Kisah sebelumnya : CUBICLE #12
* * *
Tiga Belas
Kalau sebelumnya aku cukup
menggebu untuk terlibat langsung dalam penggarapan iklan Multijossgandos,
sekarang aku memutuskan untuk menyerahkan sepenuhnya urusan itu ke bagian
produksi. Secara profesional memang seharusnya begitu. Dan setelah kejadian tak
mengenakkan dengan geng sarap hampir seminggu yang lalu, aku mencoba untuk ‘bersikap
profesional’ dan ‘mengesampingkan urusan pribadi’.
Sesuai kesepakatan, shooting iklan itu akan dilakukan di
lapangan belakang gedung apartemenku. Semua ijin atasan dan perangkat yang
berhubungan dengan regu satpam itu sudah beres diurus Bara. Shooting akan dilakukan Sabtu pagi
besok, dan sejak beberapa hari yang lalu aku memutuskan untuk pulang ke Bandung
hari ini, seusai jam kantor. Dan ijin cutiku selama seminggu sudah disetujui Boss
Lenny.
“Gue denger lu mau pulang ke
Bandung, Sas? Cuti?” Nina berdiri di sebelah kursiku.
“Iya,” jawabku singkat
sambil memberesi barang-barangku.
“Kapan berangkat?”
“Bentar lagi.”
“Lu nggak mau liat shooting-nya besok, Sas?”
“Enggak.”
“Lu masih marah ya, Sas?”
suara Nina terdengar memelas.
“Marah? Enggak. Ilfil, iya,”
ucapku lugas.
Dan Nina tak lagi bisa
berbuat apa-apa saat aku berlalu menuju basement
begitu alarm jam pulang berbunyi. Mungkin aku kekanakan. Tapi biarlah, aku akan
menarik diri dulu supaya suasana jadi agak dingin.
* *
*
“Lu mau ke mana?”
Aku menoleh dan mendapati
Driya tengah menatapku dengan kening berkerut. Dia berdiri di samping mobilnya,
yang baru kusadari parkirnya adu pantat dengan mobilku. Kuikuti arah pandangnya
kemudian.
Bagasi mobilku terbuka
lebar. Terlihat penuh berisi sebuah travel
bag yang gembung, dua buah dos berisi aneka cemilan buat
keponakan-keponakanku, dan laptop yang baru saja kumasukkan. Aku nyengir sambil
menutup pintu bagasi.
“Mau pulang ke Bandung.”
“Kok mendadak? Ada apa?”
Driya mengerutkan keningnya lagi.
“Mendadak gimana? Ngajuin
cuti seminggu kan nggak bisa mendadak juga, Men.”
“Oh... Lu mau cuti
seminggu?” Driya melebarkan matanya.
“Yup!” aku mengangguk.
“Kok lu nggak bilang ke
gue?”
Aku terbengong sesaat.
“Maksud lu?”
“Maksud gue,” Driya
mengerjapkan mata, “kan gue bisa ikut, sekalian anterin lu. Gue kan pengen juga
ketemu ayah sama bunda lu.”
“Lha...,” aku menggaruk
kepalaku. “Kalo lu anterin gue, terus gue baliknya ke sini gimana?”
“Ya gue jemput lagi minggu
depan,” Driya nyengir marmut.
“Ribet ah!” aku tergelak
ringan. “Lagian kalo keponakan-keponakan gue minta jalan-jalan gimana? Lu
anterin gue, gue jadi nggak ada mobil dunk!”
“Hm...,” Driya
manggut-manggut. “Ya udah, kalo gitu gue aja yang nebeng lu.”
“Hah?” aku terbengong.
“Maksud lu?”
“Iya... Gue ikut lu ke
Bandung. Mobil gue biar di sini. Tar gue titipin ke security. Gue cabut dari Bandung naik travel aja ke sininya.
Palingan Minggu siang gue balik ke sini.”
“Lu serius?” aku melebarkan
mata.
“Serius!” Driya mengangguk
mantap.
“Baju ganti lu?”
“Ada di mobil. Gue selalu
sedia buat kebutuhan 2-3 hari. Udah kebiasaan. Biar nggak ribet kalo mendadak
gue nggak sempat pulang.”
“Oh...”
“Ya udah, gue kasih tau security dulu. Lu tunggu bentar ya?”
Tak ada hal yang bisa
kulakukan selain mengangguk. Begitu Driya berlalu, aku pun segera menghubungi
bundaku.
“Bun, inget nggak aku pernah
cerita ketemu lagi sama Driya?”
“Iyaaa...,” suara Bunda
terdengar antusias di seberang sana. “Gimana kabarnya?”
“Ini mau ikut aku pulang ke
Bandung, Bun.”
“Hah? Serius?”
“Iya, serius. Ini udah mau
berangkat.”
“Duh... Bunda jadi penasaran
pengen liat kayak apa Driya sekarang.”
“Hehehe... Tapi susah ya,
cari hotel weekend gini?”
“Ngapain di hotel? Udah,
suruh aja tidur di sini. Kamarnya masmu Giri kan kosong.”
“Mas Riksa jadi pulang?”
“Jadi. Tapi besok, nggak
malam ini.”
Kulihat Driya berjalan
kembali ke arahku dengan wajah cerah. Aku pun segera mengakhiri pembicaraan
dengan bundaku.
“Gimana?” tanyaku sambil
mengantongi ponsel.
Driya menjawab dengan mengacungkan
kedua jempol tangannya.
“Sas!”
Aku menoleh. Fajar berlari
ke arahku. Melihatnya, aku segera menepuk kening. Ah! Hampir saja aku melupakan
sesuatu. Untung keinginan Driya untuk ikut bersamaku menunda keberangkatanku.
“Mana kunci lu?”
“Hehehe... Iya ya, gue
lupa.”
Maka aku pun menyerahkan
kunci apartemenku pada Fajar. Sudah biasa aku dan Fajar saling menitipkan kunci
apartemen kalau salah satu dari kami pergi selama beberapa hari. Kalau sempat,
kami akan saling membersihkan apartemen yang ditinggalkan penghuninya. Kalaupun
masih bersih, hanya tinggal membuka semua jendela selama beberapa saat agar
sirkulasi udara tetap lancar.
“Lho, lu ke Bandungnya sama
Driya?”
“Iya,” aku tersenyum lebar.
“Tanpa rencana, gue nemplok
gitu aja, hehehe...,” Driya terkekeh.
“Ya udah deh,” Fajar
mengacungkan jempol. “Ati-ati di jalan ya? Dri, nitip sohib gue yak?”
“Sip!”
Setelah Driya mengambil
perlengkapannya dan mengunci mobilnya baik-naik, kami pun masuk ke dalam mobilku.
Driya langsung duduk di belakang setir. Tak langsung berangkat, karena Driya
lebih dulu sibuk menyetel posisi jok.
“Astaga... Mobil lu sempit
amat sih, Yik,” gumam Driya.
Aku tergelak. “Hahaha... Ini
sih bukan mobil gue yang mini. Elunya aja yang kegedean. Lagian lu biasanya bawa
SUV, jadi kegencet bawa city car.”
Driya terbahak sambil
kakinya mulai menekan pedal gas. Saat mengantri untuk keluar dari basement, dia mengambil ponsel dari saku
kemejanya dan menyerahkannya padaku.
“Tolong lu pesenin kamar via
TravelOke, Yik. Buat gue nginep malem ini sama besok.”
“Lha, ngapain? Sama Bunda,
lu disuruh nginep aja di rumah gue. Bekas kamar Mas Giri kan kosong.”
“Wah, jadi sungkan gue...,”
Driya meringis sekilas.
“Halaaah... Kayak sama orang
lain aja...”
“Hehehe...”
* *
*
Hampir pukul sepuluh malam
mobilku baru masuk ke carport. Itu pun setelah Bunda bolak-balik meneleponku,
menanyakan posisiku sudah sampai di mana. Jalur Jakarta-Bandung pasti banyak
macetnya saat akhir pekan seperti ini.
“Anak-anak nggak mau
pulang,” Bunda menunjuk Olin dan Josh yang tengah terlelap di sofa ruang tengah.
“Nungguin kamu.”
Kudekati kedua keponakanku
itu, anak-anak Mas Giri. Ketika kugelitik kaki mereka, pelan-pelan mereka
membuka mata. Senyum keduanya langsung merekah melihat kedatanganku. Dan
kuterima pelukan keduanya dengan senang hati.
Driya langsung sibuk
mengeluarkan barang-barangku dari bagasi dan mengangkatnya masuk ke dalam
rumah. Ketika Ayah dan Bunda memeluknya bergantian, Driya tertawa meriah.
Terlihat sekali Ayah dan Bunda takjub dengan transformasi Driya. Begitu juga
Mas Giri, yang ternyata ikut menginap karena anak-anaknya tak mau pulang
sebelum aku datang. Ditepuknya lengan Driya berkali-kali sambil
menggeleng-gelengkan kepala.
“Udah makan?” tanya Bunda.
Aku dan Driya menggeleng
bersamaan. Bunda melebarkan matanya.
“Udah ngemil roti, Bun,”
jawabku cepat sebelum Bunda menceramahiku. “Aku sih lumayan kenyang. Tapi
kingkong yang satu ini udah hampir kurus kering gara-gara belum makan malam,
hihihi...”
Kulihat Driya nyengir mendengar
candaanku. Bunda tertawa sambil mendorong bahu Driya.
“Udah... Kamu mandi dulu,
Dri. Biar ditunjukin Sasi di mana kamarmu.” Kemudian Bunda menoleh padaku.
“Pakai kamar Mas Riksa aja, kamar Mas Giri dipakainya sendiri.”
“Lha, kalo Mas Riksa besok dateng?
Gimana?”
“Ya biar tidur di kamar Mas
Giri. Besok biar Bunda usir Mas Giri. Wong
punya rumah sendiri kok...,” Bunda tersenyum lebar.
Rupanya gara-gara Olin dan
Josh tak mau pulang, akhirnya Mas Giri dan Mbak Nesti sekalian saja menginap.
Padahal rumah mereka tak jauh. Hm... Meriah betul rumahku malam ini. Sayangnya,
Mas Riksa baru bisa bergabung besok.
Malam terus merangkak naik.
Kami masih meneruskan obrolan di meja makan. Mas Giri yang seolah mendapat
teman bergembul-ria menikmati supper
jadi bersemangat mengunyah lagi. Hampir jam dua pagi kami baru mengakhiri
semuanya.
Aku menggendong Josh dan Mas
Giri menggendong Olin ke kamarku. Keduanya akan tidur bersamaku malam ini.
* * *
Bersambung ke episode berikutnya : CUBICLE #14
Mbak... Driya dikasih poto dong... Aku naksir nih... Hahahaha.
BalasHapusLanjuuuuuuutttt!!!!!
BalasHapus
BalasHapusBara tambah panas
good post mbak
BalasHapuscihuuuyyyy :D
BalasHapusHmmm dukung Driya apa Bara ya? Jadi bimbang :)
BalasHapusaku suka episode yg ini buu, indaaah :-)
BalasHapus