Senin, 24 September 2018

[Cerbung] Perangkap Dua Masa #10-4









Sebelumnya



* * *



Sudah menjelang pukul satu siang ketika Ingrid dan Bimbim sampai di Depok. Untungnya, urusan Bimbim sudah terjadwal, jadi bisa diselesaikan saat itu juga. Sambil menunggu Bimbim, Ingrid duduk manis di salah satu sofa empuk yang ada di lobi kantor pengembang kawasan kuliner itu. Suasana sejuk membuat Ingrid bisa berselancar dengan nyaman di dunia maya melalui ponselnya.

Tengah asyik haha-hihi dengan beberapa rekan kuliahnya di WAG, sebuah pesan masuk. Ingrid memutuskan untuk tidak mengabaikannya dan segera membuka pesan itu. Seketika ia ternganga.

Mas Endra? Ngajak nonton midnight?

Dibacanya sekali lagi pesan itu.

‘Hai, Ingrid.... Weekend ini ada acara, nggak? Nonton midnight, yuk! Kamu yang pilih lokasi bioskop dan judulnya, ya. Aku tunggu jawabanmu.
Salam,
Endra.’

Diam-diam dikulumnya senyum. Tak menyangka Endra sebegitu sopan dan formalnya kali ini. Tapi... ia belum tahu jawabannya. Hanya saja, belum ada tawaran dari Bimbim untuk nonton midnight lagi.

Nonton film midnight? Oh, ia suka sekali. Ada sensasi tersendiri yang dirasakan saat menonton film tengah malam, terutama horor.

Eh, ada film bagus, nggak, ya?

Ia pun sibuk berselancar dan menemukan ada satu film thriller bertema psikologi yang akan mulai tayang midnight Sabtu akhir minggu ini. Ia pun mengambil tampilan layar poster film itu. Dikirimkannya kepada Endra.

‘Boleh.... Ini mau?’

Jawabannya ia terima beberapa detik kemudian. ‘Sip! Nanti aku hubungi kamu lagi, ya.’

Pembicaraan singkat dalam hening itu berakhir tepat saat Bimbim muncul dengan wajah cerah. Tampaknya urusannya lancar. Ingrid pun berdiri menyambut Bimbim.

“Beres, Mas?”

“Yup!” Senyum Bimbim mengembang lebar. “Nggak ada kenaikan sewa buat lima penyewa yang dulu tanda tangan kontrak pertama. Termasuk Erbim.”

“Ha.... Syukurlah...,” Ingrid pun ikut gembira mendengarnya.

Bimbim segera meraih bahu Ingrid, mengajaknya berlalu dari kantor itu.

“Untuk merayakannya, gimana kalau Sabtu besok ini kita nonton midnight lagi?”

Ingrid terhenyak.

* * *

Pembicaraan antar saudara sepupu itu berlangsung akrab dan menyenangkan. Mereka memang cukup sering meluangkan waktu untuk berkumpul bersama menikmati makan siang. Rutin sebulan sekali. Bahkan mengadakan arisan segala. Sekadar untuk keakraban. Toh, hasil arisannya pasti habis untuk membayar tagihan makan siang mereka. Bisnis adalah bisnis. Tak ada diskon walaupun mereka makan di restoran milik saudara sendiri.

Suasana kali ini lebih meriah, karena ada berita resmi bahwa Joya akan segera melangsungkan acara lamaran. Gadis itu sendiri yang menyampaikan kabarnya. Waktu tepatnya akan diberitahukan kemudian. Semua menyambut gembira, termasuk Endra. Walaupun untuk itu ia harus bersedia di-bully. Kini, jomlo tongtong alias bujangan asli dalam gerombolan mereka hanya tinggal ia seorang.

Diterimanya berondongan pertanyaan kapan, siapa, dan bagaimana dari semua sepupunya dengan wajah pasrah. Ketika ia menoleh kepada kakaknya untuk minta bantuan, perempuan muda itu justru nyengir lebar.

“Endra, sih, keputusan bisnis apa pun bisa dia ambil dengan mulus,” ujar Kania, sang kakak. “Semua hambatan bisnis dia terjang tanpa ampun. Giliran cewek, ngalaaah melulu.”

“Iya, nih!” timpal Joya. “Aku saja sampai geregetan lihatnya. Padahal itu cewek tinggal diikat saja, deh!”

“Siapa?”

“Anak mana?”

“Kurang gimana?”

“Kok, susah amat gaetnya?”

Dan, masih banyak lagi berondongan pertanyaan yang lain. Karena Endra sudah tak lagi mampu mengelak maupun menjawabnya, ia pun membuat gerakan mengunci mulutnya, dan membuang ‘kunci’ itu jauh-jauh.

“Hooo....” Beredar kor bernada tak puas dari para sepupunya.

Ia kemudian menghindar dan berdiri.

“Sudah, ah! Ditanya itu melulu bikin mules saja!” gerutunya.

Ia meninggalkan meja untuk ke kamar kecil. Tatapan Joya segera jatuh ke ponsel Endra yang ditinggalkan pemiliknya. Tergeletak manis di atas meja.

“Ssst!” Ia mengangkat tangannya.

Suasana hening seketika. Joya segera meraih ponsel Endra dan segera sibuk mencari, kemudian mengetikkan sesuatu. Sebuah pesan. Semua menatapnya dengan sorot mata bertanya. Setelah selesai, ia membaca pesan yang ditulisnya dengan nada lirih.

“Hai, Ingrid... Weekend ini ada acara, nggak? Nonton midnight, yuk! Kamu yang pilih lokasi bioskop dan judulnya, ya. Aku tunggu jawabanmu. Salam, Endra.”

“Wooo....” Terdengar kor lagi. Kali ini bernada riang.

“Kamu ini iseng banget, sih, Joy?” tegur Han, abang Joya.

“Biarin!” sahut Joya, bernada bandel. “Kalau nggak diginiin, nggak bakalan maju itu Mas Endra.”

Mereka hening lagi ketika ponsel Endra berbunyi. Joya segera membaca pesan yang masuk dari Ingrid. Masih dengan suara lirih.

“Boleh.... Ini mau?” Joya mengangkat wajahnya. “Dia kirim screenshot poster film!”

“Waaa....” kor bergema lagi.

Joya buru-buru membalas pesan dari Ingrid. Tepat ketika pesan itu terkirim dan ia meletakkan kembali ponsel itu, yang punya ponsel terlihat muncul dari balik dinding. Lumayan jauh, dari sudut ke sudut ruangan. Semuanya senyum-senyum menyambut kembalinya Endra.

“Ayo, ah! Bubaran!” ujar Endra sambil meraih ponselnya. “Aku ada meeting pukul setengah tiga.”

Mereka sepakat membubarkan diri. Memang sudah waktunya kembali ke kantor masing-masing. Sudah lewat dari jam istirahat para karyawan pada umumnya. Mereka beriringan keluar ke tempat parkir, dan berpisah ke segala penjuru untuk menuju ke kendaraan masing-masing. Joya yang tadi saat datang memarkir mobilnya tepat di sebelah mobil Endra, menjajari langkah pemuda itu.

“Malam Minggu ini midnight-an lagi, yuk, Dik!” celetuk Endra.

Seketika Joya mengulum senyum. Mereka sudah sampai di pintu mobil masing-masing. Sebelum menyelinap masuk ke mobilnya, Joya menatap Endra. Nyengir jahil.

“Aku, sih, nggak ada acara,” ujarnya kemudian. “Tapi Mas Endra punya.”

“Maksudmya?” Endra mengerutkan kening.

“Cek ponsel, Mas Ganteng!” Joya tertawa sambil menutup pintu mobil dari dalam.

Endra terbengong sejenak sebelum menuruti ucapan Joya. Buru-buru ia memeriksa ponselnya. Tidak ada apa-apa yang aneh. Ia menoleh ketika mendengar tawa Joya yang menembus bidang jendela kanan mobil gadis itu yang masih terbuka.

WhatsApp! WhatsApp!” seru Joya sambil meluncurkan mobilnya, meninggalkan Endra yang masih tegak berdiri.

Sambil masuk ke dalam mobil, Endra membuka aplikasi WhatsApp. Nama kontak paling atas di laman chat segera menyedot seluruh perhatiannya. Ingrid! Ketika ia membuka laman percakapan itu dan membaca pertukaran kabar paling baru, ia pun ternganga.

Astaga.... Joya!

Hanya itu yang bisa diucapkannya dalam hati.

* * *

“Oh.... Oke....” Bimbim mencoba tersenyum. Menutupi gemuruh dalam dadanya.

Baru saja, baru beberapa detik lalu, Ingrid dengan sangat halus menolak ajakannya untuk menonton film tengah malam. Alasannya cukup menyakitkan hati.

“Aduh.... Gimana, ya? Aku telanjur terima tawaran Mas Endra untuk nonton midnight juga.”

Dan, ia terpaksa menunjukkan ekspresi ‘tidak apa-apa’.

Lha, terus, aku bisa ngapain?

Pelan-pelan, kakinya menekan pedal gas. Mobil Ingrid meluncur dengan halus meninggalkan area parkir kantor pengembang.

“Mm.... Sorry banget, ya, Mas, ya....” Suara Ingrid terdengar penuh penyesalan.

Bimbim menoleh sekilas.

“Apa, sih, In...?” ujarnya dengan nada lembut. “Ya, hak kamulah mau keluar malem Mingguan sama siapa saja.” Bimbim mencoba tersenyum. “Nggak usah pakai sorry-sorry segala.”

“Ya..., tapi aku nggak enak sama Mas Bimbim,” Ingrid tertunduk.

“Santai saja...,” Bimbim menyambungnya dengan tawa ringan, yang terdengar penuh nada ironi di telinganya sendiri. “Tapi bilang sama dia, ya? Harus jaga kamu baik-baik.”

“Ya,” angguk Ingrid. “Nanti aku bilang dia.”

Bimbim tersenyum lagi. Menutupi rasa nyeri yang merayap di hati.

Seutuhnya, ia yakin bahwa Endra pasti akan menjaga Ingrid baik-baik. Sama seperti dirinya. Ia tahu Endra pun seorang pemuda baik-baik dan beradab. Sebaiknya ia tidak mengkhawatirkan Ingrid. Ia hanya perlu mengkhawatirkan hatinya sendiri saat ini.

* * *


Ilustrasi : www.pixabay.com (dengan modifikasi)


Silakan singgah juga ke cerpen terbaru yang sudah mengudara kemarin, hari Minggu, berjudul Tiga Keping Hati. Terima kasih....




5 komentar:

  1. Dungaren komene dibukak. Ngene a cekno awak iso ngrusuh meneh wkkkkkkkk

    Maaaaa mamaaaaaa iki lo komene dibukak kambek sing due omah. Ayok ngrusuh meneh wkkkkkkkkkkk (nyeluk mamae arek²)

    BalasHapus
  2. Aq geli baca komen diatas... Kebayang wajah m.lizz..😂😂

    BalasHapus