Selanjutnya
* * *
Sebelum hari gelap pembersihan sudah selesai dilakukan. Seluruh isi kubah perisai yang diledakkan sudah disedot dan dibuang debunya ke luar angkasa oleh kekuatan Ratu Amarilya sendiri. Perisai bungker pun dibuka, dan para penduduk Gerose sudah kembali ke tempat tinggal masing-masing. Xavier dan timnya segera memulihkan kembali energi yang diperlukan oleh seluruh planet Gerose, sekaligus memenuhi kembali tandon cadangan energi.
Semua pemimpin dan anggota pasukan yang tadinya siap membantu kini bisa bernapas lega. Untuk sementara waktu, serangan terganas dari kaum Maleus sudah berlalu. Sebagian kaum Maleus yang dipimpin oleh Asubasita sudah musnah. Mereka kini berkumpul di sebuah aula besar yang ada di kompleks pusat pemerintahan planet Gerose.
Secara khusus, Ratu Amarilya mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang sudah membantunya. Secara tulus pula ia meminta maaf yang sebesar-besarnya atas gangguan yang sudah dilancarkan oleh kaum Maleus yang seharusnya berada di bawah kendalinya.
Malam itu juga, pasukan-pasukan dari seluruh semesta mulai meninggalkan planet Gerose. Yang masih tertinggal adalah Gematri, Salindri, dan Ratu Amarilya berserta pasukannya. Salindri pun masih menahan Moses agar sementara waktu tinggal bersamanya, sedangkan seluruh anggota tim Moses sudah kembali ke Bhumi beserta pasukan elit Javantara.
Seusai melepas kepergian pasukan-pasukan dari seluruh semesta, Astrodi, Xavier, Gematri, Salindri, Moses, dan Ratu Amarilya berkumpul untuk menikmati jamuan makan malam. Dalam kesempatan itu, mereka pun membahas pembersihan kaum Maleus yang masih tersisa, yang tersebar di seluruh semesta.
“Saya sudah memikirkan caranya,” celetuk Xavier. “Satu-satunya hal yang bisa kita lakukan adalah memancing semua sisa kaum Maleus agar datang ke sini, dan memusnahkan mereka seperti pasukan Asubasita.”
“Kecuali Maleus yang masih bersedia tunduk terhadap aturan yang berlaku di Catana,” sergah Ratu Amarilya, halus.
Salindri menatap ratu muda itu. Sedikit skeptis. Rupanya Ratu Amarilya memahami arti tatapan Salindri. Ia pun mengulas senyum.
“Yang Mulia Salindri,” ia mencoba menjelaskan, “kaum Maleus selama ini terbelah menjadi dua. Sebagian bertahan dengan pemberontakan turun temurun, sebagian lagi memilih untuk setia kepada kesatuan Catana. Yang memberontak, seluruhnya sudah keluar dari Catana. Yang masih setia, masih berada di Catana. Saya tidak bermaksud memusnahkan mereka yang setia. Saya mohon maaf bila keputusan ini tidak memuaskan semua pihak. Pada kenyataannya, kaum Maleus memang sudah merepotkan seisi semesta.”
Salindri mengangguk. Ia membalas senyum Ratu Amarilya.
“Anda sebagai ratu di Catana, tentunya mengenal betul rakyat Anda sendiri,” ucap Salindri, arif. “Keputusan mengenai nasib kaum Maleus seutuhnya adalah hak veto Anda. Bila Anda mengizinkan, tentu kami akan membantu dengan senang hati, agar kedamaian semesta tetap terjaga.”
Pembicaraan kembali beralih pada strategi yang akan mereka gunakan.
“Jadi, kita harus kembali mengirimkan tim penjelajah ke galaksi Jantilisnanet untuk mendapatkan spesimen jamur itu?” tanya Astrodi dengan wajah muram.
“Tim saya sendiri yang akan mengambil spesimen itu, Yang Mulia,” Ratu Amarilya cepat-cepat menanggapi. “Kami aman berurusan dengan jamur itu.”
“Kalau begitu, jangan memancing mereka ke sini,” sambar Salindri. “Pertaruhan kita terlalu besar kalau harus menempatkan planet Gerose dalam posisi medan perang. Kita harus melakukannya di tempat lain.”
“Kita punya banyak planet tak berpenghuni yang mungkin bisa dipakai,” ujar Astrodi. “Pilih saja salah satu.”
