Kamis, 03 Desember 2015

[Cerpen Stripping] My Journey #4










Part Four


Extra Size Doesn’t Mean Not Beautiful


Sesungguhnya Berlian benar-benar berhasil menjungkirbalikkan semua konsepku tentang keindahan. Sekaligus memberiku tantangan untuk mewujudkan keindahan dalam bentuk luar biasa itu. Dan bukan keberhasilan untuk menjawab tantangan itu saja hal baik yang kuperoleh. Tapi juga sesuatu yang membuat aku lebih bisa menggunakan hati dalam melihat segalanya yang ada di sekitarku.

Konsepku seketika berubah. Bahwa semua bentuk membawa keindahannya sendiri. Ketika datang para calon pengantin dengan ukuran tubuh ekstra, aku melihat bahwa nyaris semuanya punya hati yang jauh lebih besar untuk menerima segala kekurangan diri sendiri dan orang lain. Membuatku ingin melengkapi kecantikan itu dengan selubung kecantikan lain melalui gaun-gaun yang kurancang khusus untuk mereka.

Dan pelan-pelan jiwa nenek sihir itu meluntur. Membuat para asisten dan pegawaiku jadi lebih betah bekerja denganku walaupun ritme kerja tak berubah. Tetap tinggi seperti biasa.

Kata Inke, aku jadi lebih manusiawi. Bukan lagi nenek-sihirwi. Membuatku lebih lepas menjalani hidup dan menikmati hari-hariku di... studio. Tetap saja lebih banyak waktuku habis di studio daripada di luaran. Pantas saja hingga saat ini belum ada laki-laki normal yang single yang melihat keberadaanku.

Sigh!

Padahal aku sudah ‘menurunkan’ standarku tentang bentuk seorang laki-laki yang kudambakan. Saat ini, tak punya six packs pun tak apa-apa. Gendut sedikit juga bisa terlihat sexy. Yang penting hatinya. Dan apa yang ada di benakku kali ini? Sosok berhati putih seperti Rilo dalam kemasan seperti Canopus.

What???

Rilo???

Canopus???

Yang satu suami orang lain, dan satunya lagi calon suami orang lain juga. Astagaaa... Kelihatannya aku makin error saja!

* * *

Keberhasilan show tunggal itu kurayakan dua kali. Yang pertama, bersama seluruh stafku kemarin di sebuah coffee shop dekat studio. Dan yang kedua, bersama segerombolan ‘kompor meleduk’ yang sudah membawa show minggu lalu itu melejit dengan suksesnya karena suntikan modal dari mereka.

Kami asyik ketawa-ketiwi di sebuah coffee shop di dekat kantor suami Risty. Risty, Lorena, Gianita, Dewi, Dindin, dan aku tenggelam dalam canda dan berbagai gosip yang tak perlu. Tapi diam-diam aku mengamati sekeliling coffee shop yang baru dibuka beberapa minggu itu.

Hm... The Journey...

Aku suka konsepnya. Terasa hangat karena pencahayaan yang pas dan tata ruang yang apik. Cocok sebagai ajang nongkrong pada pekerja kantoran maupun orang-orang yang baru saja nge-gym di lantai atas gedung tempat coffee shop bernaung.

“Kayaknya kita harus sering-sering bawa Ervina ke sini nih!” celetuk Gianita.

Aku menoleh dengan tatapan bertanya.

“Iya, biar cepet dapat jodoh dia,” timpal Dindin.

“Masa perancang gaun pengantin malah belum pernah pakai gaun pengantin?” Dewi nimbrung dengan sadisnya.

Aku hanya sanggup nyengir bak kuda mabuk kebanyakan menelan rumput teki.

“Hm... apa iya laki-laki bejibun yang ngopi di sini sudah nggak ada lagi yang single?” gumaman Lorena seketika membuatku tersedak.

Risty menepuk-nepuk punggungku sambil berucap manis, “Kedengarannya memang kami sadis. Tapi sepertinya kamu butuh bantuan untuk hal yang satu ini.”

Sambil masih terbatuk-batuk, aku mengangguk-angguk seperti orang tolol.

Di antara kami berenam, yang single se-single-single-nya memang cuma aku. Dindin, yang selama ini menemaniku melajang, sudah dipinang Tody tiga bulan lalu.

Aku merasa Dindin tak salah pilih ketika menjatuhkan hatinya pada Tody. Sama sepertiku, Dindin penggila cowok-cowok berbadan cukup perfect pada awalnya. Tapi setelah menemukan beberapa kekecewaan di dalamnya, cara pandangnya segera berubah. Dan the big guy with super extra size Tody berhasil memenangkan hatinya.

Adakah yang lebih indah dari itu?

Setidaknya di mata dan perasaanku, Tody adalah benar-benar orang yang tepat buat Dindin. Ternyata tak cuma aku yang merasakan hal itu. Sahabat-sahabat kami yang lain juga mengamininya tanpa syarat. Dan kami semua turut larut dalam kegembiraan Dindin dan Tody mempersiapkan pernikahan mereka. Peran buatku tentu saja sudah sangat paten. Mulai membuat beberapa sketsa gaun pengantin yang akan dikenakan Dindin enam bulan lagi.

Itu buat Dindin. Buatku sendiri, gaun pengantin bukanlah masalah besar. Toh paling tidak aku sudah memiliki stok sehelai. Masalahnya sekarang... siapa yang bisa segera kuseret ke depan altar untuk menemaniku mengucapkan janji sehidup-semati???

* * *

“Ikut akulah nge-gym sekali-sekali di atas,” bisik Gianita sambil kami berdua berjalan ke toilet.

“Ya, kalau nggak sibuk,” jawabku, asal-asalan.

Tampaknya arena gym bukan lagi yang tepat bagiku untuk cuci mata. Toh seleraku sudah bergeser ke arah yang lebih realistis. Membumi. Prioritasku bukan lagi body tapi hati.

“Terusss... kapan kamu nggak sibuknya?”

Aku tertawa ringan mendengar nada gemas dalam suara Gia. Dan karena tawa itulah aku jadi tidak waspada dan harus menabrak seseorang di tikungan dekat lokasi toilet.

Bruk!

“Aduh!” teriakku tertahan.

Setengah punggung kaki kiriku terinjak dengan aduhainya.

“Maaf, Mbak... Maaf...”

Aku mengangkat wajah. “Eh?”

“Lho...”

Canopus!

* * *


Bersambung ke bagian berikutnya :  Part Five : Canopus

17 komentar:

  1. transformasi dari nenek-sihirwi menjadi manusiawi itu ternyata butuh gaun pengantin dan krisis cowok single yaaa... :D :D :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hahaha... Sarana dan prasarana harus lengkappp!
      Nuwus mampire yo, Jeng...

      Hapus
  2. Asiik.. Ada yg batal kawin neh kayaknya hahaha

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hahaha... Bisa heboh seluruh jagad persilatan pengantin!
      Makasih mampirnya, Mbak Na...

      Hapus
  3. Uwaaaaaaaa Canopus !
    Melok degdegan aq mba !

    BalasHapus
    Balasan
    1. Whoaaa... isuk-isuk wis nongol?
      Suwun mampire yo, Nit...

      Hapus
    2. He eh aku kalah isuk ro jeng Nita ....
      Aku mbayangke Canopus ki kok njur kaya bintang film ya wajahe? :-)

      Hapus
    3. Bintang film lokal napa ingkang luar negeri Bu Tiwi...?

      Hapus
    4. Produk impor Mba. Sik main Shaun the Sheep punika loh .... :-D

      Hapus
  4. Canopus waduh...apakah kejadian berikutnya?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Jreng jreeeng... Hehehe... Ternyata oh ternyata...
      Makasih singgahnya, Bu...

      Hapus
  5. Seru nih! Lanjut wis...ngenteni sambil nithili bakso keju...

    BalasHapus