Selasa, 20 November 2018

[Cerbung] Portal Triangulum #6-2









Sebelumnya



* * *

Moses menarik napas lega ketika melihat wajah Aldebaran muncul di layar alat komunikasinya. Senyumnya lepas melihat ada wajah Kana di samping Aldebaran.

“Hai!” ucapnya.

Hubungan komunikasi itu terlihat tak stabil. Beberapa kali wajah Kana dan Aldebaran menghilang dari layar, untuk kemudian hadir kembali satu-dua detik kemudian.

“Maaf, aku terpaksa menggunakan kode jingga,” lanjut Moses. “Siapa tahu bisa menyambung komunikasi darurat. Langsung saja, Gerose sepertinya mendapat gangguan dari kaum Maleus. Kami semua dan seluruh penduduk sipil diungsikan ke bunker. Keadaan baik. Tapi selanjutnya kami belum tahu.”

“Bisa buka portal lubang cacing?”

Moses menggeleng. “Sepertinya belum bisa.”

Di seberang sana, Aldebaran menghela napas panjang. Saat itu juga, Kana mengambil alih alat komunikasi Aldebaran.

“Moses, kamu masih butuh data soal Lendiris lilac?”

“Masih,” angguk Moses.

”Aku coba.”

Tampak Kana mengaktifkan alat komunikasinya dan menyelaraskan gelombang dengan alat komunikasi Aldebaran. Salah satu data yang tersimpan dalam alat itu segera ditransfernya ke alat Aldebaran. Berhasil. Gadis itu menatap Aldebaran.

“Tolong, coba kirimkan.”

Aldebaran menuruti ucapan Kana. Sambil mentransfer data, ia kembali menatap layar. Tak urung ada kekhawatiran tergambar dalam matanya.

“Begitu ada kesempatan membuka portal dari Ancora, kami akan segera ke situ untuk membawa kalian pulang.”

“Semoga bisa,” Moses tersenyum getir. Ia sungguh-sungguh tak tahu seberapa genting keadaan di luar. Ditatapnya Kana. “Kamu... jaga diri baik-baik, Na.”

Sebelum Kana ataupun Aldebaran sempat menanggapi, hubungan itu terputus begitu saja. Layar menggelap pada alat komunikasi Moses hingga beberapa menit lamanya. Laki-laki itu menghela napas panjang dalam hening.

“Setidaknya, kita tahu masih ada harapan, Bos,” lirih suara Leticia.

Moses terdiam. Tak tahu harus menjawab apa. Disimpannya kembali alat komunikasinya. Tapi sebelum niat itu selesai dikerjakan, ia mencoba membuka kumpulan arsip. Ternyata, transfer data dari alat komunikasi Aldebaran berlangsung sempurna. Sekilas, dibacanya data pengaruh jamur Lendiris lilac pada berbagai spesies makhluk semesta.

Mungkin data itu tak lagi ia perlukan. Toh, ia tak tahu bagaimana keadaan dan di mana Profesor Azayala saat ini. Tapi, Moses memutuskan untuk tetap menyimpannya.

Siapa tahu situasi segera kondusif? Jadi data ini berguna buat Profesor Azayala dan sisa tim penjelajah yang masih ada di dalam karantina.

Ia melanjutkan lagi gerakannya menyimpan alat komunikasi. Kompartemen dalam bunker itu terasa begitu hening. Tanpa mereka tahu ada kekacauan hebat di luar sana.

* * *

Kana terhenyak begitu layar proyeksi kembali menjadi lapisan batu granit bisu. Moses tampak baik-naik saja, walaupun hati kecilnya memberi peringatan sebaliknya. Apalagi....

Astaga... Kalau dia sampai terjebak situasi ricuh di Triangulum, apakah aku masih bisa bertemu dengannya lagi?

Memikirkan hal itu, tanpa ia sadari matanya merebak. Aldebaran menatapnya dengan sorot mata prihatin.

“Kita akan tetap mencoba membawa Doktor Moses dan tim pulang, Na,” tegasnya, walaupun dengan suara lirih. “Apa pun yang terjadi.”

Kana hanya bisa terdiam. Tak tahu harus memberi tanggapan seperti apa. Ia mendongak ketika Aldebaran berdiri.

“Ayo, kita harus melaporkan hal ini kepada Ratu Amarilya dan Yang Mulia Gematri,” ujar Aldebaran. Mengulurkan tangannya kepada Kana.

