𝙋𝙚𝙧𝙞𝙨𝙖𝙞 𝙃𝙖𝙩𝙞 - 2
Taman tempat KPN berkumpul sudah cukup ramai ketika Erid datang bersama trio anabulnya dan Carina. Hanya saja, sosok yang diam-diam Erid cari belum kelihatan batang hidungnya. Malah Bara bersama Potato dan Pumpkinlah yang dilihatnya. Tengah mengobrol dan bermain dengan seorang gadis dan seekor anjing beagle.
"Iya, Ma," angguk Erid. "Ayo, duduk di sana, Ma."
Keduanya duduk di bangku beton di bawah sebuah pohon trembesi. Allan datang menyapa, kemudian mengajak bermain trio herder yang sudah dikenalnya. Allan memiliki tempat pelatihan anjing, dan trio herder milik Erid adalah anak didiknya. Ketika Erid melihat Adrian, didekatinya pemuda itu dengan menenteng kantung berisi kue yang tadi dibelinya.
"Hei, bro!" sapa Adrian meriah.
"Ini Mama tadi beli kue, buat cemal-cemil bareng di sini," ujar Erid.
"Wah, makasih banyak!"
Adrian menyerahkan kue itu pada Olin untuk diurusi. Pada pertemuan KPN seperti ini, memang banyak anggota yang membawa kudapan untuk dimakan bersama.
"Ini kenapa juga Lily belum datang, Bang?" tanya Olin.
"Tadi Fonso yang jemput," jawab Adrian. "Sarapan dulu, 'kali. Eh, itu mobilnya!"
Baik Olin maupun Erid mengikuti arah telunjuk Adrian. Sebuah mobil sport mewah berwarna hitam berhenti tak jauh dari mereka, kemudian Lily dan Athena keluar dari dalamnya. Lalu, mobil itu meluncur pergi.
"Loh, Fonso cuma anterin kamu doang?" Adrian mengerutkan kening.
"Enggak." Lily tertawa ringan. "Dia mau parkir dulu. Aku mau sekalian turun di sana nggak dibolehin sama dia. Daripada jalan kaki ke sini, katanya."
"Ah, modus si Fonso," cibir Adrian.
Lily kembali tergelak. Ia kemudian menyapa orang-orang yang ada di sekitar mereka.
"Nggak bawa apa-apa, nih, Ly?" Olin nyengir.
"Eh, aku sudah buat bolu pisang keju semalem. Ketinggalan di mobil. Sama tas Athena juga masih di sana. Nanti juga dibawain sama Fonso."
Tak lama, yang namanya baru saja disebut datang dengan tas besar tersandang di bahu kiri, dan sebuah kotak kue besar di kedua tangannya. Kotak kue itu segera diambil alih Olin.
"Hah! Tasmu berat banget, Lov! Kamu mau kemping atau gimana?" Tangan Fonso langsung memporakporandakan poni Lily.
"Hih!" Lily mencubit lengan Fonso yang liat. "Aku, tuh, mau minggat! Kenapa kamu berisik banget! Jadi ketahuan, 'kan!"
Hampir semua tergelak mendengar candaan kedua orang itu. Hanya satu yang mengulas senyum tipis. Samar.
* * *
'𝘓𝘰𝘷𝘦 𝘥𝘪𝘢 𝘣𝘪𝘭𝘢𝘯𝘨?'
Erid berdehem samar.
'𝘓𝘢𝘭𝘶, 𝘥𝘪 𝘮𝘢𝘯𝘢 𝘭𝘦𝘵𝘢𝘬 𝘴𝘢𝘭𝘢𝘩𝘯𝘺𝘢?'
Dengan status terakhirnya yang disandang sejak beberapa tahun lalu, tentunya Lily sudah bebas untuk dekat dengan siapa pun. Termasuk dengan orang yang memanggilnya 'Love' tadi.
Ketika grup kecil itu pelan-pelan bubar karena ada yang ingin mengudap, ada pula yang hendak memberi minum atau bermain dengan anabulnya, Erid pun kembali ke tempat Carina menunggu. Dilihatnya sang ibu tengah mengobrol dengan pasangan senior yang memegang tali seekor great dane yang duduk manis.
"Ah!" seru Carina. "Ini anak sulung saya, Pak, Bu," ujarnya.
"Erid." Erid menyambut jabat tangan itu dengan erat.
"Darsono." Laki-laki senior itu tersenyum ramah.
"Emilia." Begitu pula istrinya. Lalu sambungnya, "Mas Erid ini dokter, 'kan, ya? Kayaknya saya pernah antar cucu saya imunisasi, yang menangani Mas Erid."
"Iya, Bu, saya dokter spesialis anak."
"Yang sekarang pegang RSGH Grup, 'kan?" Darsono memastikan.
"Betul, Pak. Rangkap-rangkap," senyum Erid.
"Wah, hebat-hebat semua anak-cucu Pak Caraka." Darsono mengacungkan jempol.
"Putra-putri Pak Dar dan Bu Emi juga panutan," puji Carina.
"ATHENA!"
Seruan itu terdengar membahana. Membuat kaget orang-orang yang mendengarnya, termasuk grup kecil yang tengah asyik mengobrol di bawah pohon trembesi.
Sebelum mereka sempat menyadari apa yang sudah terjadi, sesosok makhluk kecil mendatangi mereka dengan langkah-langkah cepat. Berlari sekuat tenaga. Makhluk berambut lebat berwarna krem itu berhenti di dekat kaki Erid, kemudian berbaring telentang, memperlihatkan bagian dada dan perutnya yang berambut putih. Minta dibelai. Sempat terjadi sedetik bengong berjamaah, sebelum semua yang melihatnya tertawa geli.
Rupanya Athena mengenali Erid. Dan, sekarang ia ingin dimanja. Dengan gemas Erid mengangkat anjing pom mungil itu dan menggendongnya dengan sayang. Lily terengah-engah begitu sampai di dekat mereka.
"Athena ...." Lily terdengar pasrah.
Fonso yang terlambat merespons terlambat pula sampai di belakang Lily.
"Maaf, Lov, dia lari begitu saja begitu aku turunkan," sesal Fonso.
"Maaf," ucap Lily pada grup bawah pohon itu dengan wajah menyesal yang sama.
"Nggak apa-apa," senyum Erid. "Dia masih ingat padaku, rupanya."
Lily hanya meringis sekilas.
"Ini yang kalian foto bareng itu, Rid?" tanya Carina dengan mata berbinar.
"Iya, Ma. Pom Lily. Imut banget, 'kan?"
Carina mengangguk-angguk. Mengagumi kelucuan Athena.
"Wah, ini Loysi pasti senang ketemu Athena."
Belum selesai Carina bergumam, sudah terdengar teriakan dengan suara kecil yang cukup memekakkan telinga, "Teti! Tetiii! Tetiii!!!"
* * *
"Ly."
Colekan di bahu kanan itu membuat Lily segera tersadar dari bengongnya. Baru saja putri kecil Erid datang bersama ibunya. Entah kenapa hatinya serasa jatuh berserakan ke tanah. Ia pun menoleh. Adrian berdiri di belakangnya.
"Ya?"
"Itu Om Restu sudah datang, cari kamu."
"Oh, iya."
Lily pun segera beranjak. Namun, ia masih sempat menitipkan Lily pada Fonso dan Erid. Ia memang sudah ada janji dengan Restu, seorang dokter hewan, untuk menentukan waktu sterilisasi dan vaksinasi massal mandiri untuk anabul anggota KPN yang membutuhkan.
Sambil mengobrol dengan Restu, sesekali tatapan Lily jatuh pada sosok Erid. Laki-laki itu kini duduk santai di atas latar paving block, menghadapnya. Athena masih berada dalam pelukan Erid. Loysi dengan hati-hati berjongkok sambil membelai Athena. Mereka pun sempat berfoto, yang diambil oleh ibu Loysi dengan penuh kesabaran.
Pembicaraan dengan Restu diakhiri dengan kesepakatan untuk mengadakan tindakan massal itu pada pertemuan KPN yang akan datang. Adrian menghampiri keduanya, kemudian berjabat tangan dengan Restu sebelum dokter hewan senior itu undur diri.
"Tolong nanti bikin pengumuman di WAG, ya, Ly," ujar Adrian. "Minta Allan bikin poster mininya."
"Siap, Bos!"
Ketika hendak kembali pada Athena, mendadak keraguan menghampiri hati Lily. Dilihatnya Erid masih sibuk dengan Athena bersama putri dan istrinya. Ada Carina juga di sana. Athena pun tampak nyaman.
Akhirnya Lily pun membelokkan langkahnya le arah grup kecil lain yang tengah 'memamah biak'. Baru saja hendak menggigit sebuah onde-onde, ada yang berseru, "Lov!" Ia pun menoleh.
"Ini Athena mau dipinjam sebentar boleh nggak?" seru Fonso.
Lily mengerutkan kening. "Dipinjam gimana?"
"Mau aku bawa pulang sebentar, Ly," jelas Erid.
Lily masih mengerutkan keningnya. Belum menemukan jawaban yang tepat.
"Nanti sore aku kembalikan," lanjut Erid.
Lily menimbang-nimbang. Jujur, ia takut Athena kenapa-napa di tangan orang lain. Bagaimanapun, Athena adalah peninggalan Andru. Namun, mengingat Erid adalah juga seorang pencinta anjing, tampaknya ....
"Boleh?" tanya Erid, lembut.
Entah apakah suara Erid mengandung efek hipnotis atau bagaimana, Lily pun mengangguk, walau masih terlihat ragu-ragu.
"Yeeeyyy!!!"
Langsung terdengar sorakan keluar dari mulut Loysi.
"Atih, Ate!" serunya gembira.
Lily hanya bisa mengangguk. Meringis sekilas.
* * *
Lily dan Fonso terpaksa membatalkan acara mereka menjelang sore itu. Hujan deras seolah ditumpahkan tanpa jeda dari langit. Tak mungkin memaksa diri untuk mengunjungi makam Andru dalam kondisi seperti itu.
Rasa was-was pun muncul dalam hati Lily. Dalam kondisi cuaca seperti ini, apakah mungkin Athena akan dipulangkan sesuai janji? Fonso rupanya memahami keresahan Lily.
"Nanti kalau sampai malam belum diantar, aku temani ambil, Lov," ujarnya.
Lily menghela napas panjang. Dari tempatnya duduk di teras, ia menatap langit kelabu tua pekat dengan harapan terjun bebas.
"Seharusnya aku tadi tidak mengizinkan mereka bawa Athena," sesalnya.
"Dan mematahkan keinginan seorang anak kecil, Lov?" bisik Fonso. "Dia suka banget sama Athena."
Lily kembali menghela napas panjang. Fonso meraih bahu Lily dan merengkuhnya.
"Sudahlah. Ayo, masuk," ajak Fonso.
Ketika sudah hampir pukul delapan malam tapi hujan masih menggila, Lily pun akhirnya memutuskan untuk menelepon Erid. Erid mengatakan bahwa ia akan mengembalikan Athena besok pagi sambil berangkat kerja, tapi Lily menolak. Lily bersikeras mempertahankan miliknya kali ini. Akhirnya Erid pun menyerah. Ia menawarkan untuk mengantar Athena, tapi dengan tegas Lily menolak.
"Saya ambil Athena sekarang," ucapnya tanpa bisa ditawar lagi. "Saya minta alamat Anda."
Dengan berat hati, Erid pun mengirimkan alamatnya melalui WA. Fonso yang paham betul arti Athena bagi Lily pun dengan setia mengantar.
Dalam hitungan menit, mobil sport yang dikendarai Fonso berhenti di depan rumah Erid. Fonso bergegas keluar dengan payung lebarnya, kemudian membukakan pintu mobil untuk Lily.
Begitu Lily dan Fonso menginjakkan kaki di tepi 𝘤𝘢𝘳𝘱𝘰𝘳𝘵 rumah Erid, laki-laki itu muncul dari dalam dengan menggendong Athena. Tidak sendiri. Ada Loysi menangis terisak dalam gendongan ibunya. Melihat Lily, Athena menguik girang sambil menggoyangkan ekornya.
"Maaf, tapi saya harus membawa Athena pulang," ucapnya, berusaha menegakan diri.
"Ya, aku paham," angguk Erid. "Terima kasih banyak."
"Kalau memang putri Anda menginginkan anabul seperti Athena, Anda bisa mencarinya di 𝘴𝘩𝘦𝘭𝘵𝘦𝘳-𝘴𝘩𝘦𝘭𝘵𝘦𝘳."
Erid kembali mengangguk. Fonso menerima tas besar berisi perlengkapan Athena dari tangan Erid.
"Saya permisi."
Tanpa menunggu jawaban dari pemilik rumah, Lily pun berbalik dengan memeluk erat Athena. Fonso hanya bisa mengangguk sopan ketika berpamitan. Merasa sedikit tidak enak akan sikap Lily yang begitu posesif terhadap Athena. Mereka kemudian masuk ke mobil, dan pulang membawa Athena menembus hujan yang belum berkurang intensitasnya.
* * *
"Teti, napa Ate tahat?" rengek Loysi dengan suara serak.
Erid yang memangku Loysi menghela napas panjang. Dielusnya rambut gadis kecil itu.
"Tante Lily tidak jahat," bujuk Erid lembut. "Athena, 'kan, memang punya Tante Lily. Kita tadi hanya pinjam. 'Kan, kita sudah janji mau mengembalikan Athena sore hari. Karena sudah malam Athena belum kita kembalikan, makanya sama Tante Lily diambil."
Loysi tidak menjawab. Hanya menyandarkan kepala di dada Erid. Wajahnya terlihat sedih. Erid kembali menghela napas panjang. Dikecupnya puncak kepala Loysi.
"Ayo, pulang, yuk!" bujuk Ori, menyodorkan kedua tangannya pada Loysi.
Namun, gadis itu malah beringsut menjauh walaupun masih di pangkuan Erid.
"Keduluan ngambek, dah," gumam Carina.
"Sudahlah, kalian menginap saja." Erid mendongak, menatap ibu, adik, dan adik iparnya. "Masih hujan begini."
Setelah menimbang-nimbang, akhirnya ketiga orang itu pun setuju untuk menginap. Carina duduk di sebelah Erid, mengelus lembut kepala Loysi.
"Loysi bobok, yuk," bujuk Carina lembut. "Sudah malam ini. Loysi mau bobok sama Papa-Mama atau sama Moma?"
"Tama Teti," jawab Loysi dengan suara kecil seraknya.
"Oke!" Erid berdiri, menggendong Loysi. "Kalau mau bobok sama Daddy, nggak boleh sedih. Mana coba senyumnya?"
Loysi berusaha untuk tersenyum. Hanya sedetik, kemudian menyembunyikan wajahnya di leher Erid.
* * *
"Dia pasti membenciku," gumam Lily.
"Siapa?"
"Loysi."
Fonso menghela napas panjang. Sejujurnya, ia merasa bahwa Lily tadi agak terlalu frontal bersikap. Sepaham apa pun ia akan arti Athena bagi Lily, tetap saja Lily agak terlalu 'kasar' merebut kembali Athena.
Hanya saja, ia tidak tahu, ada sisi tersembunyi dalam hati Lily. Sisi yang patah melihat keluarga kecil Erid. Sisi yang membuatnya membentuk perisai hati dengan cara sedikit frontal. Ia sudah mengalami banyak sekali kehilangan. Jangan Athena, minimal untuk saat ini.
"Mau menggantinya dengan boneka?" tawar Fonso, tiba-tiba.
"Hah?" Lily menoleh cepat.
"Memelihara anjing ras itu nggak gampang. Kamu tahu sendiri itu, Lov. Apalagi buat anak sekecil Loysi."
"Apa gitu aja, ya?" Lily menimbang-nimbang.
"Mana toko boneka paling dekat sini?"
"Ada di kompleks ruko depan."
"Oke, kita ke sana."
"Tapi aku nggak bawa dompet, Fon."
"Aku ada. Sudahlah, tenang aja."
Tanpa menunggu jawaban Lily, Fonso memutar balik arah mobilnya. Untung toko boneka yang mereka tuju masih buka. Untung kedua, ada boneka berbentuk pomeranian yang mirip sekali dengan Athena.
"Nanti uangmu aku ganti, Fon," ucap Lily begitu tahu bahwa boneka itu harganya hampir enam ratus ribu rupiah.
"Halah! Nggak usah!" tukas Fonso galak.
Lily hanya bisa nyengir. Dengan mutu dan penampakan sebagus itu, wajar bila harganya mahal. Dan, bila Fonso mengatakan 'nggak usah', maka begitulah maksud sebenarnya.
* * * * *
Ilustrasi dari pixabay, dengan modifikasi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar