Jumat, 04 Desember 2015

[Cerpen Stripping] My Journey #5











Part Five


Canopus



Kami saling menatap. Seketika ada bebungaan warna-warni seolah bertaburan di sekitarku. Entah berapa lama aku menatapnya, yang jelas deheman Gia pada akhirnya menyadarkan aku.

“Mbak Ervina?” wajah dan senyum teduh itu seketika memenjarakan aku dalam pesona yang tak terdefinisi. “Maaf banget, saya nggak sengaja menabrak Mbak.”

“Oh... Eh... Anu... Eh... Nggak apa-apa... Nggak apa-apa kok.”

“Sakit ya kakinya?” ia menatapku dengan khawatir.

“Iya... Eh, enggak... Eh...”

Aduuuh! Kenapa aku jadi gagu begini sih? Tanpa sengaja tatapanku menyapu wajah Gia, yang balas menatapku seolah aku alien yang baru saja tercebur di comberan. Aku tersadar seketika.

“Enggak,” aku menggeleng, tersenyum. “Enggak apa-apa kok. Bener!”

“Oh...,” laki-laki itu tampak lega. Sejenak kemudian ia mengangguk. “Ya sudah, saya duluan ya, Mbak? Sekali lagi, saya minta maaf.”

Aku hanya bisa mengangguk. Ketika laki-laki itu menghilang, kembali ke dalam coffee shop, Gia segera menginterogasiku. Agak gelagapan aku menjawabnya.

“Siapa?”

“Anu... itu... dia... dia calon suami customer-ku.”

Gia segera menyipitkan matanya. Seketika aku merasa terintimidasi.

“Jangan bilang kamu naksir dia!” Gia seolah zombie yang ingin menelanku.

Aku memilih untuk menghindar. Masuk ke bilik toilet. Tapi kan aku tak bisa menginap di toilet begitu saja. Jadi... Memang harus ada saatnya aku keluar dari toilet dan bertemu lagi dengan Gia.

Tapi dia tak mengatakan apa-apa. Bahkan kami berdiam diri sambil berjalan masuk lagi ke coffee shop. Kupikir, tanpa aku menjawab pun Gia kelihatannya paham apa yang ada di hati dan pikiranku.

                                                                      * * *

Dan aku hampir saja lupa duduk setelah kembali dari toilet, karena melihat Canopus duduk di panggung live music dengan denting gitarnya yang bening. Kali ini aku harus siap menerima hujaman tatapan dari para sahabatku. Sebabnya? Canopus kini menyanyikan ‘Sempurna’, yang jelas-jelas dia sebutkan sebagai permintaan maafnya karena tadi sudah menabrakku. Dan siapa lagi kompornya kalau bukan Gianita?

“Dia itu calon suami customer-nya,” ucap Gia dengan suara rendah, tapi tajam.

“Astaga, Viiin!” Lorena menatapku dengan prihatin. “Nggak sangka kamu seputus asa itu sampai main mata sama calon customer-mu sendiriii...”

Seketika aku ingin menjedotkan kepalaku ke tembok. Berkali-kali. Sekeras-kerasnya. Sambil menyalahkan Tuhan dan mempertanyakan kenapa aku sial sekali kali ini. Aku ingin menjelaskan, tapi lima pasang tatapan itu sudah terlanjur menghakimiku.

“Bukan begitu ceritanya...,” hanya kalimat itu yang berhasil kudesahkan.

Dan tatapan bagai lima ekor induk singa yang kelaparan itu seolah makin ingin mencabikku.

“Oke! Aku naksir dia,” akhirnya aku terpaksa mengakui itu, dengan suara serendah-rendahnya. “Tapi sumpah, nggak ada apa-apa antara dia sama aku. Ketemu juga baru dua kali ini. Dan tabrakan di dekat toilet tadi sama sekali nggak sengaja.”

Pelan tatapan-tatapan ganas itu meluntur walaupun masih menyisakan aroma curiga. Aku berusaha menentang tatapan itu satu-satu, membuktikan kalau aku tidak (begitu) bersalah. Aku baru bisa mengerjapkan mata ketika kudengar ada suara menyerukan namaku.

“Mbak Viiin...!!!”

Aku menoleh dan mendapati Yola setengah berlari menghampiriku. Sekelilingku mendadak hening.

“Opus bilang tadi Mbak ada di sini,” Yola mencipika-cipikiku tanpa permisi. “Eh, ternyata dia benar!”

Aku hanya bisa nyengir. Salah tingkah. Apalagi ada lima pasang mata lain yang seperti sudah siap lagi hendak menerkamku.

