Kamis, 24 Agustus 2023

[Cerbung] nDalem Karyayudan #2









* * *

Perjalanan panjang dari Amsterdam menuju ke Hongkong memberi Maya peluang untuk melabuhkan pikirannya ke berbagai hal. Salah satunya adalah nDalem Karyayudan.

nDalem Karyayudan adalah sebuah rumah tradisional Jawa berbentuk joglo yang didirikan oleh Marsalam Karyayuda (baca: Karyoyudo), kakek buyut Maya. Rumah megah yang berdiri di atas tanah sekira 1800 meter persegi itu hampir seratus tahun umurnya. Seluruh bagiannya berbahan kayu jati kualitas prima. Belum ada sedikit pun yang keropos. Hingga Maya meninggalkannya, nDalem Karyayudan masih berdiri kokoh. Sudah ada berbagai perbaikan, atau lebih tepatnya perluasan, dari generasi ke generasi. Namun, hal itu tak pernah mengurangi keanggunan nDalem Karyayudan.

Terlahir dari keluarga petani kelas menengah, Mbah Buyut Salam menikahi Kartiyah, putri bungsu (dari dua bersaudara) seorang petani sugih mbrewu (kaya raya) bernama Sukarjo. Sang calon mertua terkesan dengan sosok Salam muda. Pekerja keras yang tekun dan rajin. Tak ada alasan untuk melarang putri bungsunya dipinang Salam muda.

Pada akhirnya, setengah dari harta kekayaan Sukarjo jatuh ke tangan Kartiyah dan Salam. Setengahnya lagi jatuh ke tangan Kartijo, anak sulungnya. Lantas harta warisan itu habis? Tidak. Salam dan Kartiyah bahkan bisa melipatgandakannya. Jadilah Marsalam Karyayuda membangun trahnya sendiri, trah Karyayuda. Bersama istri tercinta, ia membangun sebuah rumah joglo di atas salah satu bidang tanah pekarangan yang diwariskan oleh mertuanya. Rumah itu kemudian diberi nama nDalem Karyayudan.

Mbah Buyut Salam adalah sosok yang unik. Ia tak pernah membedakan hak dan perlakuan terhadap anak laki-laki dan anak perempuannya. Mencontoh sikap mertuanya. Sudah jadi ketentuannya bahwa nDalem Karyayudan nantinya akan selalu jatuh ke tangan keturunan sulung dalam trahnya. Tak peduli laki-laki ataupun perempuan.

Salam dan Kartiyah memiliki tiga orang anak. Yang sulung adalah perempuan, kedua adiknya laki-laki. Si sulung perempuan bernama Sadikah inilah nenek Maya, menikah dengan seorang tentara bernama Petrus Bakti. Pasangan ini punya tiga anak laki-laki dan satu anak perempuan. Si sulung adalah laki-laki, bernama Sancoyo. Ialah ayah Maya. Dan, Maya adalah anak kedua pasangan Sancoyo dan Martina. Ia memiliki seorang abang dan seorang adik perempuan. Dengan begitu, sudah jelas bahwa penghuni nDalem Karyayudan terkini adalah keluarga Sancoyo.

Sancoyo dan Martina tentu saja pernah sejenak bergantian meninggalkan nDalem Karyayudan untuk menempuh pendidikan S-2 dan S-3 di luar negeri, saat ketiga anak mereka masih kecil. Namun, saat itu masih ada Sadikah dan Bakti yang menemani cucu-cucu mereka di nDalem Karyayudan, walaupun secara resmi nDalem Karyayudan sudah diserahkan kepemilikannya kepada Sancoyo.

Walaupun ayahnya hanya mengatakan 'pulanglah, May, banyak yang harus kita bicarakan', tapi Maya sudah mengendus sesuatu. Hal yang harus mereka bicarakan adalah masa depan nDalem Karyayudan.

Sedikit banyak ia sudah mendapat potongan-potongan informasi. Bahwa ada beberapa pihak yang berpendapat bila pertemuan keluarga besar trah Karyayuda secara rutin sudah kurang relevan lagi saat ini. Padahal Maya pribadi tahu betul maksud kakek buyutnya. Agar keluarga besar keturunan Marsalam dan Kartiyah Karyayuda tidak kepaten obor. Tidak putus hubungan persaudaraan. Tetap memelihara tali silaturahmi dan hubungan baik kekerabatan.

Tentang frasa kurang relevan itu, sesungguhnya Maya paham betul. Anggota trah Karyayuda saat ini tak hanya berkumpul jadi satu di Jogja saja. Mereka semua sudah menyebar ke seantero Nusantara, bahkan dunia. Mengadakan pertemuan setahun sekali di nDalem Karyayudan sudah diulur jadi dua tahun sekali, kemudian tiga tahun sekali. Itu pun yang masih hidup terkadang tak bisa menghadirinya. Mereka juga punya keluarga besar sendiri yang juga butuh waktu untuk berkumpul.

Beberapa tahun terakhir ini, mereka punya grup WhatsApp Trah Karyayuda. Namun, sebagian besar isinya hanyalah ucapan selamat pagi, selamat siang, selamat sore, ataupun selamat malam. Ketika laju putaran berita di dunia maya makin kencang, mulai banyak tautan-tautan informasi hoaks yang mewarnai WAG (WhatsApp Group) mereka. Kebanyakan justru diunggah oleh para anggota sepuh seangkatan Sancoyo yang terkadang merasa paling tahu dan paling benar.

Sancoyo, seorang guru besar ilmu komunikasi, sering merasa pusing dengan ulah sepupu-sepupunya. Pada awalnya ia mencoba menghentikan laju penyebaran hoaks melalui WAG dengan bantahan-bantahan bersumber valid. Namun, lama-lama ia menyerah. Apalagi masih juga ada yang ngeyel. Ia pun mulai mengurangi aktivitasnya di WAG Trah Karyayuda.

Maya pun mulai jarang menengok grup itu. Apalagi ketika Trah Karyayuda tak lagi seguyub dulu. Sudah ada bibit-bibit persenggolan di antara para anggotanya yang tidak seiman. Sialnya, bibit-bibit itu justru disebarkan oleh 'orang luar' yang masuk menjadi anggota Trah Karyayuda karena jalur pernikahan. Padahal dari awal terbentuknya Trah Karyayuda, urusan iman dan kepercayaan tak pernah jadi masalah.

Marsalam dan Kartiyah Karyayuda adalah penganut Kejawen. Ketiga putra-putri mereka pada akhirnya menganut tiga kepercayaan berbeda. Namun, hubungan darah masih jauh lebih kental. Generasi di bawahnya, tak hanya ada perbedaan iman, tapi mulai masuk anggota trah dari suku lain. Semuanya diterima dengan tangan terbuka. Generasi berikutnya, satu generasi dengan Maya, mulailah perbedaan lebih berkembang lagi.

Perbedaan memang tak bisa dihindari. Namun, berbagai gesekan seharusnya bisa ditekan serendah mungkin bila masing-masing pihak bisa menahan diri. Sebagian besar iya, sayangnya ada sebagian kecil yang vokal sekali. Yang vokal inilah pemicu berbagai percikan api, apalagi ketika beberapa tahun belakangan ini suhu politik masih juga terasa hangat.

Maya menghela napas panjang. Perjalanan jiwanya beralih ketika pramugari membagikan makan malam.  Gelap cepat sekali datang pada saat penerbangan menuju ke arah timur. Arlojinya masih menunjukkan waktu Italia. Sudah empat jam lewat dari waktu keberangkatannya tengah hari tadi. Penerbangan Amsterdam-Hongkong makan waktu hampir dua belas jam. Masih sangat panjang perjalanannya yang tersisa.

Selesai makan, Maya memutuskan untuk mengesampingkan berbagai pikirannya. Dikenakannya penutup mata. Berharap ketika ia bangun nanti, Hongkong sudah ada di depan hidungnya.

* * *



6 komentar: