Jumat, 09 Oktober 2015

[Cerbung] CUBICLE #20





Kisah sebelumnya : CUBICLE #19


* * *


Dua Puluh


Ulang tahun kedua Rira diadakan pukul sepuluh pagi. Tapi khusus untuk geng sarap, acaranya diadakan pukul satu siang. Seusai misa, Bara dan aku masih sempat mencari kado istimewa buat Rira. Pilihan Bara jatuh pada sebuah teddy bear lucu berukuran besar berwarna cokelat dengan baju bermotif tartan berwarna khas merah-hitam. Aku sendiri sejak beberapa hari lalu sudah menyiapkan kado berupa sehelai baju cantik dan sepasang sepatu imut sebagai padanannya.

Ketika aku hendak meninggalkan rak teddy bear dan menuju ke kasir, tak kusangka Bara mengambil satu lagi boneka yang persis sama. Hanya saja dengan ukuran raksasa. Aku menatapnya, mengerutkan kening.
           
“Rira bisa kegencet kalo dikasih teddy bear seukuran itu,” ujarku.

“Siapa bilang buat Rira?” Bara nyengir jahil. “Ini buat tantenya Rira kok. Tante Sasi.”

Astaga...

Aku hanya bisa ternganga. Tapi Bara tak mempedulikan aku. Dia terus melangkah menuju ke kasir. Membuatku terpaksa mengikutinya.

Sejujurnya, aku suka sekali dia membelikanku boneka raksasa itu. Pasti akan jadi pelampiasan pelukanku kalau aku sedang merindukan Bara. Haish! Pikiran ini mulai melantur ke mana-mana.

“Laper nggak?” Bara menenteng kedua boneka itu di kedua belah tangannya setelah memasukkan dompet ke saku belakang celana jeans-nya.

“Tar juga makan di tempat Nina.”

“Masih jam sebelas ini, Sas. Masih lama.”

“Ya udah, kalo mau makan dulu ya ayo aja. Laper juga sih sebenernya.”

Bara kemudian membawaku ke Roemah Stik di depan kompleks perumahan tempat Nina tinggal. Ketika hendak meninggalkan mobil, aku tertawa karena melihat teddy bear yang dibeli Bara untukku kelihatan sekali memenuhi jok belakang mobilnya.

“Kenapa?” Bara menatapku.

“Enggak... Nggak apa-apa,” aku tersenyum lebar.

Tapi Bara tampaknya tahu apa yang ada di pikiranku. Ujarnya kemudian, “Tar kalo kita mau jalan lagi, biar si Giant Teddy ngumpet dulu di bagasi. Biar nggak diminta Rira.”

Aku terbahak karenanya.

* * *

Ketika Bara dan aku sampai di rumah Nina, ternyata hanya Fajar dan Mita saja yang belum muncul, tapi sudah di jalan, menurut laporan Gerdy. Baby Disty yang super imut itu tampak anteng dalam gendongan Driya. Dia kegelian ketika kuciumi pipi gembulnya.

“Buruan married, bikin sendiri,” celetuk Driya.

Aku terkekeh tak jelas.

Rira tampak girang sekali menerima kado teddy bear besar dari Bara. Aku sendiri meletakkan kadoku di meja yang berisi tumpukan kado di sudut. Setelah itu aku mencari Nina ke belakang. Ketika melihatku, Nina tersenyum lebar.

“Gitu dong...,” dia mengedipkan sebelah mata. “Enak kan kalo udah clear?”

“Wuh...,” aku mengerucutkan bibirku. “Nggak akan jadi ruwet gini kalo aja Bara teges ngomong dari dulu.”

“Maklumi ajalah, Sas... Dia nggak mau gegabah.”

“Iya sih...,” senyumku.

“Yussi cerita banyak tadi. Intinya dia lega karena nggak harus ada saling nggak enak ati di geng cuma gara-gara cinta segi banyak.”

“Gue juga lega, Nin,” kuangkat nampan berisi minuman yang sudah disiapkan Nina. “Tinggal mikir gimana besok.”

“Biarin ngalir,” Nina menepuk lembut bahuku. “Nggak usah ngotot. Kalo udah jodoh pasti ada jalan.”

Dalam hati aku setuju 100% dengan ucapan Nina.

Fajar dan Mita ternyata sudah muncul ketika aku kembali ke ruang depan. Mas Tony tampak asyik mengobrol dengan Arlia dan Yussi. Fajar dan Driya tampak asyik tertawa-tawa dengan Rira. Bara menggendong baby Disty dan Mita asyik menggodai bayi imut itu. Entah kenapa, aku suka sekali melihat Bara menggendong bayi seperti itu.