Dengan memperhitungkan segala kemungkinan, akhirnya mereka memilih salah satu planet kecil kosong yang berada di tepi galaksi Triangulum. Ke sanalah seluruh sisa kaum Maleus yang memberontak akan digiring. Selanjutnya? Nasib mereka akan sama dengan pasukan yang dipimpin oleh Asubasita.
Untuk sementara, pembicaraan tentang strategi mereka berakhir sampai di sini. Malam sudah mulai larut. Mereka sendiri sudah lelah baik secara fisik maupun mental. Para tamu pun diantarkan ke tempat istirahat masing-masing.
* * *
“Kita akan segera pulang,” ucap Salindri, menatap Moses. “Aku sudah berjanji kepada Kana untuk membawamu kembali ke Tandan.”
Moses tersenyum lebar. Penuh rasa terima kasih. Rasanya, rindunya terhadap Bhumi dan ruang kerjanya di Observatorium Tandan sudah nyaris tak terbendung lagi. Tapi, ketika pikirannya melayang ke observatorium besar itu, semangatnya merosot lagi.
Barracuda Sverlin ....
Sedikit banyak, rasa marahnya terhadap Sverlin masih ada. Pun rasa enggan untuk bertemu Sverlin lagi. Tapi di sisi lain, ia mencintai pekerjaannya, dunianya.
“Aku belum bisa mendeteksi keberadaan Sverlin,” tiba-tiba saja Salindri menggumam. “Aku harus memastikan kamu aman dari dia.”
Salindri kemudian berdiri. Ditepuknya bahu Moses.
“Sekarang kita istirahat dulu,” ujarnya.
Sejenak Moses menatap punggung Salindri yang bergerak meninggalkannya. Ia menimang alat komunikasinya. Sebetulnya, ia sudah ‘gatal’ untuk menghubungi Kana. Tapi tentunya pesan yang ia titipkan kepada anggota timnya yang sudah pulang lebih dulu harus dianggap sudah cukup.
Demi strategi penghancuran sisa kaum Maleus pemberontak, segala bentuk komunikasi yang berasal dari Gerose ke luar harus dihentikan dulu. Terutama kabar tentang sudah habisnya kaum Maleus di bawah kepemimpinan Asubasita. Xavier belum bisa memberi jaminan sistem komunikasi mereka sudah steril. Masih ada kebocoran di sana-sini setelah sistem energi mereka diobrak-abrik orang-orang Asubasita.
Jadi, untuk sementara waktu Moses harus kembali menahan diri dan menyabarkan hati. Ia menarik napas panjang sebelum berdiri. Ketika berbalik, ia mendapati Ratu Amarilya tengah berdiri di dekat tikungan lorong yang menuju ke kompartemen tamu dari Catana. Posisinya tak jauh. Ia pun mengangguk hormat.
“Selamat malam, Yang Mulia Ratu,” ucapnya halus.
“Selamat malam, Tuan Moses,” Ratu Amarilya menanggapi sambil berjalan mendekat.
Moses membatalkan maksudnya untuk menyelipkan diri ke dalam ruang istirahatnya. Ia kembali duduk ketika Ratu Amarilya duduk di dekatnya.
“Secara pribadi, aku mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada Anda, Tuan Moses. Tanpa bantuan Anda, sulit rasanya mengatasi kaum Maleus.”
“Oh, apa pun itu, bila memang bisa saya lakukan, pasti akan saya lakukan, Ratu.”
Ratu Amarilya mengangguk dan tersenyum. Dari jarak sedekat itu, barulah Moses menyadari betapa cantiknya ratu muda dari Catana ini. Mereka kemudian bercakap dan mulai mengungkapkan tentang diri masing-masing.
“Bagaimana kalau setelah semua urusan Maleus ini beres, Anda ikut aku ke Catana, Tuan Moses?” tanya Ratu Amarilya pada satu detik, dengan mata sangat berbinar. “Ambillah libur. Yang Mulia Salindri pastilah memahami.”
Makin memikirkan ajakan Ratu Amarilya, Moses merasa makin tertarik. Ia belum pernah mengunjungi Catana. Walaupun sudah beberapa kali bertualang hingga ke galaksi-galaksi lain untuk urusan penelitian botani, tapi belum sekali pun menginjakkan kaki di Catana.
Hmm .... Catana, ya?
* * *
Ilustrasi : www.pixabay.com (dengan modifikasi)