Selasa, 08 Januari 2019

[Cerbung] Portal Triangulum #11-2







Sebelumnya



* * *



Gematri tercenung sejenak sebelum keluar dari pesawatnya. Walaupun dengan sepengetahuan Salindri, kedatangannya ke Bhumi, khususnya Javantara, adalah secara incognito. Anonim. Meninggalkan segala jabatannya. Tujuannya hanya satu. Mencoba untuk mengejar cinta yang selama ini ia coba kesampingkan karena tugas negara.

Ia menengok ke luar jendela. Javantara yang hijau oleh aneka tumbuhan di bawah naungan langit biru. Nyaris serupa Ancora. Dikerjapkannya mata. Ketika ia menengok ke arah sebaliknya, tampak Solar – bintang yang menjadi pusat energi Bhumi – dengan bias sinar jingganya yang indah perlahan tenggelam di balik cakrawala.

Dihelanya napas panjang. Dengan memantapkan hati, ia beringsut keluar dari pesawat. Papan penunjuk EXIT pada area luas hanggar khusus pesawat pribadi itu cukup jelas dilihatnya. Ke arah sanalah ia melangkah.

Seorang petugas mengangguk sopan sambil menanyakan identitasnya di gerbang pemeriksaan. Dengan gerakan biasa Gematri menyodorkan lencana yang dilepaskannya dari gesper ikat pinggangnya.

“Oh, Anda bisa langsung ke gerbang berwarna hijau itu, Tuan Gematri,” ucap petugas itu. “Utusan Yang Mulia Salindri sudah menunggu Anda.”

Sambil mengucapkan terima kasih, Gematri menempelkan kembali lencananya. Ia melangkah sesuai arahan petugas. Selangkah di luar gerbang hijau, ia menyisihkan tubuhnya sejenak. Dihubunginya Salindri. Benar, Salindri sudah mengirimkan kendaraan beserta sopir kepercayaannya untuk menjemput Gematri. Se-'incognito' apa pun kedatangan Gematri kali ini ke Javantara, Salindri tetap memberinya fasilitas minimal untuk tamu negara tak resmi.

Begitu Gematri selesai menghubungi Salindri, seorang laki-laki berusia pertengahan lima puluhan bertubuh tinggi besar datang menghampirinya.

“Tuan Volans Gematri dari Ancora?” tanya laki-laki itu. “Saya Pri, utusan Ibu Salindri. Mari!”

Gematri mengangguk. Ia mengikuti langkah Pri ke tempat kendaraan diparkir. Beberapa puluh detik kemudian, sambil meluncurkan mobil kecil itu, Pri menanyakan tujuan Gematri, apakah hendak ke penginapan dulu, ataukah ke tempat lain.

“Mm ... Bapak tahu apartemen ilmuwan Observatorium Tandan?” tanya Gematri. Sangat sopan.

“Tahu, Tuan.” Pri mengangguk. “Apartemen Nona Kana? Ibu Salindri sudah memberitahu saya bahwa salah satu tujuan Tuan adalah apartemen Nona Kana.”

“Ya, bawa saya ke sana, Pak.”

“Baik, Tuan.”

Perjalanan itu hanya sekejap saja. Membuat Gematri belum sempat mengatur napasnya yang sedikit berantakan karena terpengaruh jantungnya yang berdebar dalam irama tak wajar.

“Sudah sampai, Tuan.”

Gematri tergeragap. Sebelum menerbangkan pesawatnya masuk ke portal lubang cacing menuju ke Bhumi, Gematri menghafalkan lagi nomor apartemen Kana. Tentu saja diperolehnya alamat lengkap Kana dari Salindri.

Pri menurunkan kaca jendela di depan gerbang kompleks apartemen. Seorang petugas keamanan mendekatinya.

“Selamat sore,” sapa petugas itu sambil memberikan hormat. “Mohon maaf, Bapak dari mana, ingin bertemu dengan siapa?”

“Saya sopir pribadi Yang Mulia Ibu Salindri, mengantarkan tamu untuk Nona Kanaka Kamala,” jawab Pri dengan tegas namun sopan.

“Tidak ada pesan khusus dari Ibu Kana soal tamu,” ujar petugas itu.

Gematri yang mendengar pembicaraan itu dari jok belakang segera membuka kaca jendela di sebelah kanannya.

“Bisa menghubungi Nona Kana?”

“Oh, saya akan coba. Silakan parkir dulu di sebelas sini.”

Petugas keamanan itu menunjuk ke area di sebelah pos keamanan apartemen. Tanpa ragu, Gematri kemudian turun dan menghampiri pos keamanan. Seorang petugas menyilakannya duduk dulu.

“Ibu Kana sepertinya belum pulang,” ujar petugas lain. “Sedang kami coba untuk menghubungi alat komunikasinya.”

Gematri mengangguk sambil mengucapkan terima kasih.

“Maaf, dengan Tuan siapa?” petugas yang hendak menelepon Kana itu menyiapkan alat perekam datanya.

“Saya Volans Gematri, dari planet Ancora, galaksi Andromeda.”

“Tunggu sebentar, ya, Tuan.”

Gematri kembali mengangguk. Tetap sabar mengikuti prosedur untuk bertemu dengan Kana. Beberapa saat kemudian, petugas itu menyodorkan alat komunikasinya kepada Gematri.

“Tuan, Ibu Kana ingin bicara dengan Anda.”

Seketika, debar jantung Gematri makin meliar.

“Kana?” Susah sekali menyembunyikan getar dalam suaranya. “Ini Volans Gematri.”

“Yang Mulia Gematri? Benarkah Anda?”

Gematri bernapas lega. ”Ya, Kana. Panggil saja aku Volans atau Gematri. Tanpa embel-embel apa pun.”

Hening sejenak di seberang sana sebelum Kana akhirnya bersuara lagi.

“Saya sedang makan malam dengan teman-teman. Maukah Anda bergabung?”

“Di mana?”

Kana menyebutkan dengan jelas lokasi di mana ia berada. Gematri mengingatnya baik-baik. Setelah pembicaraan itu usai, Gematri mengembalikan alat komunikasi dan menoleh kepada Pri.

“Bisa antar saya ke ... Gandewa? Bapak tahu tempatnya?”

Pri segera mengangguk. Keduanya kemudian berpamitan kepada para petugas keamanan.

Ah, Kana ... Akhirnya aku bisa bertemu denganmu lagi!

Gematri mengembuskan napas panjang begitu Pri menutupkan pintu mobil dari luar. Debar jantungnya belum reda. Bahkan makin liar. Hanya tinggal hitungan detik ia akan bertemu lagi dengan Kana. Pada saat itu ia tahu, rindunya sudah meluap. Nyaris tak terbendung lagi.

* * *


Ilustrasi : www.pixabay.com (dengan modifikasi)