Sabtu, 28 Januari 2017

[Bukan Fiksi] Affogato, Sebuah Perkawinan Rasa








Ketika cerbung "Affogato" mulai meluncur, ada beberapa inbox FB dan pesan WA yang saya terima, menanyakan 'apa itu affogato?'. Padahal tinggal googling saja kalau mau, hehehe...

Dalam bahasa Italia, affogato sendiri artinya adalah tenggelam. Tapi affogato yang dimaksud di sini adalah es krim vanila dalam sebuah cangkir yang dituangi espresso. Manis dan pahit berpadu jadi satu. Menimbulkan sensasi baru bagi para penikmatnya.

Lalu kenapa affogato? Jadi begini ceritanya :

Pada awal penulisan cerbung "Affogato", saya sempat bingung cari judul apa yang cocok. Karena saya ini asli dudul kalau disuruh buat judul. Apalagi saat itu sudah mepet banget dengan jadwal tayang yang saya janjikan untuk mengganti cerbung "Pandora Box" yang harus saya aborsi untuk kepentingan lain setelah episode pertama telanjur tertayang.

Daripada ruwet, tulisan nggak maju-maju, saya tinggalkan sejenak urusan judul. Saya ini type penulis (hadeeeh... penuliiisss???) yang bisa bubar mood buat ndongeng kalau belum nemu judul. Lalu saya beralih pada urusan referensi, browsing sana-sini, hingga akhirnya sampai di laman yang membahas jenis-jenis minuman kopi. Buat apa sebenarnya tahu nama aneka jenis ramuan kopi (dan lainnya)? Supaya kalau ketemu dengan penggambaran adegan di kafe atau resto atau coffee shop, saya nggak katrok lagi untuk urusan makanan dan minuman yang representatif (halaaah ngomong apa iniii???).

Lalu saya menemukannya. Begitu saja. Affogato. Sepotong kata yang tepat untuk menggambarkan inti kisah fiksi saya kali ini.

Di mata saya, affogato itu versus. Manis lawan pahit. Seperti penggambaran ketika satu hal harus berhadapan dengan hal lain yang berlawanan pada satu waktu dan tempat. Sempurna sekaligus tidak sempurna. Keinginan yang bentrok dengan kenyataan. Harapan indah berhadapan dengan awang-awang gelap yang tak terjangkau. Dunia nyata bersanding dengan dunia maya. Dan berbagai hal berlawanan semacam itu. Juga ada keadaan tenggelam di sini. Seperti makna affogato yang sesungguhnya.

Banyak orang yang merasa tertekan dalam hidupnya. Bingung harus melampiaskannya ke mana dan dengan cara apa. Lalu ada saluran yang dianggap sempurna. Dunia maya. Media sosial. Web jurnalisme warga. Muara dari semua penyaluran berbagai kepentingan, seperti waktu luang, hobi, keluh kesah, kemarahan, kegembiraan, pujian, caci maki, balas dendam, pelecehan, ilmu, dukungan, uang, dan lain sebagainya. Dunia yang bahkan kita tidak tahu siapa atau apa yang sedang kita hadapi di seberang sana, seperti yang sudah saya tuliskan dalam cerbung "Affogato" di bagian agak awal :

"... Ia pun segera tenggelam dalam dunianya itu. Berlayar dalam dunia maya yang nyaris tak terbatas. Tak lagi tahu ia tengah berhadapan dengan siapa atau apa di seberang sana. Benar-benar manusia, iblis sejati, perwujudan malaikat yang menyamar, ataukah tikus-tikus lapar dan segerombolan anjing gila. ..."

Kasarkah penggambarannya? Mungkin. Tapi jangan salah, dunia maya itu rimba belantara lho...

Sepertinya terlihat manis. Tapi betulkah selalu demikian? Lalu kepahitan itu, di mana letaknya? Ada ketika seseorang sudah lepas kendali. Tak lagi bisa memisahkan maya dan nyata. Tak lagi mampu membedakan mana yang tidak dan patut diekspos. Tak lagi mampu menjalankan apa yang sudah ia tuliskan sendiri alias omdo, omong doang. Tak lagi mampu merasakan bahwa semua elu-elu itu cuma semu. Dan mengorbankan orang-orang yang berada dekat dengannya. Ia bergumul dengan semua rasa manis, sementara orang-orang terdekatnya diperlakukan sebagai obyek bertabur kepahitan.

Dan salah satu yang terkena imbasnya adalah tokoh Olivia. Seorang perempuan muda kelas menengah yang berstatus sebagai anak, kakak, pekerja, dan kekasih.

Terkena imbas atas perbuatan buruk yang tak pernah dilakukannya sendiri itu sangat menyakitkan, Saudara-Saudara! Ibarat 'lu enak-enakan habisin nangkanya, gue yang kudu bersihin getahnya', atau 'lu yang makan jengkol dan pete sampai mabuk, gue yang kudu ngosrek WC-nya'. Adilkah? Tergantung sudut pandangnya dan siapa yang memandang, hehehe...

Dan affogato saya anggap bisa melambangkan dan mewakili keadaan ketika dua rasa yang berlawanan disatukan dalam satu cangkir. Seperti pasang-surut kehidupan Olivia bersama orang-orang di sekitarnya. 

Seperti fiksi-fiksi saya sebelumnya, walaupun cuma asal-asalan metodenya, tetap saja saya berusaha untuk mengumpulkan referensi dan berbagai catatan. Browsing, membaca banyak artikel, bahkan bertanya secara langsung pada beberapa orang yang berkenan ditanyai dan diajak diskusi.

Mak Eka Murti, misalnya. Emak yang satu ini, kali ini, jadi jujugan saya untuk berdiskusi tentang detail pekerjaan. Kemudian Mas Ryan Mintaraga. Bapak yang satu ini adalah 'kamus hidup' untuk urusan internet beserta segala macam istilah dan jaringan ruwet di dalamnya. Lalu ada Babeh Ahmad Jayakardi. Senioritasnya sebagai Sekjen ISTI (Ikatan Suami Takut Istri) sedunia (saliiim, Beeeh...) membuat diskusi tentang ilmu 'perbapakan' berlangsung menyenangkan buat saya. 

Di samping nama-nama di atas, masih ada sederet nama yang juga menjadi sasaran pertanyaan dan teman diskusi ringan untuk urusan penguatan karakter ayah. Beliau-beliau adalah : Kang Rifki Feriandi, Mas Dion Atma, Mas Chris Darmoatmojo, Mas Danny, dan Bro Frank (bukan Frankenstein, tapi Fankenyut). Nama terakhir ini yang bikin jengkel buanget, karena begitu saya kasih pertanyaan, dia langsung balas WA saya dengan kalimat : "Awakmu sengklek maneh tah takon aneh-aneh ngunu?" (= kamu sengklek lagi kah tanya aneh-aneh gitu?). Hadeeeh... *ngemut granat* Dan masih ada 4 nama lagi yang dari awal sudah meminta untuk tidak disebutkan. Terus, peran misua saya apa dunkz? Kalau itu sih nggak perlu pakai wawancara. Justru dia yang saya jadikan acuan apakah ada sikap lain yang mungkin dipikirkan dan diambil bapak-bapak yang lain. Gitcu...

Selain itu saya juga sempat menodong Mas Alpaprana untuk urusan perpuisian karena puisi-puisi beliaunya itu ciamik buanget. Dan sempat juga minta ijin Mas Chris untuk ambil salah satu puisinya untuk saya tempelkan di cerbung ini (nantiii... Belum waktunya puisi-puisi itu tayang).

Dan masih ada lagi Bro Huta Pandu, temen saya sejak TK yang baik hati banget, yang (bersama Mas Ryan dan Mas Chris) sudah membantu saya memahami peta Jakarta. Makluuum... Saya kan tinggalnya di planet lain. Tak ketinggalan 'brondy' Domi yang sudah bersedia jadi konsultan juga. Dan yang tak kalah penting adalah Bunda Enggar dan Jeng Uphie, yang sudah jadi polisi kalimat dan typo. Love you, Ladies...

Terima kasiiih saya ucapkan pada para pemilik nama di atas dan yang tak mau disebutkan, atas segala bantuan yang sudah diberikan. Terima kasih juga kepada seluruh pengunjung dan pembaca Blog FiksiLizz. Semoga secara keseluruhan hingga tamat nanti, "Affogato" hasilnya tidak terlalu mengecewakan.

Salam hangat,
Lizz


Ilustrasi : www.pixabay.com

10 komentar: