Selasa, 01 Januari 2019

[Cerbung] Portal Triangulum #10-2









Sebelumnya



* * *




Pada hari kedelapan setelah pembersihan pasukan Asubasita di Gerose, seluruh kaum Maleus pemberontak sudah berkumpul di planet Pengzan. Mereka berdatangan dari seluruh semesta tempat mereka terdampar. Salindri yang mengubah suaranya menjadi mirip Asubasita berhasil memerintahkan para pemberontak itu untuk ‘menyusun kekuatan’ di planet Pengzan. Ia bicara melalui saluran komunikasi yang seolah-olah berasal dari pesawat Asubasita.

Begitu ‘bom’ Lendiris lilac datang dari galaksi Jantilisnanet dan benar-benar sudah siap dalam kemasan aman kristal-kristal Basikova pada hari kelima, tim instalasi yang terdiri dari tim keamanan Gerose dibantu oleh tim ilmuwan di bawah komando Moses segera menyelesaikan instalasi semprotan nitrogen di sekeliling titik kumpul kaum Maleus pemberontak. Salindri dan Xavier sudah memetakan titik kumpul itu. Terletak pada sebuah dataran luas yang dikelilingi perbukitan batu. Sebuah tempat yang cocok untuk mengurung pasukan pemberontak.

Dalam jangka waktu sehari, instalasi itu sudah selesai. Beberapa tangki raksasa berisi nitrogen sudah sudah ditempatkan secara sempurna pada posisinya. Sudah tersambung pula dengan instalasi penyemprotan. Keberadaan tangki itu pun  sudah dihilangkan dari pandangan. Tim instalasi menutupinya dengan lembar-lembar jala, kemudian menaburkan bubuk penghilang yang diberikan oleh Ratu Amarilya di sekitar tangki yang sudah tertutup. Tak hanya itu, kamera-kemera pengawas juga dipasang pada delapan penjuru mata angin, sehingga kondisi dataran jebakan terpantau sempurna.

Begitu jebakan sudah siap, melalui saluran komunikasi yang bersumber dari pesawat, ‘Asubasita’ segera menyuruh para anak buahnya untuk meluncur menuju planet Pengzan. Tak lupa ia menyertakan koordinat titik kumpul, agar rencana pemusnahan itu berjalan mulus.

“Kalau kalian sudah berkumpul, baru aku akan meluncur ke situ.” Begitu pesan tegas ‘Asubasita’. “Yang jelas, aku sudah memastikan koordinat itu aman bagi kita semua untuk berkumpul membicarakan strategi penyerbuan.”

Pada hari ketujuh, pasukan kaum Maleus pemberontak mulai mendarat di koordinat yang sudah diberikan oleh ‘Asubasita’. Dengan patuh, mereka berkumpul di tengah dataran itu agar pesawat ‘Asubasita’ dan pasukannya yang akan meluncur dari Gerose bisa terparkir di sekeliling mereka, agar mereka bisa terlindungi dengan lebih baik.

Dari layar monitor yang ada di ruang kerja Xavier, Ratu Amarilya menghitung jumlah pesawat yang sudah mendarat di planet Pengzan. Ia mengangguk puas. Dalam jangka waktu dua hari, jumlah pesawat itu sudah sesuai dengan jumlah pesawat kaum Maleus pemberontak yang berhasil keluar dari planet Catana, minus jumlah pesawat pasukan Asubasita.

“Sudah lengkap,” ujarnya. “Kami akan berangkat sekarang.”

Ratu Amarilya dengan gagah memimpin pasukannya menaiki pesawat-pesawat milik pasukan Asubasita. Kendali sistem komunikasi antar pesawat itu seutuhnya dipegang oleh Salindri dari ruang kerja Xavier, karena hanya ialah yang bisa menirukan suara Asubasita secara sempurna. Melalui frekuensi lain yang berada pada jalur aman, ia dan pasukan Ratu Amarilya masih bisa berkomunikasi dengan lancar.

“Cek bom Lendiris lilac,” perintah Ratu Amarilya kepada pasukannya.

