Kisah sebelumnya : CUBICLE #19
* * *
Dua Puluh
Ulang
tahun kedua Rira diadakan pukul sepuluh pagi. Tapi khusus untuk geng sarap,
acaranya diadakan pukul satu siang. Seusai misa, Bara dan aku masih sempat
mencari kado istimewa buat Rira. Pilihan Bara jatuh pada sebuah teddy bear lucu berukuran besar berwarna
cokelat dengan baju bermotif tartan
berwarna khas merah-hitam. Aku sendiri sejak beberapa hari lalu sudah
menyiapkan kado berupa sehelai baju cantik dan sepasang sepatu imut sebagai
padanannya.
Ketika
aku hendak meninggalkan rak teddy bear
dan menuju ke kasir, tak kusangka Bara mengambil satu lagi boneka yang persis
sama. Hanya saja dengan ukuran raksasa. Aku menatapnya, mengerutkan kening.
“Rira
bisa kegencet kalo dikasih teddy bear
seukuran itu,” ujarku.
“Siapa
bilang buat Rira?” Bara nyengir jahil. “Ini buat tantenya Rira kok. Tante
Sasi.”
Astaga...
Aku
hanya bisa ternganga. Tapi Bara tak mempedulikan aku. Dia terus melangkah
menuju ke kasir. Membuatku terpaksa mengikutinya.
Sejujurnya,
aku suka sekali dia membelikanku boneka raksasa itu. Pasti akan jadi
pelampiasan pelukanku kalau aku sedang merindukan Bara. Haish! Pikiran ini
mulai melantur ke mana-mana.
“Laper
nggak?” Bara menenteng kedua boneka itu di kedua belah tangannya setelah memasukkan
dompet ke saku belakang celana jeans-nya.
“Tar
juga makan di tempat Nina.”
“Masih
jam sebelas ini, Sas. Masih lama.”
“Ya
udah, kalo mau makan dulu ya ayo aja. Laper juga sih sebenernya.”
Bara
kemudian membawaku ke Roemah Stik di depan kompleks perumahan
tempat Nina tinggal. Ketika hendak meninggalkan mobil, aku tertawa karena
melihat teddy bear yang dibeli Bara
untukku kelihatan sekali memenuhi jok belakang mobilnya.
“Kenapa?”
Bara menatapku.
“Enggak...
Nggak apa-apa,” aku tersenyum lebar.
Tapi
Bara tampaknya tahu apa yang ada di pikiranku. Ujarnya kemudian, “Tar kalo kita
mau jalan lagi, biar si Giant Teddy
ngumpet dulu di bagasi. Biar nggak diminta Rira.”
Aku
terbahak karenanya.
* * *
Ketika
Bara dan aku sampai di rumah Nina, ternyata hanya Fajar dan Mita saja yang
belum muncul, tapi sudah di jalan, menurut laporan Gerdy. Baby Disty yang super imut itu tampak anteng dalam gendongan Driya.
Dia kegelian ketika kuciumi pipi gembulnya.
“Buruan
married, bikin sendiri,” celetuk
Driya.
Aku
terkekeh tak jelas.
Rira
tampak girang sekali menerima kado teddy
bear besar dari Bara. Aku sendiri meletakkan kadoku di meja yang berisi
tumpukan kado di sudut. Setelah itu aku mencari Nina ke belakang. Ketika
melihatku, Nina tersenyum lebar.
“Gitu
dong...,” dia mengedipkan sebelah mata. “Enak kan kalo udah clear?”
“Wuh...,”
aku mengerucutkan bibirku. “Nggak akan jadi ruwet gini kalo aja Bara teges
ngomong dari dulu.”
“Maklumi
ajalah, Sas... Dia nggak mau gegabah.”
“Iya
sih...,” senyumku.
“Yussi
cerita banyak tadi. Intinya dia lega karena nggak harus ada saling nggak enak
ati di geng cuma gara-gara cinta segi banyak.”
“Gue
juga lega, Nin,” kuangkat nampan berisi minuman yang sudah disiapkan Nina.
“Tinggal mikir gimana besok.”
“Biarin
ngalir,” Nina menepuk lembut bahuku. “Nggak usah ngotot. Kalo udah jodoh pasti
ada jalan.”
Dalam
hati aku setuju 100% dengan ucapan Nina.
Fajar
dan Mita ternyata sudah muncul ketika aku kembali ke ruang depan. Mas Tony
tampak asyik mengobrol dengan Arlia dan Yussi. Fajar dan Driya tampak asyik
tertawa-tawa dengan Rira. Bara menggendong baby
Disty dan Mita asyik menggodai bayi imut itu. Entah kenapa, aku suka sekali
melihat Bara menggendong bayi seperti itu.
“Udah
kumpul semua, ayo makan dulu,” Nina bertepuk tangan.
Kami
kemudian berkumpul di mengelilingi meja makan layaknya sebuah keluarga besar.
Lebih daripada sekadar geng sarap di sebuah tempat kerja yang sama, yang
sehari-harinya hanya dipisahkan oleh sekat-sekat cubicle.
Bagiku,
geng sarap adalah keluarga sekunderku. Tempatku menemukan banyak hal lain yang
berharga buat hidupku. Banyak cerita yang mengalir kemudian, hingga menjelang
sore, ketika kami membubarkan diri dari meja makan itu.
* * *
Sudah
hampir gelap ketika kami semua memutuskan untuk pamitan bersama-sama. Dan geng
sarap tetaplah geng sarap. Lebih menyukai kepraktisan daripada kerepotan yang
timbul akibat terlanjur berpasang-pasangan.
Mita
tidak pulang diantar Fajar, melainkan bersama Bara, karena tempat kost Mita
sejalur dengan arah Bara pulang. Sedangkan aku, jelas harus pulang bersama
Fajar karena aku tak membawa mobil sendiri. Yussi nebeng Gerdy dan Arlia karena
tempat kost Yussi tak jauh dari rumah Gerdy. Tak praktis kalau harus diantar
Driya yang harus jauh-jauh pulang ke Pondok Gede lewat jalan tol.
Dan
aku harus pasrah menerima bully-an
bersama ketika Bara tak lupa memindahkan sebuah teddy bear raksasa dari bagasi mobilnya ke jok belakang SUV Fajar.
Nasib...
* * *
“Kayaknya
gue leading kali ini,” Fajar mendadak
nyengir di tengah kesibukannya menyetir.
“Oh,
ya?” aku membelalakkan mataku, antusias. “Kapan?”
“Gue
semalem cerita ke Mama. Mama bilang harus disegerakan kalo emang udah cocok.
Kayaknya awal taun depan. Dan gue harus secepatnya lebih siap lagi.”
“Tapi
lu nggak merasa terpaksa kan? Awal taun depan itu empat bulan lagi lho...”
“Enggaklah.
Perasaan gue udah mantep, Sas. Semoga Mita juga gitu. Driya bilang sih, Mita
serius kok orangnya, bukan type cewek
player.”
“Baguslah,”
senyumku. “Gue seneng kita akhirnya bisa mendarat dengan tepat dengan orang
yang tepat juga di cubicle
masing-masing.”
Fajar
membelokkan mobilnya masuk ke blok apartemenku. Sambil menghentikan mobil di
depan lobby apartemenku, dia
mengatakan hal yang membuatku nyaris terbahak.
“Gue
tadi sempat taruhan sama Bara dan Driya. Yang terakhir married harus nraktir. Driya kayaknya udah nyerah duluan. Banyak
banget yang harus disiapin, katanya.”
Astaga...
Hal-hal yang seperti inilah yang membuatku kadang-kadang berpikir, apa dosaku
sehingga harus kenal dengan sekumpulan cowok sarap yang menyenangkan itu?
* * *
Epilog
“Yik…”
Aku menoleh. Driya tengah
melepaskan cincin kawin di jari manis kanannya. Dia mengambil tanganku dan
meletakkan cincin kawin itu di telapak tanganku.
“Tolong lu simpan ya, Yik…,”
bisiknya.
Aku menatapnya tak percaya.
“Jadi…?”
Driya cuma mengangguk sambil
tersenyum. Aku tak dapat lagi menahan diri. Kupeluk laki-laki tinggi besar itu.
Tapi...
Semuanya terasa tak nyaman.
Terganjal oleh perutku yang membesar. Driya tertawa ketika menyadari hal itu.
“Udaaah...,” Driya
melepaskan pelukanku. “Kalo Bara liat lu masih aja peluk-peluk gue, bisa abis
gue dibanting sama dia.”
“Gedean juga lu daripada
dia,” aku tertawa lebar. Kemudian kutatap dia dengan antusias. “Kapan?”
“Apanya?” Driya tertawa juga.
“Lu lamar Yussi!”
“Oh... Hehehe... Baru
semalem. Mungkin married-nya awal tahun depan. Kira-kira Mas Riksa masih mau
nggak ya, berkatin pernikahan gue? Di Jogja kayaknya, di tempat Yussi.”
“Jelas maulah! Lu ngomong
aja langsung, Men. Mumpung Mas Riksa-nya ada noh! Kan mendingan ngomong duluan
jauh hari gini.”
“Ehem...”
Aku dan Driya sama-sama
menoleh. Bara tampak tersenyum lebar menatap kami. Di sebelahnya ada Yussi.
“Dicariin, eh... Malah
ngumpet di sini,” gerutu Yussi.
“Wihiii... Selamat ya, Yus,”
aku segera memeluknya. “Titip Betmen. Dia sohib gue yang paling baik,” bisikku
kemudian.
“I will,” Yussi balas
berbisik dan memelukku.
“Cik Lenny sama Pak Stefan
udah mau pulang tuh, Sas,” ucap Bara.
Aku segera beranjak. Bara
menggandeng tanganku. Boss Lenny dan Pak Stefan menyalamiku dengan hangat.
Acara selamatan tujuh
bulanan kandunganku memang sudah usai. Banyak tamu juga yang sudah berpamitan.
Termasuk keluarga Nina dan Gerdy. Juga Fajar dan Mita, dan si mungil baby
Gathan yang baru berusia jalan empat bulan.
“Pulang dulu ya, Sas,” Boss
Lenny memelukku. “Semoga baby lu tar ganteng atau cantik kayak bapak atau
emaknya.”
Aku tetap memanggilnya Boss.
Karena dia tak mengijinkan aku atau Bara resign dan mencari lahan baru walaupun
kami sudah menikah. Alasannya, nama MemoLineAd sudah makin berkibar dan tentu
saja masih sangat membutuhkan orang-orang sepertiku dan Bara.
Banyak terjadi pergeseran
posisi di MemoLineAd akhir-akhir ini. Bara naik jabatan jadi kepala tim kreatif
menggantikan Nina. Nina sendiri geser ke posisi Bang Togi yang kini harus merintis
kantor cabang MemoLineAd di Surabaya. Gerdy juga naik jabatan sebagai kabag
finishing, menggantikan Mas Mulya yang diutus Boss untuk berjibaku bareng Bang
Togi. Sedangkan Fajar, Yussi, dan aku, masing-masing punya tim sendiri yang beranggotakan
dua orang junior.
Sejenak kemudian aku merasa
terusik. Bersamaan dengan dia ‘yang ada di dalam sana’ bergerak-gerak seolah
ingin mengajakku bermain, memberikan sensasi geli yang menyenangkan di dalam perutku.
Aku pun menoleh. Bara tengah menatapku dengan senyum dan sorot mata yang kini
aku mengerti. Aku pun balas menatapnya. Mengirimkan senyum dan sorot mata yang artinya
sama.
Cinta yang saling bertaut.
Tanpa terhalang satu cubicle
pun.
* * * * *
S.E.L.E.S.A.I
Catatan
:
Terima
kasih banyak pada para pembaca setia FiksiLizz.
Untuk sementara, sepanjang minggu depan FiksiLizz libur dulu (sama sekali nggak ada tayangan baru).
Minggu depannya lagi belum ada tayangan cerbung baru. Tapi tidak menutup kemungkinan akan ada tayangan berupa cerpen (entah cerpen lepas atau stripping).
Daaan... masih selalu ingat untuk balas utang komen sekian banyaknya *tutupin muka pake ember*
Untuk sementara, sepanjang minggu depan FiksiLizz libur dulu (sama sekali nggak ada tayangan baru).
Minggu depannya lagi belum ada tayangan cerbung baru. Tapi tidak menutup kemungkinan akan ada tayangan berupa cerpen (entah cerpen lepas atau stripping).
Daaan... masih selalu ingat untuk balas utang komen sekian banyaknya *tutupin muka pake ember*
Mulai
awal minggu berikutnya lagi, semoga cerbung Senin-Kamisan bisa tayang lagi dalam judul
dan jalinan cerita baru.
Salam...
Yeaayyy!! Akhiree.....
BalasHapusApik banget. Kalau bapak yang itu baca, kira2 sik brani lempar clurit nggak ya? Udah banyak banget ngembangnya kayak donat gini.
Yo wis lah...nunggu fiksi baru lagi aja...
Makasuh buat cerita yang selalu gurih kayak sus kering
Makasih buat cerita nya yg selalu mengawali aktivitas pagi hari....tetap berkarya bu....:-)
BalasHapusSini tan, embernya mo dipake, nutupin muka kok pake ember *dilempar ember* wkwkwkw :D
BalasHapusBikin FF dong tan ;)
good post mbak
BalasHapusYah gak kebagian deh . abis bagito diantara geng sarap. Padahal ngarep si Driyaaaaaaa.... Hahahahaha.
BalasHapusMaria patah hati deh... :)
BalasHapusyeeaaah..akhirnya.... plong..juga..
BalasHapusAh, akhirnya nikah juga dengan Bara. Nice story.
BalasHapusHappy Ending semuanya. Indah pd waktunya :-P makasiiih buuu...apik cerbunge
BalasHapus