“Udah kumpul semua, ayo makan dulu,” Nina bertepuk tangan.

Kami kemudian berkumpul di mengelilingi meja makan layaknya sebuah keluarga besar. Lebih daripada sekadar geng sarap di sebuah tempat kerja yang sama, yang sehari-harinya hanya dipisahkan oleh sekat-sekat cubicle.

Bagiku, geng sarap adalah keluarga sekunderku. Tempatku menemukan banyak hal lain yang berharga buat hidupku. Banyak cerita yang mengalir kemudian, hingga menjelang sore, ketika kami membubarkan diri dari meja makan itu.

* * *

Sudah hampir gelap ketika kami semua memutuskan untuk pamitan bersama-sama. Dan geng sarap tetaplah geng sarap. Lebih menyukai kepraktisan daripada kerepotan yang timbul akibat terlanjur berpasang-pasangan.

Mita tidak pulang diantar Fajar, melainkan bersama Bara, karena tempat kost Mita sejalur dengan arah Bara pulang. Sedangkan aku, jelas harus pulang bersama Fajar karena aku tak membawa mobil sendiri. Yussi nebeng Gerdy dan Arlia karena tempat kost Yussi tak jauh dari rumah Gerdy. Tak praktis kalau harus diantar Driya yang harus jauh-jauh pulang ke Pondok Gede lewat jalan tol.

Dan aku harus pasrah menerima bully-an bersama ketika Bara tak lupa memindahkan sebuah teddy bear raksasa dari bagasi mobilnya ke jok belakang SUV Fajar. Nasib...

* * *

“Kayaknya gue leading kali ini,” Fajar mendadak nyengir di tengah kesibukannya menyetir.

“Oh, ya?” aku membelalakkan mataku, antusias. “Kapan?”

“Gue semalem cerita ke Mama. Mama bilang harus disegerakan kalo emang udah cocok. Kayaknya awal taun depan. Dan gue harus secepatnya lebih siap lagi.”

“Tapi lu nggak merasa terpaksa kan? Awal taun depan itu empat bulan lagi lho...”

“Enggaklah. Perasaan gue udah mantep, Sas. Semoga Mita juga gitu. Driya bilang sih, Mita serius kok orangnya, bukan type cewek player.”

“Baguslah,” senyumku. “Gue seneng kita akhirnya bisa mendarat dengan tepat dengan orang yang tepat juga di cubicle masing-masing.”

Fajar membelokkan mobilnya masuk ke blok apartemenku. Sambil menghentikan mobil di depan lobby apartemenku, dia mengatakan hal yang membuatku nyaris terbahak.

“Gue tadi sempat taruhan sama Bara dan Driya. Yang terakhir married harus nraktir. Driya kayaknya udah nyerah duluan. Banyak banget yang harus disiapin, katanya.”

Astaga... Hal-hal yang seperti inilah yang membuatku kadang-kadang berpikir, apa dosaku sehingga harus kenal dengan sekumpulan cowok sarap yang menyenangkan itu?

* * *


Epilog


“Yik…”

Aku menoleh. Driya tengah melepaskan cincin kawin di jari manis kanannya. Dia mengambil tanganku dan meletakkan cincin kawin itu di telapak tanganku.

“Tolong lu simpan ya, Yik…,” bisiknya.

Aku menatapnya tak percaya. “Jadi…?”

Driya cuma mengangguk sambil tersenyum. Aku tak dapat lagi menahan diri. Kupeluk laki-laki tinggi besar itu.

Tapi...

Semuanya terasa tak nyaman. Terganjal oleh perutku yang membesar. Driya tertawa ketika menyadari hal itu.

“Udaaah...,” Driya melepaskan pelukanku. “Kalo Bara liat lu masih aja peluk-peluk gue, bisa abis gue dibanting sama dia.”

“Gedean juga lu daripada dia,” aku tertawa lebar. Kemudian kutatap dia dengan antusias. “Kapan?”

“Apanya?” Driya tertawa juga.

“Lu lamar Yussi!”

“Oh... Hehehe... Baru semalem. Mungkin married-nya awal tahun depan. Kira-kira Mas Riksa masih mau nggak ya, berkatin pernikahan gue? Di Jogja kayaknya, di tempat Yussi.”

“Jelas maulah! Lu ngomong aja langsung, Men. Mumpung Mas Riksa-nya ada noh! Kan mendingan ngomong duluan jauh hari gini.”

“Ehem...”

Aku dan Driya sama-sama menoleh. Bara tampak tersenyum lebar menatap kami. Di sebelahnya ada Yussi.

“Dicariin, eh... Malah ngumpet di sini,” gerutu Yussi.

“Wihiii... Selamat ya, Yus,” aku segera memeluknya. “Titip Betmen. Dia sohib gue yang paling baik,” bisikku kemudian.

“I will,” Yussi balas berbisik dan memelukku.

“Cik Lenny sama Pak Stefan udah mau pulang tuh, Sas,” ucap Bara.

Aku segera beranjak. Bara menggandeng tanganku. Boss Lenny dan Pak Stefan menyalamiku dengan hangat.

Acara selamatan tujuh bulanan kandunganku memang sudah usai. Banyak tamu juga yang sudah berpamitan. Termasuk keluarga Nina dan Gerdy. Juga Fajar dan Mita, dan si mungil baby Gathan yang baru berusia jalan empat bulan.

“Pulang dulu ya, Sas,” Boss Lenny memelukku. “Semoga baby lu tar ganteng atau cantik kayak bapak atau emaknya.”

Aku tetap memanggilnya Boss. Karena dia tak mengijinkan aku atau Bara resign dan mencari lahan baru walaupun kami sudah menikah. Alasannya, nama MemoLineAd sudah makin berkibar dan tentu saja masih sangat membutuhkan orang-orang sepertiku dan Bara.

Banyak terjadi pergeseran posisi di MemoLineAd akhir-akhir ini. Bara naik jabatan jadi kepala tim kreatif menggantikan Nina. Nina sendiri geser ke posisi Bang Togi yang kini harus merintis kantor cabang MemoLineAd di Surabaya. Gerdy juga naik jabatan sebagai kabag finishing, menggantikan Mas Mulya yang diutus Boss untuk berjibaku bareng Bang Togi. Sedangkan Fajar, Yussi, dan aku, masing-masing punya tim sendiri yang beranggotakan dua orang junior.

Sejenak kemudian aku merasa terusik. Bersamaan dengan dia ‘yang ada di dalam sana’ bergerak-gerak seolah ingin mengajakku bermain, memberikan sensasi geli yang menyenangkan di dalam perutku. Aku pun menoleh. Bara tengah menatapku dengan senyum dan sorot mata yang kini aku mengerti. Aku pun balas menatapnya. Mengirimkan senyum dan sorot mata yang artinya sama.

Cinta yang saling bertaut.

Tanpa terhalang satu cubicle pun.

* * * * *

S.E.L.E.S.A.I


Catatan :

Terima kasih banyak pada para pembaca setia FiksiLizz.
Untuk sementara, sepanjang minggu depan FiksiLizz libur dulu (sama sekali nggak ada tayangan baru).
Minggu depannya lagi belum ada tayangan cerbung baru. Tapi tidak menutup kemungkinan akan ada tayangan berupa cerpen (entah cerpen lepas atau stripping).
Daaan... masih selalu ingat untuk balas utang komen sekian banyaknya *tutupin muka pake ember*
Mulai awal minggu berikutnya lagi, semoga cerbung Senin-Kamisan bisa tayang lagi dalam judul dan jalinan cerita baru.
Salam...


9 komentar:

  1. Yeaayyy!! Akhiree.....
    Apik banget. Kalau bapak yang itu baca, kira2 sik brani lempar clurit nggak ya? Udah banyak banget ngembangnya kayak donat gini.
    Yo wis lah...nunggu fiksi baru lagi aja...
    Makasuh buat cerita yang selalu gurih kayak sus kering

    BalasHapus
  2. Makasih buat cerita nya yg selalu mengawali aktivitas pagi hari....tetap berkarya bu....:-)

    BalasHapus
  3. Sini tan, embernya mo dipake, nutupin muka kok pake ember *dilempar ember* wkwkwkw :D

    Bikin FF dong tan ;)

    BalasHapus
  4. Yah gak kebagian deh . abis bagito diantara geng sarap. Padahal ngarep si Driyaaaaaaa.... Hahahahaha.

    BalasHapus
  5. yeeaaah..akhirnya.... plong..juga..

    BalasHapus
  6. Ah, akhirnya nikah juga dengan Bara. Nice story.

    BalasHapus
  7. Happy Ending semuanya. Indah pd waktunya :-P makasiiih buuu...apik cerbunge

    BalasHapus