Masing-masing pesawat melaporkan bahwa bom sudah siap secara lengkap.

“Oke, kita berangkat!” ucap Ratu Amarilya lagi.

Pesawat-pesawat milik pasukan Asubasita itu mulai mengudara, dan mengambang sejenak. Xavier segera membuka portal menuju planet Pengzan. Setelah memastikan bahwa jalur itu aman, pasukan Ratu Amarilya pun dipersilakannya meluncur ke dalam lubang cacing yang menghubungkan planet Gerose dengan planet Pengzan.

* * *

Begitu keluar dari ujung portal, Ratu Amarilya bisa melihat bahwa pesawat-pesawat kaum Maleus pemberontak sudah berada dalam formasi yang diinginkan, yaitu berkumpul di tengah. Sambil membawa pesawat Asubasita memutari wilayah itu, diikuti pesawat-pesawat pasukannya, Ratu Amarilya memberi tahu Salindri agar menggulirkan rencana mereka berikutnya.

“Perhatian! Portal menuju Gerose sedang terbuka lebar!” ucap Salindri melalui radio komunikasi, dalam suara Asubasita. “Bersiap di luar pesawat masing-masing sehingga aku bisa menginspeksi kalian! Aku akan segera mendarat. Segera setelah itu, kita bisa melakukan penyerbuan!”

Perintah ‘Asubasita’ itu segera dipatuhi segenap pengikutnya. Mereka berdiri berjajar di samping pesawat masing-masing. Segera saja dari dalam pesawatnya, Ratu Amarilya mengaktifkan kubah tak kasat mata untuk mengurung kaum Maleus pemberontak di bawah. Setelah itu, ia pun mendaratkan pesawatnya pada tepi dataran, diikuti oleh pasukannya. Tanpa disadari oleh kaum Maleus pemberontak, mereka sudah terkurung secara sempurna dalam area itu.

“Lemparkan bom ke atas kubah!” perintah Ratu Amarilya. “Sekarang!”

Pasukannya segera melakukan gerak cepat dengan membuka pintu pesawat masing-masing, dan melemparkan kristal-kristal berisi spesimen jamur Lendiris lilac. Tepat begitu kristal-kristal itu sudah meluncur jatuh dan berada di bawah kubah, Ratu Amarilya menjentikkan jemarinya.

Serentak, kristal-kristal itu pecah dan menghamburkan spora jamur Lendiris lilac. Bagian dalam kubah yang berbentuk setengah bola itu segera dipenuhi asap serupa kabut berwarna ungu. Sementara itu, pasukannya segera keluar dari pesawat dan menyiapkan selang-selang yang tersambung dengan instalasi nitrogen.

Dengan kesaktiannya, Ratu Amarilya membuat kubah yang diaktifkannya bisa ditembus materi dari luar, tanpa materi yang sudah telanjur terkungkung di dalamnya bisa lolos keluar. Pasukannya pun segera menyisipkan ujung-ujung selang ke bagian bawah kubah yang bersinggungan dengan tanah.

“Siap, selang masuk!” Satu demi satu penyisip ujung selang melaporkan kerja mereka.

“Mundur ke tangki nitrogen!” perintah Ratu Amarilya.

Kembali pasukannya melaporkan kesiapan mereka pada posisi yang sudah ditentukan. Ratu Amarilya menunggu hingga sepuluh menit sebelum memerintahkan pasukannya untuk membuka katup tangki nitrogen.

“Alirkan nitrogen sekarang!”

Tanpa suara berarti, nitrogen mulai mengalir dari tangki melalui selang, masuk ke kubah. Pelan-pelan, sama sekali tanpa perlawanan, seisi kubah membeku. Pada tekanan yang mendekati maksimum, Ratu Amarilya memerintahkan katup ditutup, dan selang-selang digulung kembali. Dengan cekatan, para anggota pasukannya menyelesaikan tugas itu.

“Selesai, Ratu!”

“Siapkan bom pemusnah!” ucap Ratu Amarilya dengan suara dingin.

Mendadak saja, timbul kemarahan daalam dirinya. Mengingat betapa kaum Maleus tak tahu berterima kasih itu sudah membuat kekacauan besar di semesta. Terutama atas jiwa-jiwa tak berdosa kaum Catanora yang sudah jadi korban beberapa kali pemberontakan kaum Maleus.

Pembekuan itu sempurna dalam jangka waktu tiga puluh menit saja. Ratu Amarilya pun segera memerintahkan pasukannya untuk memasukkan bom pemusnah melalui dasar kubah. Belasan bom pun digelindingkan masuk. Setelah menerima laporan ‘siap, Ratu!’, Ratu Amarilya pun menekan tombol merah pada detonator yang dipegangnya.

BUUUMMM!!!

Benar-benar seperti deja vu. Terjadi ledakan yang menggetarkan planet kecil Pengzan. Kubah transparan yang tadinya dipenuhi kabut berwarna ungu, kini berganti dipenuhi gulungan-gulungan asap layaknya bulu domba keriting tebal dalam gradasi warna putih hingga abu-abu gelap. Asap itu hanya bergumul saja dalam bentuk setengah bola, setinggi tak kurang dari enam ratus dekameter.

Perlu waktu hingga nyaris setengah jam sebelum asap perlahan menipis dan menghilang. Tak ada lagi sisa warna ungu di dalam kubah. Melihat itu, seluruh pasukan Ratu Amarilya bersorak dan bertepuk tangan.

Ratu Amarilya tersenyum puas. Ia melaporkan akhir pemusnahan itu kepada Xavier dan Salindri di ruang kendali keamanan planet Gerose. Laporan yang diterima planet Gerose dengan perasaan lega.

Xavier segera mengirimkan pesawat-pesawat kargo tanpa awak untuk mengangkut kembali instalasi nitrogen dari planet Pengzan ke planet Gerose. Dengan sabar, ia memandu Ratu Amarilya untuk mengaktifkan kunci kemanan pada setiap tangki agar aman untuk diangkut pulang. Dengan kekuatan sihirnya pula, Ratu Amarilya mensterilkan setiap bagian dari peralatan dan seluruh pasukannya agar benar-benar bersih dari spora jamur Lendiris lilac.

Setelah menunggu selama satu jam lamanya, pesawat-pesawat kargo itu pun muncul. Satu demi satu mereka keluar dari portal lubang cacing dan mendarat secara vertikal pada area-area yang masih kosong di dataran luas itu. Dengan kekuatan telekinetisnya, Ratu Amarilya memindahkan seluruh tangki nitrogen beserta gulungan-gulungan selang ke dalam pesawat-pesawat kargo. Setelah selesai, ia pun memerintahkan pasukannya agar kembali ke pesawat masing-masing.

“Kargo sudah masuk secara lengkap ke dalam pesawat,” lapornya kepada Xavier. “Silakan tarik semua pesawat kargo kembali ke Gerose lima menit lagi.”

Melalui layar monitor, Ratu Amarilya melihat bahwa Xavier mengerutkan kening.

“Kenapa tidak sekarang saja?” tanya Xavier.

“Karena saya perlu waktu untuk mengaktifkan sistem sterilisasi di portal lubang cacing, Tuan Xavier,” jawabnya dengan nada sabar. “Agar kami yang akan kembali ke Gerose benar-benar bersih dari spora Lendiris lilac.”

Xavier pun mengangguk paham. Ratu Amarilya segera menyelesaikan maksudnya. Begitu jaring sterilisasi berpendar sempurna di mulut portal, ia pun mulai mengudarakan pesawatnya, sekaligus meminta Xavier agar segera menarik pesawat-pesawat kargo Gerose. Begitu pesawat kargo terakhir melintasi portal, ia pun memimpin pasukannya memasuki portal. Kembali ke Gerose.

* * *


Ilustrasi : www.pixabay.com (dengan modifikasi)

Selamat tahun baru 2019! Semoga sepanjang tahun yang baru ini dipenuhi hal-hal baik untuk semuanya... 


1 komentar: