Kamis, 09 Juli 2015

[Cerbung] Rinai Renjana Ungu #24





Kisah sebelumnya : Rinai Renjana Ungu #23



* * *


Kenapa masih juga ada rasa sakit?

Anna melangkah setengah melamun.

Seharusnya aku tidak menipu diriku sendiri dengan berlaku seolah aku tak apa-apa melihat mereka begitu...

Hampir saja ia menabrak salah seorang pramusaji, yang untungnya bisa menghindar dengan sigap.

... mesra...

Anna menelan ludah.

Tapi aku bisa apa? Sejak awal aku kenal dia, mereka sudah bersama.

Dan dia makin merasa tertohok ketika menyadari dirinya sudah kalah. Seutuhnya. Membuat langkahnya terhenti sejenak. Ketika dia menatap ke depan, tertangkap oleh matanya sosok Steve yang tengah berbincang akrab dengan Lea. Dan dia memutuskan untuk meneruskan langkahnya.

“Aku pesankan schotel ekstra keju kesukaanmu, dan raspberry float,” senyum Steve.

Anna mengangguk sambil duduk kembali di sebelah Steve.

“Adita ada?” tanya Lea dengan nada rendah.

Anna kembali mengangguk. “Ada, Bu. Di belakang sama Mas Rafa. Kayaknya lagi diskusi soal tempat ini. Saya nggak berani ganggu.”

“Oh... ya sudah, biarkan saja.”

Tapi bersamaan dengan itu, Steve sudah menempelkan ponsel ke telinganya, kemudian berucap ringan, “Woi! Nongol dong! Katanya mau traktir?”

“Kamu ganggu dia?” Lea membelalakkan matanya.

“Biarin,” Steve tertawa jahil sambil memasukkan ponsel ke saku polo shirt-nya.

Lea menggeleng-gelengkan kepalanya. Bersamaan dengan itu muncul Rafael dan Adita dari arah belakang. Seketika Anna mengalihkan perhatiannya ke arah lain. Tak tahan melihat genggaman tangan Rafael dan Adita.

“Larry mana?” Rafael menarik kursi di sebelah Lea dan menarik Adita dengan lembut hingga terduduk di sana. Dia sendiri kemudian menempatkan diri di antara Adita dan Anna.

“Mama titipkan dulu dia di pet shop,” jawab Lea.

“Ini beneran ditraktir nih?” Steve nyengir.

“Hehehe...,” Adita terkekeh. “Sudah... Pesan apa saja boleh. Silakan...”

“Pakai nanya lagi,” gerutu Rafael, membuat Steve terbahak.

Pembicaraan kemudian berlanjut ke mana-mana. Termasuk membahas undangan dari Ascadia. Steve hanya bisa tertawa pasrah ketika Rafael mem-bully-nya soal Asca, hingga Adita harus menyenggol lembut lengan Rafael supaya pemuda itu tidak kebablasan.

Semua itu tak luput dari perhatian Lea. Membuatnya makin bisa melihat betapa berbedanya pola hubungan kedua putranya dengan gadis mereka masing-masing. Masih juga dilihatnya sekilas-sekilas ketidaknyamanan Anna. Entah mengapa. Padahal Steve dilihatnya sudah berusaha untuk bersikap tidak berlebihan.

Tapi pada akhirnya dia memilih untuk mengabaikan itu. Dan larut pada banyak canda yang terlontar kemudian. Menikmati cahaya bintang di wajah Steve, Rafael, dan Adita. Dan juga sedikit rona ceria dalam wajah Anna.

* * *

Anna menutup pintu kamarnya. Dia kemudian duduk di depan cermin meja riasnya. Ditatapnya wajahnya. Ditatapnya matanya sendiri. Berusaha menyalurkan sugesti dalam otaknya.

Sudahlah... Toh keduanya secara fisik tidak jauh berbeda. Jangan ingkari bahwa kamu juga menemukan kesenangan dalam tiap petualangan baru bersama laki-laki bernama Steve itu. Lupakan yang satunya. Lupakan! Maka semuanya akan baik-baik saja. Dan kamu tidak kehilangan apa-apa.

Ditariknya napas panjang. Dan di akhir hembusan napas itu, dia berusaha untuk memantapkan keputusannya, hatinya, perasaannya.

Welcome to my life, Steve...

Dia memejamkan matanya sejenak. Mengusir bayangan lain yang masih bercokol dengan pongah di setiap sudut benaknya.

Pergilah dari hatiku! Pergilah dari otakku! Pergilah jauh-jauh, Rafael!

