Episode sebelumnya : Cinta Dua Masa #9
* * *
“Hai!”
Madri mengangkat wajahnya. Galang mengirimkan
senyumnya yang terlihat sangat hangat. Setengah hati Madri membalasnya.
“Sorry,
lagi-lagi telat,” wajah Galang tampak menyesal.
Madri hanya mengangkat bahu. Galang merasa
sangat bersalah. Pelan-pelan ia duduk di depan Madri.
Madri mengangguk.
“Tadi aku harus lembur, Dri,” tak ada nada
membela diri dalam suara Galang. “Aku mau kirim BBM sama kamu, tapi ponselku
mati. Power bank-ku ketinggalan di
rumah.”
Madri tak bereaksi. Hanya berusaha
menghabiskan makan malamnya yang mendadak terasa tak seenak tadi.
“Dri, kamu marah?”
Madri mengangkat wajahnya. Menggeleng. “Buat
apa?”
Galang menghela napas panjang. Ditatapnya
Madri. “Masihkah semuanya bisa diperbaiki, Dri?”
Madri tak menjawabnya. Karena memang tak tahu
harus mengatakan apa.
Apa
yang harus diperbaiki?
Mata Madri mengerjap.
“Aku kangen sama kamu, Dri,” ucap Galang,
tanpa sedikit pun ada nada merayu. “Gimana kamu sama Mas Reddy?”
Madri mengangkat bahu. “Memangnya Mas Kresna
nggak cerita apa-apa?”
Galang menggeleng. “Dia suruh aku tanya
sendiri sama kamu.”
“Hm...,” Madri mencuci tangannya, kemudian
mengelap bibirnya dengan sehelai tisu.
Galang menatapnya. Menunggu jawaban dengan sabar. Saat itu Elga muncul
dengan membawa nampan berisi piring nasi, lele bakar penyet, dan jamur goreng untuk Galang. Galang menyodorkan piring
berisi jamur goreng ke depan Madri.
“Makan, Dri,” ucapnya halus setelah Elga
beranjak pergi. “Terus?”
“Apanya?”
“Kamu sama Mas Reddy,” ulang Galang, sabar.
“Memangnya penting?” Madri menghindari
tatapan Galang.
“Aku cuma ingin memastikan kalau kamu
baik-baik saja sama dia. Aku nggak mau kamu kenapa-napa.”
“Aku baik-baik saja,” ucap Madri, pendek.
“Iya, aku tahu,” Galang mengangguk. “Kamu
nyaman jalan bareng dia?”
Madri terdiam. Otaknya sudah memiliki jawaban
itu. Tapi mulutnya seolah tak mau mengatakannya. Ia balas menatap Galang.
“Mas sendiri, kelihatannya baik-baik saja.”
Galang tersenyum. “Aku banyak dapat pelajaran
dari Elga. Banyak hal yang sebelumnya bahkan tak pernah terpikirkan olehku. Membantuku
mengalihkan pikiranku sejenak dari kamu, Dri.”
Tak urung Madri terhenyak. Sebenarnya ia
memang tak berharap terlalu banyak soal hubungannya dengan Galang. Apalagi
setelah ia tahu bahwa Galang dan Elga akan menjalani kuliah bersama-sama di
Australia. Harapannya terus beranjak menuju titik nol. Makin mendekati minus
setelah mendengar apa yang baru saja diucapkan Galang.
“Aku makin sibuk belakangan ini, Dri,” suara
Galang melirih. “Nggak lagi punya banyak waktu buat kamu. Banyak bikin kamu
kecewa. Walaupun aku mulai bisa mengelola waktuku dengan lebih baik, tapi tetap
saja nggak bisa seperti jaman kuliah kemarin. Sewaktu aku bisa curi-curi
kesempatan ketemu kamu di kampus. Bisa menjemputmu. Bisa mengantarmu pulang.
Makanya aku berpikir, mungkin Mas Reddy itu bisa menjagamu dengan lebih baik.”
“Aku nggak nyaman sama dia.”
Madri sendiri kaget ketika kalimat itu
meluncur begitu saja dari sela bibirnya. Galang menatapnya. Lama.
