Senin, 05 November 2018

[Cerbung] Portal Triangulum #4-1









Sebelumnya



* * *


Empat


Sejak melihat perempuan muda itu di forum pertemuan kemarin, perasaan Gematri seketika bergolak. Sebuah perasaan yang belum pernah ia dapati bersemayam dalam hati selama tiga puluh lima tahun kehidupannya. Sambil bicara dan mendengar, berkali-kali ia berusaha mengamati perempuan muda itu. Perempuan dengan kecantikan murni tanpa polesan. Rambut hitam legam berpotongan bob pendek perempuan itu membingkai secara sempurna wajahnya yang cukup mungil, dengan mata, alis, hidung, bibir, dagu, dan pipi yang ada tepat pada tempat seharusnya. Dengan bentuk manis dan proporsi sempurna. Pendeknya, sangat menarik. Apalagi sempat dilihatnya tatapan tajam dan cerdas yang menyorot keluar dari manik mata cokelat gelapnya.

Gematri segera menghafalkan nama perempuan muda itu ketika Caruso memperkenalkan perempuan itu, bersama laki-laki yang duduk di sampingnya, sebagai utusan dari Observatorium Tandan. Kanaka Kamala. Mungkin pula kebetulan yang sangat menyenangkan ketika mengetahui bahwa Kanaka Kamala, atau Kana sebagai nama panggilan perempuan muda itu, ada hubungannya dengan kunci koordinat portal yang menghubungkan Bhumi dengan galaksi Triangulum.

“Yang terdampar di Triangulum itu temannya dari observatorium yang sama,” bisik Caruso kemarin.

Dan, Caruso seketika mengangguk ketika Gematri mengusulkan untuk membawa serta utusan dari Observatoium Tandan bersamanya, kembali ke Andromeda.

“Sekalian agar mereka bisa membawa pulang teman mereka itu,” ujarnya, yang segera disambut positif oleh Caruso.

Kini, pagi ini, pada pukul tujuh, mereka berlima duduk dalam satu meja untuk menikmati makan pagi sekaligus sedikit membahas tentang kondisi keamanan galaksi terkini. Gematri, Salindri, Kana, Aldebaran, dan Bommer – kepala satuan tim pengaman elit Bhumi. Dengan jelas, Gematri memaparkan segala kemungkinan terburuk yang akan menimpa galakasi-galaksi mereka apabila para Maleus berhasil menembus keamanan portal antar galaksi melalui lorong-lorong lubang cacing yang saling terhubung.

“Mereka agak terbelakang, tapi kuat dan ganas,” ucap Gematri, menutup pemaparannya.

“Aku sudah pernah mendengar tentang mereka,” gumam Salindri. “Pemberontakan mereka di Catana sungguh sangat menjijikkan.”

Gematri mengangguk.

“Mereka sudah diurus dan diberi kehidupan yang sangat baik,” Gematri menanggapi. “Selalu setara dengan para penghuni Catana lainnya. Tak pernah dianggap lebih rendah, apalagi dianggap sebagai budak. Sayangnya, mereka sama sekali tak tahu berterima kasih.”

“Ya, begitulah bila koloni biadab diberi panggung,” ketus Salindri. “Harusnya mereka sudah dimusnahkan sejak pemberontakan pertama.”

“Sayangnya, raja Catana terlalu baik,” timpal Gematri.

“Memang serba salah berurusan dengan kaum bebal seperti mereka,” Salindri mengangkat bahu. “Dikerasi salah, dihalusi ngelunjak.”

“Apa itu ngelunjak?” Gematri menatap Salindri, mengerutkan kening.

Salindri tertawa kecil sebelum menjawab, “Semacam meminta lebih tanpa etika.”

“Oh...,” Gematri tersenyum lebar.

Saat itu, sekilas ia melihat senyum tertahan di bibir merah muda Kana. Seketika, ia memutuskan untuk menatap baik-baik gadis itu.

“Nah, Nona Kana, apa yang bisa Anda ceritakan soal teman-teman Anda yang terdampar di Triangulum?” tanyanya dengan nada sangat bersahabat.

Seketika wajah Kana berubah menjadi serius. Balik ditatapnya Gematri.

“Mereka orang-orang terbaik kami,” Kana mulai mengulas. “Tim botani semesta terbaik yang dimiliki Bhumi dan Javantara.”

Sesungguhnya Gematri tahu hal itu. Soal Moses dan timnya, ia sudah mendapatkan datanya secara sangat lengkap. Apalagi pemimpin Jandezit sudah memberitahu bahwa mereka akan mengundang tim botani semesta dari Bhumi, Via Lactea. Ia hanya ingin mendengarkan suara Kana.

