Selasa, 08 Desember 2015

[Cerpen Stripping] My Journey #7









Part Seven


The Best Man And Me



“Ha...lo...,” ucapku dengan suara seperti tikus terjepit.

Dan senyumnya segera saja membuatku seperti bongkahan coklat yang ditim. Pun ketika ia berdiri dari duduknya dan mengulurkan tangan. Aku segera menjabatnya. Berharap tanganku mau berkompromi sejenak sehingga tidak gemetar dan memalukan.

“Halo juga. Maaf mengganggu.”

“Oh, enggaaak...,” senyumku merekah tanpa bisa ditahan. “Silakan duduk.”

“Terima kasih.”

Ia duduk kembali, dan aku mengambil tempat duduk di sofa tunggal di seberangnya, berbatasan meja pendek.

“Aku diminta Yola ambil gaun pengantinnya,” ucapnya jelas, dengan bibir masih mengukir senyum. “Semoga dia menikah sekali ini saja, jadi cukup sekali ini juga aku jadi kacungnya.”

Kalimat terakhir itu membuatku tak bisa menahan tawa. Bersamaan dengan itu Inke datang dengan membawa gaun pengantin Yola yang sudah terkemas rapi. Aku kembali menatap Canopus.

“Sebetulnya aku sudah menjanjikan pada Yola untuk mengantarkan gaunnya sore ini karena ada penataan khusus untuk gaun ini supaya siap pakai dan tidak kusut. Biasanya kami pinjamkan sekalian manekinnya. Tapi...”

“Hm... Sebetulnya...,” Canopus menatapku ragu-ragu. “Yola nggak memintaku, tapi aku yang menawarinya...”

Aku terbengong sejenak. Masih menatapnya. Aku tak tahu bagaimana ekspresiku terlihat, yang jelas beberapa detik kemudian aku melihat wajah Canopus agak memerah. Kupikir, aku harus menyelamatkannya!

“Kalau begitu, sekalian saja aku ikut ke rumah Yola untuk menata gaun ini,” ucapku, berusaha menjaga nada polos.

“Nggak sibuk?”

Aku menggeleng.

* * *

Yola tersenyum penuh arti ketika melihatku muncul di rumahnya bersama Canopus. Aku hanya bisa nyengir tanpa daya walaupun dalam hati berbunga-bunga. Gadis cantik itu segera menggiringku ke kamarnya. Di belakang kami ada Canopus yang mengangkat sebuah manekin.

“Taruh situ saja,” Yola menunjuk ke sebuah sudut sambil menatap Canopus.

Laki-laki itu dengan patuh meletakkan manekin pada tempat yang ditunjuk Yola.

“Makasih ya...,” ucap Yola manis sambil mendorong Canopus keluar.

Dan gadis itu kembali menatapku dengan mata berbinar sambil merapatkan pintu di belakang punggungnya.

“Jadi... bagaimana?”

“Apanya?” gumamku, sambil sibuk menata gaun pengantin Yola pada manekin.

Tanpa kuduga, Yola mendeprok begitu saja di dekatku. Aku sempat tertawa melihat ekspresinya.

“Canopus itu susah jatuh cinta,” ucapnya tiba-tiba, membuatku menegakkan telinga sambil terus menguapi gaun pengantin Yola.

“Waktu dia bilang tertarik pada Mbak, aku pikir why not?” lanjut Yola. “Kira-kira gimana?”

“Hm...,” jujur, aku kesulitan menjawabnya.

Tadi di mobil, kami memang cukup banyak mengobrol. Tapi hanya hal-hal yang ringan saja. Berita terkini, tentang awal mula usahaku, pekerjaannya, dan belum ke arah pembicaraan soal pribadi.

“Dia menarik,” ungkapku, akhirnya. “Tapi entah bagaimana dia menilaiku.”

“Hm...,” Yola mengangguk-angguk. Ia kemudian berdiri. “Sebentar, Mbak, aku bikinin minum dulu ya?”

“Eh, jangan repot-repot!” cegahku.

“Enggaaak...,” Yola sudah melangkah keluar. “Sebentar ya?”

* * *

Sejak mendua dari Rilo dan kemudian hubungan sembunyi-sembunyiku itu akhirnya bubar juga setelah aku ‘ditalak’ Rilo, aku belum pernah berkencan lagi. Enggan, karena (di bawah dan di atas sadar) aku selalu membandingkan tiap laki-laki yang bermaksud mengajakku kencan dengan Rilo. Dan hasilnya, tak satu pun yang kulihat sebanding.

Tapi ketika aku bertemu dengannya untuk pertama kali, dia, laki-laki yang sekarang duduk di depanku ini, entah kenapa aku berhasil mengenyahkan sosok Rilo dari dirinya. Canopus tak ada mirip-miripnya dengan Rilo. Sama sekali!

Aku berhasil melihatnya sebagai sosok yang berhasil mengguncangkan hatiku tanpa ada bayang-bayang Rilo dalam dirinya. Canopus ya Canopus. Laki-laki berwajah teduh yang senyum dan tatapannya bisa membuatku meleleh tanpa ampun. Titik.

Dan saat ini, ia mengajakku untuk ngopi di The Journey. Setelah pulang dari rumah Yola. Menghabiskan sisa hari Sabtu bersama.

Kami mengobrol tak tentu arah. Meloncat ke sana-sini. Kadang tak nyambung antara topik yang satu dengan topik lainnya, tapi kulihat Canopus menikmatinya. Sementara aku? Lebih menikmati lagi! Asyik saja kok...

“Percaya love at the first sight?” tanyanya tiba-tiba. Membuatku seketika menghentikan kegiatanku menggigit sepotong churros.

“Hm... Percaya sih...,” aku mengangguk-angguk.

Kenyataannya memang begitu. Kalau tidak begitu, lantas apa dong yang saat ini sedang terjadi padaku?

“Awalnya aku enggak,” Canopus tertawa kecil. “Kupikir menye-menye banget. Tapi nyatanya...”

“Pernah mengalami?” senyumku.

“Ya,” ia mengangguk cepat. “Ketika aku mengantar Yola pesan gaun pengantin.”

Aku berusaha untuk tak menatapnya. Lebih tepatnya, aku tak berani menatapnya. Jantungku berdebar kencang. Benar-benar tak terkendali. Lagipula, aku tak punya stok kata-kata yang bisa kukeluarkan untuk menanggapi ucapannya.

“Dia perempuan paling menarik yang pernah kutemui,” lanjutnya. “Dan aku sama sekali tak menemukan alasan apa, mengapa, dan bagaimana. What do you think?

Aku benar-benar tak tahu harus menjawab apa. Semuanya terlalu mengejutkan buatku walaupun aku sudah menangkap tanda-tandanya.

“Yola bilang kamu mau datang ke pemberkatannya sebelum resepsi. Mau kujemput?”

Aku makin kehilangan kata. Yang jelas, seolah ada ledakan confetti dan taburan ribuan bunga warna-warni di sekitarku. Apalagi ketika mataku menangkap senyumnya. Suatu hal yang tak lagi bisa kudefinisikan pengaruhnya dalam hatiku.

Yang jelas aku terguncang. Sekaligus bahagia.

* * *

Bersambung ke bagian terakhir :  Part Eight : Blue, And The Dream Comes True

13 komentar:

  1. Yo wis lah... Tinggal tunggu undangan aja. Kesiangan nggak apa2 Mbak... Nggak mengurangi ciamiknya tulisan njenengan...

    BalasHapus
  2. Awan temen muncule seh part iki nyah? Heleh dadi ketemon lek aku moco juga toh wkkkkkkkk kabor ah praktek!

    BalasHapus
    Balasan
    1. O'o kamu ketauan..... Wakwakwakwak

      Hapus
    2. @Kenyut : wakakak... lapo awakmu nimbrung mrene, Nyut? Kurang pasien tah?

      @Nita : gpp sih, Nit... Timbangane mampir ng endi-endi lho... *ngomporrr*

      Hapus
  3. Just say yes... Just say yes, plissss..

    Nunggu jawaban vina sambil ngasah golok.
    Sapa tau si mantan nenek sihir kesambet lagi.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Huahaha... nenek sihir kesambet sapu terbang.
      Nuwus mampire yo, Jeng...

      Hapus
  4. hatiku juga tergunjang entah sampai berapa skala liqter....

    BalasHapus
  5. Deg2 pyar kuwi mesti atine Ervina .... :-)

    BalasHapus