“Bukannya kamu menyukai dia, Dri?” tanya
Galang, hati-hati.
Madri menghela napas panjang. Wajahnya
sedikit memerah.
“Cinta monyet,” gumamnya kemudian. “Nggak
seindah yang kubayangkan.”
Mau tak mau Galang tersenyum. Tertahan. Di
matanya, wajah Madri benar-benar terlihat menggemaskan. Tapi beberapa detik
kemudian wajahnya kembali menjadi serius.
“Maafin aku, Dri. Sudah buat kamu harus
ngalamin hal nggak enak,” ucap Galang.
“Hm... Tapi kalau nggak kayak gitu aku pasti
masih juga penasaran soal Mas Reddy,” mau tak mau Madri harus mengakui hal itu.
“Hm... Jadi... gimana?”
“Apanya?” sekilas Madri menatap Galang.
“Kita.”
“Bukannya Mas Galang lagi jalan sama...,”
Madri mengarahkan tatapannya pada Elga yang kebetulan sedang melintas di dekat
mereka.
Galang mengikuti arah pandang Madri.
“Dan mau kuliah bareng di Aussie...,” suara
Madri perlahan menghilang.
Galang mengerutkan kening. Perlu beberapa
detik buatnya untuk memahami apa yang baru saja diungkapkan Madri.
“Iya, rencananya memang dia mau ambil S1 di
sana,” ucap Galang. “Sekalian aja bareng sama aku. Supaya bisa saling jaga.”
Madri tertunduk.
The
end...
“Cuma kayaknya kamu salah memahami hubunganku
sama Elga.”
Madri seketika mengangkat wajahnya. “Salah
memahami gimana? Mas Galang mutusin aku gitu aja. Alasannya supaya aku punya
pengalaman baru dengan Mas Reddy. Nyatanya, Mas Galang juga cari pengalaman
lain. Dan Mas Galang juga jelas-jelas bilang banyak dapat hal baru selama jalan
sama Mbak Elga. Hal baru yang berharga buat Mas. Di mana letaknya salah
memahami itu?”
Memangnya
aku sebodoh itu? Madri meneruskannya dalam hati.
Galang ternganga menatap Madri yang berucap
cepat seolah takut kehabisan napas.
... Mungkin
bagimu aku masih kecil...
Madri masih melanjutkan omelan dalam hatinya. Sebutir airmata meluncur di pipi
kanannya.
... Masih
anak ingusan. Tapi kan aku juga punya otak dan perasaan!
Dan Galang tersadar seketika ketika melihat
butiran airmata Madri.
“Dri...,” ucapnya halus.
Madri mengusap airmata di pipinya.
“Kamu cemburu?”
Pakai
ditanya!
Madri menatap Galang dengan sengit. Alih-alih
tampak prihatin, Galang malah menatapnya dengan sorot mata jahil. Membuat Madri
makin cemberut. Galang mengulum senyum.
Tepat saat itu Elga melintas lagi di dekat
mereka. Galang langsung mencekal pergelangan tangan Elga. Membuat Elga setengah
terpelanting dan menghentikan langkahnya seketika.
“Astagaaa... Kamu ini kenapa sih, Lang?” Elga
menatap Galang dengan jengkel.
“Bilang sama Madri, sejak kapan kita
pacaran?” senyum Galang melebar.
Elga menatap Galang dan Madri, bergantian.
Terlihat bingung.
“Pacaran?” tatapan Elga berhenti pada Madri.
“Jadi selama ini kamu nggak pernah tahu kalau aku sama Galang itu sepupuan?”
Seketika Madri ternganga.
* * *
Reddy tersenyum simpul mendengar suara
cekikikan tak jauh dari tempatnya duduk bersama Elga. Ketika ia dan Elga
menoleh, suara cekikikan itu tetap ada. Hanya saja oknum pelakunya kentara
sekali pura-pura tak melihat ke arah mereka.
Cinta itu seringkali datang tiba-tiba, tak
terdefinisi, tak perlu alasan, dan membawa serta sebuah rasa nyaman. Itu yang
terjadi pada Reddy dan Elga.
Reddy tak akan pernah melupakan suatu sore
saat Jatmiko mengajaknya bersama beberapa teman sekantor untuk mengunjungi Food Truck Festival. Ia yang enggan
tangannya belepotan sambal harus menyerah ketika semuanya setuju untuk makan di
Van Penyet Boi. Satu lawan banyak. Ia
belum lupa bahwa van itulah yang
ditunjuk Madri beberapa bulan yang lalu saat mereka berdua mengunjungi Food Truck Festival untuk yang pertama
kalinya.
“Yang punya van ini sepupunya Galang,” bisik Jatmiko yang duduk di sebelahnya.
Reddy hanya manggut-manggut sekadarnya. Ia
kemudian menyimak obrolan akrab Jatmiko dengan seorang gadis pelayan saat
mereka memesan makanan. Gadis yang pernah dilihatnya ngobrol akrab dengan
Galang. Gadis yang pernah dilihatnya membagikan nasi bungkus tiap Minggu pagi
bersama Galang.
Dari jarak sedekat ini, Reddy bisa melihat
bahwa gadis itu sangat menarik. Terkesan ramah, cerdas, dan cekatan. Membuat
mata Reddy enggan lepas dari sosoknya walau gadis itu sudah berlalu.
Dan ia sempat ternganga ketika Jatmiko
kembali berbisik padanya, “Itu tadi yang punya van ini dan dua van lain
yang sejenis. Dia juga yang mengajari Galang untuk mengelola food truck Cygnus. Selain itu, dia punya
proyek sosial menjual sarapan murah untuk orang-orang kurang mampu.”
Pemilik
van yang tak canggung melayani sendiri pelanggannya? Seseorang yang masih
menyempatkan diri berkegiatan sosial?
Reddy langsung memberi nilai pada gadis itu.
Menarik!
Plus plus plus!
Dan apa yang kemudian masuk ke perutnya
melalui mulut adalah kelezatan yang membuatnya terpikat. Persetan dengan segala
lepotan sambal yang melumuri jemarinya! Yang didapatnya dari ‘kekotoran’ itu
adalah hal yang jauh melampaui kata ‘sepadan’.
Semua jenis penyet-an beserta sambal yang ada di van itu kemudian menjadi candu baginya. Tak dipedulikannya bully-an Madri ketika memergokinya
sering datang ke Van Penyet Boi.
“Sambalnya kalau sudah belepotan di hati
memang susah ilang, Mas...”
Ia hanya tertawa lebar mendengarnya. Tapi
dari Madri pula ia mengenal gadis itu lebih dekat. Elga. Yang ternyata nyambung
sekali dengannya, terutama dalam hal komunikasi.
“Kayaknya mereka puaaasss banget lihat kita
bisa duduk berdua begini,” ucap Elga, tersenyum lebar.
Reddy tertawa mendengarnya. Madri dan Galang
masih juga cekikikan di tempat mereka duduk, yang posisinya tak begitu jauh.
Digelengkannya kepala. “Aku benar-benar
kurang bisa meladeni ABG seperti dia.”
“Ada masanya, Mas,” Elga masih tersenyum.
“Aku juga pernah seusia dia. Kita pernah, walaupun mungkin nggak mengalami hal
yang sama.”
Reddy mengangguk. Menyetujui 100%.
“Jadi keberangkatan kalian ke Australia sudah
fixed?” Reddy menatap Elga.
Elga mengangguk. Reddy menghela napas
panjang.
“Baru juga jadian, sudah kepentok LDR,” desah
Reddy.
“Ya silakan cari yang lain kalau memang nggak
kuat,” Elga mengangkat bahu.
“Bukan begitu...,” Reddy menepuk lembut
punggung tangan Elga. “Aku bisa kok. Aku bukan player. Lagipula ada satpamnya,” Reddy sekilas melirik ke arah
Madri.
“Satpam-menyatpami,” Elga tergelak. “Makanya aku
bakal berbagi ruang apartemen sama Galang.”
Reddy pun turut tertawa.
* * *
Galang menyingkirkan helaian rambut yang
jatuh di kening Madri. Mereka bertatapan.
“Kamu baik-baik di sini ya?” ucap Galang
lembut. “Belajar yang baik. Berusaha untuk lebih mandiri lagi. Aku sudah minta
tolong Kresna dan Mas Reddy supaya ikut menjagamu.”
Madri mengangguk. “Aku juga sudah nitip Mas
Galang ke Mbak Elga.”
“Iya, saling menjaga. Kamu juga, tolong jaga
Mas Reddy buat Elga.”
Madri kembali mengangguk. Beberapa saat
kemudian Madri mengambil sesuatu dari dalam tasnya, kemudian menyodorkan sebuah
kotak kecil berbungkus kertas kado pada Galang.
“Apa ini?” Galang mengerutkan keningnya.
“Supaya Mas Galang nggak lupa padaku,” senyum
Madri.
Galang segera membuka kotak itu. Beberapa
detik kemudian tangannya sudah menggenggam arloji baru yang ditariknya keluar
dari kotak.
“Dri, ini kan mahal,” bisik Galang.
“Nggak apa-apa,” Madri menggeleng. “Aku nggak
minta uang dari Mama atau Papa untuk itu kok.”
“Kamu ambil tabunganmu untuk ini?” Galang
menggenggam tangan Madri.
“Ya... Iya, sih...”
“Aduh, Dri...,” sesal Galang.
“Pakai ya, Mas?” mata Madri sarat permintaan.
Galang segera melepaskan arloji yang
dipakainya, kemudian menyodorkannya pada Madri.
“Kamu simpan ini ya, Dri. Mulai sekarang aku
akan pakai arloji dari kamu. Supaya aku selalu ingat kamu. Ingat bagaimana
pengorbananmu mendapatkan arloji ini untukku.”
Madri mengangguk sambil meraba lehernya. Ia
juga tak akan melepaskan kalung bertuliskan namanya, hadiah dari Galang, bahkan hingga kelak Galang akan kembali lagi.
Entah akan jadi apa nanti hubungannya dengan
Galang, ia belum tahu. Apakah akan ada masa yang lain, ataukah mereka akan
meneruskan masa yang sudah mulai mereka jalani bersama?
Waktu yang akan menjawabnya.
* * * * *
S.E.L.E.S.A.I
Muakasih buanyak buat sohibku Jeng Dani yang sudah memberi kontribusi berupa judul cerpen ini. Walaupun semula untuk judul cerpen lain, tapi akhirnya terpakai di cerpen ini. Mmmuuuaaahhh...
Aku nomor satu, pertama gitu. Ada hadiahnya? Makasih ya mbak, bikin aku jatuh cinta ama cerita cerita apik mbak Lizz.
BalasHapusBonusnya, nanti hari Selasa tak'kasih cerpen lepas (non stripping) sebiji yak...
HapusMakasih mampirnya...
Ihik ihik ihik... :) :) :)
BalasHapusJeng dani tu aku ya ??? #GR
Aku kok lupa ya pernah usul judul ini... #pikun
Iyooo... Wis taun lalu, tapi kan aku nggak lupa. Truuuiiimmmsss...
Hapusgood post mbak
BalasHapusMakasih banyak atas singgahnya, Pak... Lagi di Ponorogo ya? Wuiiih! Kelilingan terusss... Hehehe...
HapusYah aku kesiangan gara gara asap. Tergolek gak bisa bangun. Aku padahal mau juga kalau dikasih cerpen.... Hiks.... Ternyata endingnya beda ama judulnya... Hahahaha
BalasHapusJadi, supaya 'sesuai/sama dengan judul', endingnya harus bagaimana?
HapusMakasih singgahnya...
makasih bu Lis, cerbungnya berakhir manis, terkadang cinta emang aneh. perjumpaannya tp indah dirasakan. Selamat buat Madri & Galang, akhirnya bisa jadian lg. smoga langgeng yaa.. :-* :-)
BalasHapusSemoga hasil dari khayalan nggak mutu ini nggak terlalu mengecewakan ya, Mbak...
HapusMakasih sudah mampir...
Ending yg cakep :)
BalasHapusMakasih, Fris...
Hapus