* * *

Anna mengangkat wajahnya ketika mendadak ia merasa terusik oleh sebuah bayangan yang jatuh tepat di atas buku yang tengah dibacanya. Sebuah senyum lebar menyambutnya. Dia terbengong sejenak sebelum membalas senyum itu.

“Hai!” wajah Steve terlihat sangat cerah.

“Hai juga!” balas Anna ringan.

Steve mengatap Anna. Dalam. Perasaannya masih cukup peka untuk bisa menangkap perubahan gesture Anna.

“Anginnya kelihatannya bersahabat?” Steve mempertahankan senyumnya.

“Sejuk dan menyenangkan,” balas Anna dengan senyum cantiknya.

Seketika hati Steve terasa meleleh.

Apa pun akan kuberikan padamu, Anna. Apa pun!

So... Jadi keluar cari baju?”

Ada yang terasa melompat-lompat dalam hati Steve ketika mendengar suara antusias itu.

“Jadi dong!” jawabnya cepat. Seolah dikejar ketakutan bahwa hembusan angin lain akan mengubah suasana dengan cepat.

“Oke!” Anna bangkit dari kursinya. “Aku pamitan sama Abang dan anak-anak dulu.”

Steve mengangguk sambil mengacungkan jempolnya.

* * *

Tapi ujian itu belum lewat. Mobil yang terparkir di luar bukan mobil Steve, melainkan mobil Rafael. Steve menangkap tanya dalam mata Anna.

“Mobilku bannya gembos satu,” Steve nyengir. “Kelamaan mau ngeban. Aku embat saja mobil Rafa.”

“Lho, kalau dia mau pergi pakai apa?”

“Kan masih ada mobil Mama. Biarpun dia pakainya dengan ngomel-ngomel, pasti masih mau pakai juga. Yang ogah banget pakai mobil Mama kan aku, hehehe...”

Dan aroma lain itu langsung menyergap hidung Anna begitu dia duduk di dalamnya. Aroma yang jauh lebih menyenangkan daripada aroma mobil Steve. Aroma yang menenangkan. Aroma yang membuai. Membuat Anna harus bekerja keras untuk menekan gejolak hatinya dan mengusir bayangan sosok Rafael yang mulai muncul lagi.

“Mau cari baju di mana nih?” Steve mulai melajukan mobil itu.

“Mm... Ke mall saja ya?”

“Nggak ke butik?”

Anna menggeleng. “Kemahalan.”

Rafael tertawa, tapi tak berkomentar lebih lanjut.

Whatever you want, Lady...

* * *

Sebelum menarik gas motor 600 cc itu, kedua tangan Rafael mencari kedua tangan Adita dari kedua sisi tubuhnya. Ketika dia menemukan apa yang dicari, dilingkarkannya kedua tangan itu di sekeliling pinggangnya. Adita tergelak di belakangnya.

“Aku nggak akan jatuh biarpun posisinya nggak begini,” ucap Adita di sela gelak tawanya.

“Mesra sedikit kan nggak apa-apa,” balas Rafael, jahil.

Sisa tawa Adita yang menembus helm yang dikenakannya membuat Rafael tersenyum sebelum menarik gas. Diarahkannya motor itu ke Mangga Dua seperti permintaan Adita.

Mangga Dua?

Rafael sempat ragu sejenak dengan tempat pilihan Adita itu. Sejujurnya dia ingin Adita kelihatan lebih cantik lagi di resepsi pernikahan Ascadia minggu depan. Tapi Adita langsung menggelengkan kepala ketika Rafael menawarinya untuk mencari baju baru di butik.

“Cukup ke Mangga Dua, Mas. Aku punya langganan di sana. Yang jelas, aku nggak akan mempermalukanmu,” ucap Adita tegas.

Melihat keteguhan Adita, maka Rafael pun menyerah.

* * *

Bersambung ke episode berikutnya : Rinai Renjana Ungu #25

Berhubung ternyata RRU masih agak panjang, maka tayangan RRU akan break selama seminggu (minggu depan) agar pembaca tidak bosan. Sebagai pengisi kekosongan, mulai ditayangkan cerpen stripping berjudul I N F A L sejak hari Rabu kemarin yang akan tayang tiap hari sampai tamat.
Terima kasih...

Untuk semua pembaca yang sudah meninggalkan jejak berupa komentar, saya ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya. Akan segera saya balas begitu ada waktu luang. Mohon maaf untuk itu...





3 komentar: