Minggu, 30 September 2018

[Cerbung] Perangkap Dua Masa #12-3









Sebelumnya



* * *



‘Mas Bim, aku sudah jadian sama Mas Endra.’

Berkali-kali Bimbim menatap layar ponsel, berharap agar kalimat itu berubah, tapi berkali-kali pula ia harus menelan kekecewaan. Pesan yang dikirimkan Ingrid dini hari tadi dan baru saja beberapa menit lalu dibukanya itu tetap terbaca sama. Bimbim menghela napas panjang. Mengurai rasa sesak dalam dada. Menguap selebar-lebarnya untuk menyambut pagi barunya hari itu.

Habis sudah....

Padahal seutuhnya ia masih memiliki harapan bisa mendapatkan Ingrid. Selama ini Ingrid terlihat begitu menikmati saat-saat bersamanya.

Lalu apa yang kurang? Bimbim menggeleng samar. Apakah karena aku jauh lebih gembel daripada Endra?

Kali ini ia menggeleng kuat-kuat. Ingrid bukan gadis seperti itu! Ia yakin. Yakin sekali! Berarti memang Endra jauh lebih istimewa daripadanya. Walaupun tak mengenal Endra secara dekat, hanya sekadar tahu saja, Bimbim bisa melihat bahwa Endra adalah seorang pemuda baik-baik. Sama seperti Erwin dan juga Ernest.

‘Semoga dia bisa menjagamu dengan baik, In.’

Akhirnya, ia hanya mampu membalas pemberitahuan Ingrid dengan pesan itu. Tapi sungguh, doanya tulus. Sejak tahu bahwa Ingrid dekat juga dengan Endra, ia sudah menyiapkan hati. Kalaupun Ingrid terlepas dari tangannya, ia rela kalau Ingrid jatuh ke dalam dekapan Endra. Bukan pemuda lain yang ia tak tahu kualitasnya.

Yang bisa ia lakukan sekarang adalah mencoba untuk membiasakan diri terhadap pilihan Ingrid. Menjaga jarak aman dengan Ingrid demi kenyamanan Ingrid dan Endra, dan juga kenyamanan hatinya sendiri. Untung, untung saja, ia akan lebih sibuk lagi ke depannya.

Pertengahan minggu kemarin, ia sudah dinyatakan lolos seluruhnya setelah menjalani tes seleksi, tes kesehatan, dan wawancara untuk bekerja. Jadi orang kantoran di sebuah perusahaan besar. Tetap berbagi tugas dengan Ernest untuk mengontrol rumpun usaha mereka. Awal bulan depan, seminggu lagi, ia sudah masuk kerja.

Sebenarnya, hari ini, sore nanti, ia ingin mengajak Ingrid keluar untuk sekadar merayakan keberhasilan itu. Tapi, tampaknya ia harus membatalkan rencana itu. Bahkan ia memutuskan untuk tidak mengabari Ingrid soal kegiatan barunya sebagai orang kantoran. Biarlah nanti Ingrid akan tahu sendiri, entah dengan cara bagaimana.

Pada saat seperti ini, ia mengingat lagi pembicaraannya dengan sang ibu beberapa minggu lalu. Pembicaraan yang membuka wawasannya dengan lebih luas. Kalau ada kesempatan untuk mencari pengalaman lain, mengapa tidak?



“Kamu sudah fixed mau jadi pengusaha seperti sekarang ini?” tanya Tetty tiba-tiba, saat keduanya tengah bersantai berdua pada suatu senja di teras depan rumah.

Bimbim tercenung sejenak. Sebenarnya, ada perasaan belum puas walaupun sudah menjadi bos seperti saat ini. Ia masih punya cukup waktu luang. Apalagi usahanya sudah bisa berjalan dengan baik karena sudah ada penanggung jawab pada masing-masing tempat. Hanya tinggal mengawasi dan menerima hasilnya saja.

Selain itu?

Bimbim menggeleng samar. Untuk membuka usaha lain, ia merasa belum cukup mapan. Ya, usahanya bersama Ernest memang sudah memberikan hasil lebih dari cukup. Tapi terkadang ada saja hal tak terduga yang membuat mereka harus merelakan pundi-pundi mereka terbuka ikatannya, dan isinya mengalir keluar walaupun tak semuanya.

Menjadi pengemudi ojek online....

Selama ini Bimbim melakukan pekerjaan itu hanya dengan setengah hati saja. Saat ia mengambil penumpang, selalu saja terbersit pikiran bahwa seharusnya penumpangnya itu menjadi hak pengemudi lain yang kemungkinan besar lebih membutuhkan penghasilan daripadanya. Jadi, ia sedang mempertimbangkan untuk melepaskan saja pekerjaan itu.

Kuliah lagi?

Bimbim meringis sekilas. Ia memang bukan pemuda berotak kendor yang sudah tidak mampu lagi melanjutkan pendidikan. Toh, selama ini ia cukup memenuhi syarat untuk menerima label sebagai mahasiswa cerdas. Sepanjang sejarah pendidikannya di SD sampai SMA, ia selalu masuk jajaran sepuluh besar kelas paralel. Pun saat kuliah. Minimal IP yang didapatkannya adalah 2,90. Paling tinggi pernah mendapatkan 4,00 bulat. Selain itu, tak pernah kurang dari 3,00. Termasuk mahasiswa yang lulus tercepat dalam angkatannya. Tapi untuk lanjut ke magister, ia merasa ‘belum perlu’. Entah nanti, kalau memang itu menjadi suatu kebutuhan. Tapi saat ini dirasanya belum perlu.

“Bim?”

Bimbim tersentak. Tetty masih menunggu jawabannya, ternyata. Lalu, tiba-tiba saja, ia mendapatkan jawaban itu.

“Aku, kok, rasanya malah ingin kerja kantoran, ya, Ma?”

“Ha!” Tetty menyahut dengan antusiasme tinggi. “Kamu tahu Bu Permata?”

“Teman Papa yang petinggi bank asing itu?”

Tetty mengangguk.

“Kenapa Bu Permata?”

“Tempo hari Papa cerita, ngobrol sama Bu Permata. Bu Permata bilang, kalau Papa mau menitipkan surat lamaran siapa pun yang dikenal Papa, Bu Permata bisa bantu. Ya, memang tergantung hasil tes, sih. Tapi, kan, kalau ada channel, bisa lebih diperhatikan itu surat lamaranmu. Kebetulan banknya ada buka lowongan. Diutamakan yang fresh graduate hingga tiga tahun ke belakang. Butuh lulusan accounting. Kamu mau? Sesuai dengan ijazahmu.”

Bimbim meringis sekilas. Dari semua jenis karier yang ada di dunia ini, jadi pengemudi ojek online rasanya masih jadi pilihan lebih baik daripada bekerja di bank. Entah kenapa. Padahal ayahnya sendiri adalah seorang petinggi sebuah bank swasta terbesar.

“Mm.... Sementara, coba aku cari sendiri, deh, Ma,” putusnya kemudian.

Dan, bintang terang tampaknya sedang meneranginya. Saat berselancar untuk mencari lowongan kerja di berbagai situs daring, matanya tertumbuk pada sebuah iklan lowongan pekerjaan yang dibuat cukup gaul dan ‘ramah generasi muda’.

WANTED!!!

Kamu lulusan accounting, manajemen, teknik industri, teknik lingkungan, kehutanan, pertanian, peternakan, hukum, psikologi?
Gabung ke Forseti Group, yuk!
Ada berbagai posisi di perusahaan kami yang bisa kamu isi.
Keren, lho, untuk awalan meniti karier!
Tentu saja kalau kamu lolos tes, ya....
Kalau berminat, segera saja kirim CV kamu melalui email ke :
hrd.forsetigroup@forsetigroup.com
Lampirkan CV secara lengkap dalam bentuk attachment file, tulis kode posisi yang kamu inginkan seperti daftar yang ada di bawah ini pada subjek email.
Ditunggu paling lambat dua minggu sejak tanggal iklan ini muncul.
Yuk, semangat!

Iklan yang sungguh-sungguh menarik! Semangat yang tercermin di dalamnya menulari Bimbim. Hingga ia tak pikir panjang lagi untuk mulai menulis surat lamaran, memindai seluruh dokumen yang dirasanya penting, dan segera mengirimkannya saat itu juga.

Tiga minggu berlalu tanpa kabar, tiba-tiba saja ada email masuk yang memberi kabar bahwa ia diundang untuk melakukan tes tertulis di Menara Forseti Land, gedung pencakar langit milik Forseti Group dua hari berikutnya. Ia menghadiri tes itu. Mengerjakan sebaik-baiknya tanpa menumpuk harapan berlebih. Bersamanya ada sekitar 100 orang. Itu gelombang pertama. Masih ada dua gelombang lagi pada hari-hari berikutnya, seperti yang tertempel pada pintu aula tempat mereka mengerjakan tes tertulis. Sedangkan total kursi yang diperebutkan hanya 96 di berbagai posisi pada berbagai anak usaha Forseti Group. Karenanya, ia sengaja tidak memberitahu ayah-ibunya soal lamarannya dan tes itu.

Dua minggu berlalu. Tahu-tahu masuk email lagi yang menyatakan ia lulus tes tertulis dan diundang untuk melakukan wawancara pada hari Kamis pukul sepuluh pagi, dua hari lagi. Pagi itu, hari Kamis, ayahnya yang baru semalamnya kembali dari perjalanan dinas ke Amerika Serikat, berdiam di rumah untuk beristirahat. Ia tak ingin ditanya macam-macam. Maka, ia berangkat dari rumah dengan busana seperti biasanya. Celana denim, kaus oblong, jaket, dan sneakers. Tapi ia menyandang ransel yang terlihat cukup penuh.

“Mau ke mana?” Tetty mengerutkan kening.

“Ngantor,” jawab Bimbim sambil meraih setangkup roti bakar isi keju.

Tetty mengulurkan segelas susu hangat kepadanya.

“Ngantor, kok, kayak orang mau transmigrasi,” celetuk Pringgo, ayahnya.

“Itu..., ada beberapa kaus oblong layak pakai yang aku mau drop di kotak sumbangan baju bekas di minimarket,” Bimbim tak hilang akal. Padahal ranselnya berisi sehelai kemeja lengan panjang, sehelai pantalon, sepasang sepatu pantofel yang semalam sudah disemirnya hingga mengilat, dan sehelai jaket bersih-wangi yang baru diambilnya dari dalam lemari.

“Lama, nggak, ngantornya?” tanya Tetty lagi.

“Habis itu mau kelilingan, Ma.”

“Oh.... Ya, sudah. Sekalian saja pulangnya malam, ya? Biar Mama bisa honeyday sama Papa.”

Seketika Bimbim tergelak.

Ia tak bohong saat mengatakan hendak ‘ngantor’. Ia memang benar-benar ke kantor Erbim Food tak jauh dari rumah. Tapi hanya sekadar singgah untuk berganti baju. Setelah itu ia meluncur ke Menara Forseti Land.

Sesi wawancara dijalaninya dengan lancar. Ia cukup mendapat kejutan yang menyenangkan ketika mendapati pewawancaranya tahu ia adalah seorang pemilik usaha kuliner yang cukup berkembang.

Kekuatan medsos.... Ia meringis dalam hati. Untung medsosku isinya nyaris semua positif....

“Masih mau kerja ikut orang?” tanya perempuan berwajah ramah berusia empat puluhan yang mewawancarainya.

“Kalau kesempatan itu bisa saya dapatkan, mengapa tidak?” jawabnya, cukup lugas. “Apalagi itu usaha yang saya kembangkan bersama sahabat saya. Bukan milik saya sendiri. Kalau ada kesempatan lain bagi saya agar bisa lebih maju lagi dan mengembangkan diri melalui ‘ikut orang’—,” Bimbim mengisyaratkan tanda kutip dengan jemarinya, “—kenapa tidak saya ambil saja kesempatan itu?”

Ia sungguh-sungguh tak tahu apakah jawabannya dinilai tepat atau tidak oleh si pewawancara. Tapi kenyataannya, seminggu kemudian ia mendapat email berisi pemberitahuan bahwa ia lolos tes wawancara, dan ditunggu untuk melakukan tes kesehatan pada hari Senin minggu berikutnya.

Pagi-pagi sekali ia sudah meninggalkan rumah, agar tidak ditanyai ini-itu oleh yang memergokinya. Ia baru memberitahu ayah-ibunya setelah ada pernyataan bahwa ia diterima untuk memulai karier di Forseti Group sebagai seorang staf akunting.

“Serius?” ayahnya ternganga.

Bimbim mengangguk dengan wajah datar.

“Hebat, kamu!” puji Pringgo, sama sekali tanpa nada basa-basi. Bahkan jelas-jelas ada nada kebanggaan dalam suaranya. “Nggak sembarangan orang, lho, bisa lolos masuk Forseti.”

Kali ini, ganti ia yang ternganga.

Hal berikutnya adalah memberitahu Ernest. Sang sahabat ikut gembira mendengar berita itu. Segera saja mereka sibuk membicarakan kembali pembagian kerja mereka. Mau tidak mau, sekarang Ernest-lah yang harus lebih banyak mengendalikan usaha-usaha di bawah bendera Erbim Food.



Bimbim mengembuskan napas panjang. Padahal, rencananya semula, seusai mentraktir Ingrid, ia ingin gadis itu menemaninya membeli beberapa helai kemeja dan pantalon baru untuk persiapan kerja. Tapi....

Gagal.... Gagaaal....

Bimbim berusaha mengumpulkan semangatnya kembali dengan beringsut dari ranjang, dan masuk ke kamar mandi untuk menyegarkan diri.

­* * *


Ilustrasi : www.pixabay.com (dengan modifikasi)


Untuk seorang sahabat yang hendak berangkat bertugas di daerah bencana di Sulawesi : Do your best, Nyut! God bless you!


Tidak ada komentar:

Posting Komentar