“Eh, sama siapa, Yo?” basa-basiku terdengar basi.

“Rame-ramelah... Eh, aku ganggu ya?”

“Enggaaak... Oh ya, kenalin, ini sohib-sohibku,” aku kemudian memperkenalkan lima ‘betina perkasa’ yang ada bersamaku pada Yola. “And guys, ini Yola, salah satu customer-ku.”

Setelah bersalaman, Yola kemudian menatapku.

“Mbak, mumpung ketemu di sini, aku kasih undangannya sekarang saja ya?”

Sebelum aku sempat menjawab, Yola sudah berbalik pergi. Mungkin hendak mengambil undangan yang dia maksud.

“Jadi dia itu customer yang calon suaminya kamu gebet?” bisik Dewi tanpa rambu sama sekali.

“Aku nggak gebet dia!” bantahku tertahan.

Dindin dan Lorena terkikik. Risty batal membuka mulut ketika melihat Yola kembali melangkah ke arah kami. Sejenak kemudian dia mengulurkan sebuah kotak kecil panjang padaku.

“Mbak, tolong datang ke pernikahanku ya...,” Yola tersenyum manis sekali. “Mbak-Mbak yang lain kalau mau datang juga boleh banget.”

Segera saja ada dengungan-dengungan menanggapi ucapan Yola. Aku hanya bisa melempar senyum sesekali sambil tertegun-tegun. Dan aku cuma bisa terbengong ketika dengungan itu terhenti dan keenam pasang tatapan itu beralih ke satu arah yang posisinya lebih tinggi dari kepalaku. Yola mengembangkan senyumnya.

“Jin, ini Mbak Ervina yang merancang gaun pengantinku.”

“Oh, Mbak Ervina?” seorang laki-laki berwajah ramah mengulurkan tangannya padaku. “Saya Yujin, Mbak, calon suaminya Yola.”

Aku tertegun-tegun sambil membalas jabatan tangannya. Walaupun begitu, aku masih mencoba untuk tersenyum. Dan aku masih tak bersuara ketika Yujin menyalami satu per satu para sahabatku.

Dan Canopus?

Aku menoleh ke lain arah.

Bukan calon suami Yola?

Laki-laki itu sudah menyelesaikan tugasnya di atas panggung live music. Kini ia melangkah ke meja yang kupikir adalah mejanya bersama teman-temannya.

Siapa dia sebenarnya?

* * *

Bersambung ke bagian berikutnya :  Part Six : Something Surprising


21 komentar:

  1. Haha.. Ilustrasine.. Atene bookmark dadi nggegek sik :D

    BalasHapus
  2. Jeng, kalo mau pasang poto mantanku, bilang dulu dong... Kaget nihhhh... :D

    BalasHapus
  3. Jeng, kalo mau masang poto mantanku, bilang dulu dong... Kaget niiiiyyyyy... #baper :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Eeeh... udah dipura-purain buta hurup ternyata komennya ngeyel jugaaa... Jiakakak...

      Hapus
  4. Mbak itu kayaknya ada typo. Harusnya ervina tapi tertulis yola. Pas yujin dikenalin sama si perancang...

    Koyokane cen wis wayahe mengkhiri kejombloannya Ervina. Apalagi cucok bingits canopusnya.

    BalasHapus
  5. Ah...masih ada harapan. Lega rasanya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hehehe... Sampai ketemu lagi hari Senin, Bu.
      Makasih singgahnya...

      Hapus
  6. Hla rak tenan toh .... metu tenan bintang filme .... (salah fokus)
    Woh sabtu minggu ngaplo ora ana stripping :-(

    BalasHapus
    Balasan
    1. Whoaaa... Njenengan alih profesi dadi cenayang yo??? Hahaha...
      Matur nuwun rawuhipun...

      Hapus
  7. Waaah dipanggilnya Opus,
    Meong - meong dong :-)
    lanjutkan buu.. Seru pasti (y)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hihihi... Miauuuwww...
      Makasih mampirnya, Mbak Indah...

      Hapus
  8. Uwaaaa lek Canopus koyok gini aq ya tuing2 mba ! Mata langsung lope2 wakwakwakwak
    -ngelirik fotoe papae quin-

    BalasHapus
    Balasan
    1. Niiit! Ati-ati diulihno ng Suroboyo lhooo... Huahaha...
      Suwun mampire yo...

      Hapus
  9. Baru sempet komen... Ditunggu senin yaa mbak

    BalasHapus
    Balasan
    1. Siaaap, Mbaaak... Sampai jumpa hari Senin... Makasih mampirnya ya...

      Hapus