Sebelumnya
* * *
Aldebaran hanya melirik ke arah kanan tanpa ekspresi ketika ia sudah duduk di salah satu ruang pertemuan Markas Besar Persekutuan Bhumi. Belum semua utusan penting hadir. Kesempatan itu digunakan oleh para utusan yang kebetulan saling mengenal untuk bercakap atau hanya sekadar mengucap salam.
Di sebelah kanan Aldebaran, Kana sibuk mengobrol dengan Jim Alvez, utusan dari Observatorium Coatl yang ada di lembah Gurun Arahas. Jim dulu teman Kana saat menempuh pendidikan tingkat doktoral. Laki-laki ramping tegap berusia 34 tahun itu tampak antusias menanggapi ucapan-ucapan Kana. Sesekali ia memberikan tanggapan, kemudian keduanya tertawa bersama.
“Alde!”
Sebuah seruan membuat Aldebaran secepatnya menarik lirikan. Ketika ia menengok ke kiri, sesosok perempuan tinggi ramping berambut kemerahan bergegas melangkah ke arahnya. Perempuan berseragam overall berwarna perak khas Observatorium Finch, dengan sulaman nama Angel Galessi di dada sebelah kanan itu, menebarkan senyum cantiknya. Sejenak, Aldebaran serasa terseret masuk ke dalam pusaran senyum memikat itu. Tanpa banyak kata, perempuan cantik yang layak menjadi model papan atas itu menghempaskan tubuh di kursi kosong di sebelah kiri Aldebaran. Seorang laki-laki bertubuh gempal menjelang usia empat puluhan membuntuti dan mengambil tempat duduk di sisi kiri Angel.
“Hai!” Aldebaran menanggapi sapaan ceria Angel dengan kata pendek itu.
“Ha! Aku sudah mengira akan bertemu denganmu!” senyum Angel melebar. Ia kemudian membuka ransel kecil yang tadi disandangnya. Diambilnya sesuatu dari dalam ransel itu. Sebuah bungkusan berukuran sekira 15x30 sentimeter, dilapisi kertas putih.
“Nih, buatmu,” Angel kemudian mengangsurkan bungkusan itu kepada Aldebaran.
Tanpa membuka pembungkus, Aldebaran sudah tahu apa isinya.
“Terima kasih,” gumamnya. “Aku tidak sempat bawa apa-apa untukmu. Semuanya serba mendadak.”
“Ah!” Angel mengibaskan tangan kanannya dengan ringan sembari tertawa. “Santai saja. Tapi kupikir kamu bisa menggantinya.” Perempuan jelita itu mengedipkan sebelah mata.
“Apa itu?” Aldebaran yang sibuk memasukkan bungkusan itu ke dalam ranselnya menoleh sekilas.
“Makan malam bersama, mungkin?” Angel melemparkan tatapan menggoda.
Tak dinyana, dengan gerakan ringan Aldebaran mengangguk.
“Boleh,” ujarnya, tetap ringkas dan pendek.
“Sip!” Angel mengacungkan jempol. “Kamu yang pilih waktu dan tempatnya.”
Aldebaran kembali mengangguk. Tanpa suara.
* * *
“Aku lega mendengar kabar bahwa Moses baik-baik saja,” ujar Jim.
“Ya, tapi kesasar jauh sekali,” Kana menanggapi dengan sedikit mengerucutkan bibir, membuat Jim tertawa ringan.
“Dia akan baik-baik saja,” hibur Jim.
“Aku harap begitu,” angguk Kana.
Gadis itu terdiam sedetik sebelum lebih mendekatkan dirinya kepada Jim. Bisikannya kemudian membuat Jim sedikit mengerutkan kening.
“Hei, Jimbo, aku rasa bosku terlibat dalam proses kesasarnya Moses dan tim kami.”
Jim menoleh cepat.
“Ah, kamu bercanda,” ia menanggapi dengan suara lirih.
Kana terdiam lagi. Ia tahu, 95% prasangkanya salah. Tapi nalurinya menyergah bagian yang hanya 5% itu. Kembali didekatkannya bibir ke telinga Jim.
“Entahlah... Hanya saja kadang-kadang aku merasa takut sendiri terhadap bosku.”
Jim sedikit terjingkat mendengar bisikan Kana. Ia menoleh cepat.
“Tapi dia memperlakukanmu dengan baik, kan?”
Kana mengangguk. Hanya saja, dengan jelas Jim menangkap ekspresi ‘tapi...’ di wajah Kana.
“Lantas?” ia kembali berbisik.
“Perhatian berlebihnya terkadang menakutkan,” suara lirih Kana terdengar jujur.
Jim pada akhirnya mengangguk. Paham seutuhnya.
Sebelum naik jabatan menjadi pemimpin Observatorium Tandan menggantikan Profesor Amard King yang sudah mulai pikun, Profesor Barracuda Sverlin berkarier di Observatorium Coatl. Jim, yang dipindahkan dari Observatorium Finch ke Coatl sempat merasakan jadi staf Sverlin selama setahun sebelum mendapat surat tugas untuk melanjutkan pendidikan di jenjang doktoralnya. Secara usia, Sverlin dua tahun lebih muda daripada Jim. Sverlin belum genap berusia 30 tahun saat berhak menyandang gelar profesor karena hasil-hasil penelitiannya yang selalu gemilang. Saat Jim kembali ke Coatl, Sverlin sudah mendapatkan posisi baru di Tandan.
Sepeninggal Sverlin, gosip segera berembus ke telinga Jim, bahwa Sverlin gemar mengencani staf observatorium di mana pun ia bertugas. Kepandaiannya merayu lawan jenis berbanding lurus dengan kecemerlangan otaknya. Pun, setangkas ikan barakuda melahap mangsa. Didukung pula oleh postur tubuh dan paras yang memang setampan gambaran Dewa Apollo.
Dan, Moses...
Jim juga paham seutuhnya seperti apa kedekatan Moses dan Kana. Sejak pertama mengenal Kana, ia dan Kana bagaikan belahan abang-adik yang selama ini terpisah. Sosok Kana selalu mengingatkan Jim akan Movella, satu-satunya adik perempuan yang ia miliki, yang kini bekerja nun jauh di stasiun utama Bhumi di Satelit Lunar. Kana sering bercerita tentang Moses. Pun, ia sendiri beberapa kali pernah bertemu dan mengobrol dengan Moses. Moses adalah pemuda yang baik dengan otak cemerlang. Tak heran bahwa Moses segera jadi ketua tim botani semesta yang ditempatkan di Tandan.
Ia paham betul seperti apa perasaan Kana ketika mengetahui Moses dan timnya sempat hilang tanpa kabar. Ketika membayangkan bahwa Moses terombang-ambing di semesta luas di luar sana.
Ada kemungkinan Sverlin terlibat?
Tapi ia berusaha menahan diri. Bukan pada tempatnya ia memperkeruh suasana. Apalagi tampaknya kali ini keberadaan Moses masuk jadi agenda penting pertemuan raya itu.
Pelan tapi pasti, ruang pertemuan berukuran 15x20 meter dengan meja dan kursi yang ditata berlapis secara melingkar itu pun penuh. Caruso, sebagai Ketua Persekutuan Bhumi sekaligus pemimpin pertemuan, menunggu sejenak hingga ruangan sedikit menghening. Ketika saat itu tiba, suara berwibawanya segera menggema dari sudut ke sudut.
Baik Kana maupun Jim segera menunda kelanjutan obrolan mereka. Dengan tekun keduanya, bersama para utusan lain, menyimak uraian-uraian Caruso. Sesekali ruangan meriuh seperti gema suara lebah, sesekali pula menghening. Apalagi ketika Caruso menyampaikan agenda utama mereka, bahwa Gematri – Ketua Federasi Galaksi Andromeda – sedang dalam perjalanan ke sini.
Dalam komunikasi pendahuluan antara Caruso dan Gematri, sudah tercetus bahwa galaksi mereka saat ini ada kemungkinan sedang terancam. Terutama karena sempat ada portal yang terbentuk, yang menghubungkan Galaksi Via Lactea dengan Galaksi Triangulum. Portal yang baru terbentuk biasanya bersifat sangat tidak stabil. Mudah berpindah posisi dan mudah untuk dikuasai pihak-pihak kurang bertanggung jawab. Oleh karenanya, sangat penting menghadirkan pula para kepala keamanan koloni di seluruh Via Lactea, baik dari koloni maupun observatorium, agar penyalahgunaan portal bisa dicegah sedini mungkin.
Suasana tetap hening ketika ada staf yang menghampiri Caruso dan membisikkan sesuatu. Caruso, laki-laki tinggi besar berusia akhir lima puluhan berjanggut putih dengan karisma dan wibawa terpancar penuh dalam setiap ucapan dan gerak tubuhnya, mengangguk. Sejenak kemudian ia mengarahkan perhatiannya kembali ke forum.
“Mari, kita sambut kehadiran Yang Mulia Volans Gematri, Ketua Federasi Galaksi Andromeda!” ujar Caruso dengan tegas.
Serentak, seisi ruangan berdiri.
* * *
Ilustrasi : www.pixabay.com (dengan modifikasi)