“Moses, pemimpin tim, saya mengenalnya dengan sangat baik,” lanjut Kana. “Dia sahabat saya sejak kecil. Kalau sampai dia tidak bisa kembali, saya...,” Kana menghela napas panjang dengan wajah sedih, “... saya... Kami semua, tentu sangat kehilangan.”

“Kita semua,” Gematri meluruskan dengan sangat bijak. “Kita semua di semesta ini akan sangat kehilangan dia.”

Kana mengangguk. Pun Gematri.

“Saya tidak bisa berjanji, Nona,” ucapnya kemudian. “Tapi saya akan berusaha membantu kalian memulangkan Tuan Moses dan timnya ke Bhumi, ke Javantara, ke Observatorium Tandan. Hanya saja kita harus memperhitungkan celah keamanan antara Andromeda dengan Triangulum.”

Kana kembali mengangguk. Entah kenapa, Gematri senang sekali melihat ekspresi lega yang terpancar dari wajah Kana. Ekspresi yang membuatnya bersemangat untuk melakukan yang terbaik demi gadis itu. Tapi, sebelum ia terseret lebih jauh oleh pesona Kana, ia memutuskan untuk mengakhir pertemuan itu.

“Baiklah,” Gematri mengatupkan kedua telapak tangannya di depan dada. “Makan pagi kita sudah selesai. Ada baiknya kita segera menyiapkan diri untuk perjalanan pukul sembilan. Sampai bertemu lagi di lobi pusat portal.”

Mereka pun berpisah setelah saling mengucap salam. Di luar pintu ruang makan, mereka berpisah. Gematri meneruskan langkah ke arah kanan, menuju ke kompartemennya, sedangkan rombongan dari Bhumi ke arah kiri. Sampai di ujung lorong, rombongan Bhumi terpecah lagi. Salindri dan satuan tim pengaman elit berbelok ke kiri, sedangkan Kana dan Aldebaran ke kanan.

Agak jauh dari belokan, barulah Aldebaran menoleh sekilas ke arah Kana. Laki-laki itu mengulum senyum.

“Dia menyukaimu,” gumamnya.

Suara yang tak terlalu jelas itu mengusik telinga Kana.

“Hah?” seketika ia menatap Aldebaran yang ada di sebelah kanannya.

“Dia menyukaimu,” ulang Aldebaran.

“Dia?” Kana ternganga sejenak. “Siapa?”

“Gematri.”

Kana kembali ternganga. Kali ini lebih lebar.

Gematri? Volans Gematri?

Sebagai seorang perempuan normal, tentu saja ia menangkap seutuhnya pesona yang terpancar dari sosok seorang Volans Gematri. Laki-laki dari planet Ancora itu memiliki ciri khas Ancora sepenuhnya. Kulit bersih berwarna tembaga muda, wajah tampan dengan bentuk dan proporsi sempurna, mata abu-abu kehijauan, tubuh tinggi tegap, telinga runcing, rambut panjang pirang lurus berkilau yang diikat rapi ke belakang. Pada seorang Volans Gematri, ada wibawa lebih yang terpancar dalam setiap gerak-geriknya. Dan, hati Kana berbisik, bahwa Volans Gematri adalah orang yang sangat baik.

“Hohoho...”

Kana tersentak mendengar tawa lirih Aldebaran. Ia menoleh lagi.

“Gayung bersambut, ternyata...,” Aldebaran nyengir dengan ekspresi jahil.

Kana segera mengerucutkan bibirnya. Ia tak menjawab. Hanya berpikir keras tentang bagaimanana menutup pikirannya agar tak terjangkau Aldebaran.

“Tanyakan pada Bu Salindri,” gumam Aldebaran tiba-tiba.

Mereka sudah sampai di depan pintu kompartemen. Aldebaran menempelkan telapak tangan kanannya pada pemindai.

“Apanya?” Kana benar-benar tak mengerti arah bicara Aldebaran. Serba meloncat-loncat.

“Cara agar kamu bisa menutup pikiranmu,” jawab Aldebaran sambil melenggang masuk.

“Dia bisa?” Kana mengikuti langkah Aldebaran.

“Tanyakan saja padanya,” Aldebaran mengulas senyum lebar, sebelum menghilang ke dalam kamarnya untuk mempersiapkan diri.

Kana tercenung sejenak. Menatap pintu kamar Aldebaran yang perlahan bergeser menutup. Tapi ia kemudian mengangkat bahu, sembari melangkah menghampiri pintu kamarnya.

Hmm... Apa salahnya dicoba?

* * *


Ilustrasi : www.pixabay.com (dengan modifikasi)