sedikit.

Tepat saat itu, terdengar bunyi ‘bip’ beberapa kali, sebelum layar lebar di depan mereka berpendar dan menampakkan sebuah visual. Seraut wajah tampan berkulit warna tembaga muda, dengan mata abu-abu kehijauan, dan rambut pirang yang tampak rapi.

“Ah! Tuan Gematri!” seru Xavier. “Apa kabar?”

“Baik, Tuan Xavier,” laki-laki yang disebut ‘Tuan Gematri’ oleh Xavier itu mengangguk dan tersenyum. Wajahnya murni memancarkan aura persahabatan. “Anda sendiri, apa kabar?”

“Baik, Tuan Gematri,” Xavier mengangguk. “Tapi sedang pusing menjaga portal agar tetap aman.”

Terlihat Gematri tertawa kecil.

“Oh, ya,” celetuk Xavier. “Saat ini ada bersama saya tamu dari Bhumi, Via Lactea. Perkenalkan, Tuan Moses, ketua tim botani semesta dari Bhumi yang seharusnya saat ini berada di galaksi Anda.” Xavier menarik Moses agar mendekat padanya, sehingga tertangkap oleh kamera.

“Ah, Tuan Moses!” seru Gematri. “Bhumi sangat resah karena Anda dan tim hilang begitu saja!”

“Senang berkenalan dengan Anda, Yang Mulia Gematri,” Moses menyapa dengan sopan seraya membungkuk sedikit.

“Apakah Anda sangat merindukan Bhumi, Tuan Moses?” senyum Gematri.

Moses tertawa kecil sambil mengangguk. “Sangat, Yang Mulia.”

“Juga sahabat Anda?”

Sebelum Moses sempat menjawab, seraut wajah lain muncul di layar.

“Moses!”

Moses ternganga. Tapi secepatnya ia tersadar.

“Kana!” serunya dengan perasaan teraduk. Antara senang, sedih, sekaligus rindu. “Kamu ikutan piknik ke Andromeda, rupanya?”

Kana di seberang sana tertawa sekaligus menghapus airmata. Moses terharu sekali melihatnya. Ternyata, betapa ia sangat merindukan gadis itu!

“Moses, kamu baik-baik saja? Bagaimana dengan timmu?”

“Ya, Na,” angguk Moses. “Kami dijamu dan dilayani dengan sangat baik di sini.”

“Syukurlah...,” desah Kana.

Moses melihat mata Kana berpendar. Tapi ia segera ingat akan kebutuhan mendesaknya.

“Na, bisa minta tolong?”

“Katakan saja!”

“Tolong, hubungi pusat penelitian anatomi semesta, tanyakan tentang efek jamur Lendiris lilac buat...”

Sebelum Moses menyelesaikan kalimatnya, wajah Kana sudah menghilang dari layar. Monitor mati. Bahkan seisi ruangan jadi gelap. Sebelum Xavier dan Moses sempat bereaksi, pintu darurat terbuka dengan sangat keras dari luar. Salah seorang staf Xavier masuk sembari berteriak panik.

“Tuan Xavier! Ada ledakan energi dari luar yang mengganggu sistem energi kita!”

“Dari mana asalnya?” Xavier meninggalkan tempat duduknya.

“Dari arah Lostrex.”

Tanpa sadar, Xavier menggebrak meja. Lostrex adalah sebuah planet kerdil tak berpenghuni yang cukup dekat jaraknya dari Gerose. Selama ini kuasar yang berasal dari Lostrex sudah berhasil dilokalisir sehingga tidak mengganggu semua sistem yang berjalan di Gerose. Dan, Lostrex pula yang menjadi tempat penahanan sementara kaum Maleus yang melarikan diri dari Catana.

“Mereka mau main-main, rupanya!” geram Xavier.

Sejenak kemudian, energi berhasil dipulihkan dengan memanfaatkan sistem cadangan. Xavier menatap Moses yang masih terduduk di kursi.

“Mohon maaf, Tuan Moses. Saya berjanji akan membereskan hal ini.”

Moses seutuhnya memahami hal itu. Ia kemudian minta diri.

Sekeluarnya Moses dari ruangan itu, Xavier segera menghubungi Astrodi. Tapi sebelum pembicaraan mereka selesai, dukungan energi melemah lagi. Xavier segera memerintah stafnya agar mengaktifkan perisai keamanan di seluruh penjuru Gerose, terutama di kantung-kantung komunitas.

Dengan langkah lebar-lebar, Xavier segera keluar dari ruangannya. Hendak menemui Astrodi, bertemu muka secara langsung dengan sang pemimpin.

* * *

Kana ternganga ketika hubungan komunikasinya dengan Moses terputus begitu saja. Gematri segera menenangkannya.

“Belakangan ini Triangulum memang sedang kacau,” gumam Gematri, mengambil alih alat komunikasinya dengan gerakan sangat halus dari tangan Kana. “Syukur, teman Anda baik-baik saja.”

Seisi ruangan menghening. Mereka kemudian mengakhiri acara makan siang yang memang sudah selesai sebelum Gematri mencoba menghubungi Triangulum. Sambil berjalan kembali ke wisma tamu, Kana termenung-menung. Permintaan Moses yang belum selesai diucapkan melingkar-lingkar di dalam benaknya.

Di dalam kamarnya, Kana kemudian mengeluarkan alat komunikasi dari dalam ransel. Dicobanya untuk menghubungi laboratorium anatomi semesta di Observatorium Tandan. Orinid, sang kepala laboratorium sendiri yang menanggapi hubungan komunikasi itu.

“Kana, kamu di mana sekarang?” laki-laki berusia menjelang enam puluhan berwajah sabar itu menatap Kana dengan antusias.

“Saya di Ancora, Dok,” ucap Kana, tanpa semangat.

“Oh...,” Orinid mengangguk sedikit. Lalu tanyanya dengan nada hati-hati, “Moses..., ada kabar lagi tentangnya?”

“Dia baik-baik saja,” Kana tersenyum sedikit. “Oh, ya, Dok, Moses meminta saya untuk bertanya kepada Anda tentang efek jamur Lendiris lilac. Entah efek terhadap siapa atau apa, hubungan komunikasi kami terputus begitu saja sebelum dia menyelesaikan kalimatnya.”

“Oh... Oke...,” Orinid berusaha memahami. “Coba nanti aku buatkan daftar efeknya buat makhluk semesta, sekaligus penawarnya. Tinggal dia butuh yang mana, biar dipilih sendiri. Akan segera kukirimkan kepadamu.”

“Terima kasih, Dok.”

“Sama-sama, Na.”

Kana mengakhiri komunikasi itu. Setelah menyimpan kembali peralatannya, ia duduk bersandar di sebuah kursi santai yang menghadap ke arah jendela. Kali ini, pemandangan pantai sudah berganti dengan sejuknya suasana pegunungan. Pun ada sayup-sayup desau angin dan juga embusan sejuk yang mampu menggoyangkan secuil poni yang menjuntai di kening Kana. Itu yang tadi dimaksud oleh Salindri dengan ‘jangan terkecoh’.

Sesungguhnya, semua jendela kamar di wisma tamu tidak benar-benar membuka ke luar. Jendela itu hanyalah semacam layar terbingkai yang bisa memunculkan proyeksi aneka pemandangan indah, sekadar untuk menyegarkan mata. Dilengkapi pula dengan rekaman suara alam yang sesuai dengan pemandangan yang tengah terpampang, dan alat pengembus udara dengan suhu dan kelembapan yang tepat.

Tapi sebelum ia berhasil menenangkan diri dan mengosongkan pikirannya yang terasa memenuhi kepala, ada suara lembut yang menyelinap ke dalam benaknya.

‘Kana, ayo, kita lanjutkan lagi latihanmu.’

Kana secepatnya menegakkan tubuh kembali. Diaturnya napas sebelum mencoba untuk menjawab. Lalu...

‘Baik, Bu Salindri. Silakan masuk.’

‘Hei! Kamu sudah bisa menjawabku! Bagus sekali, Kana. Bagus sekali!’

Sejenak, Kana melupakan resahnya. Berganti dengan semangat untuk mempelajari hal baru yang berhubungan dengan pengolahan pikiran.

* * *


Ilustrasi : www.pixabay.com (dengan modifikasi)


Catatan :
Mulai besok, Kamis, 8 November 2018, cerbung “Sekeranjang Hujan” akan mulai mengudara setiap hari Kamis-Jumat-Sabtu. Terima kasih...