Kana menyambut uluran tangan itu dan segera berdiri. Mereka keluar. Mendapati penjaga yang tadi mengantar mereka masih siaga di depan pintu. Aldebaran kembali mengucapkan terima kasih kepada penjaga itu sebelum melangkah ke ruang pertemuan tak resmi.

Keduanya masuk dan mendapati suasana sedikit gaduh. Semua mata terarah pada pintu, pada Aldebaran dan Kana.

“Gerose diserang Maleus,” ucap Gematri, lugas.

Seketika Aldebaran dan Kana ternganga. Beberapa detik kemudian, Aldebaran berhasil menguasai diri dan menceritakan hubungan komunikasinya dengan Moses yang berjalan dengan sangat tidak stabil.

“Seluruh Triangulum mendapat sinyal SOS dari Gerose,” lanjut Gematri. “Gerose mengirimkan kabar juga ke sini. Kita kembali ke Ancora sekarang. Perjalanan ke Gerose harus kita tunda.”

“Tapi Moses...,” Kana tercekat.

“Nona Kana,” ucap Ratu Amarilya dengan suara sangat halus, “saya akan segera berangkat ke Gerose setelah menyusun strategi. Secepatnya. Saya berjanji akan menyelamatkan sahabat Anda dan timnya.”

“Dan aku,” sahut Salindri, menatap Kana dan Aldebaran, “akan ikut Ratu Amarilya.”

“Tapi, Yang Mulia,” bantah Aldebaran, “Anda tidak bisa begitu. Keselamatan Anda dan seluruh rombongan dari Bhumi dalam perjalanan ini adalah tanggung jawab saya.”

“Jangan pernah khawatirkan aku!” tukas Salindri. Sangat tegas. “Pasukanku—,” sekilas Salindri menatap para anggotanya yang ada juga dalam ruangan itu, “—sudah sangat terlatih. Mereka pasukan elit yang sudah siap tempur dalam kondisi apa pun. Tugasmu adalah menjaga Kana. Ini perintah langsung dari kepala negaramu, Aldebaran!”

Aldebaran membuka mulutnya, tampak hendak mengucapkan sesuatu. Tapi batal. Tak ada satu kata pun jadi terucap. Ia kembali mengatupkan mulutnya.

“Kamu kembali ke Bhumi, laporkan kepada Yang Mulia Caruso,” ucap Salindri lagi. Menyerupai sebuah perintah. “Kalaupun harus ada tambahan pasukan untuk membantu Gerose, minta agar beliau mengirimkan Tim Delapan Satu.”

Aldebaran dan Kana saling menatap. Tampaknya kali ini perintah Salindri tak bisa mereka bantah.

‘Aku janji, akan membawa Moses dan timnya pulang, Kana...’

Kana tertegun ketika kalimat itu menggema dalam benaknya. Dihelanya napas panjang.

‘Berjanjilah juga untuk pulang dengan utuh dan selamat, Bu...,’ balasnya.

Salindri tersenyum dan mengangguk samar.

Bincang-bincang akrab itu terpaksa mereka akhiri begitu saja. Setelah berpamitan, Gematri segera membawa Kana dan Aldebaran kembali ke pesawatnya. Kali ini, ia membiarkan Kana dan Aldebaran duduk bersamanya di kokpit. Dengan mulus, Gematri menerbangkan pesawat itu dan masuk ke lorong lubang cacing.

“Kalian tak usah pulang dulu ke Bhumi,” ujar Gematri pada satu detik. “Kita pantau saja kondisi Gerose dan Triangulum pada umumnya dari Ancora. Itu kalau kalian mau. Nanti hubungi saja Yang Mulia Caruso melalui saluran komunikasi pribadiku. Sampaikan pesan Yang Mulia Salindri.”

“Kami akan merepotkan saja, Yang Mulia,” Aldebaran menanggapi dengan sopan.

“Tentu saja tidak,” Gematri tersenyum. “Kalian lebih mudah mendapatkan informasi dari Gerose atau Triangulum di Ancora, karena jalur komunikasi kami sudah lama tersambung dan selama ini berjalan dengan baik. Kalaupun tidak bisa mendapat kabar langsung dari Gerose, setidaknya aku masih bisa mendapatkannya dari koloni Triangulum lainnya.”

Aldebaran mengangguk dan mengucapkan terima kasih. Sementara itu Kana tetap diam. Segulung aura resah tertangkap oleh benaknya. Ia berhasil menguraikannya. Lalu, ia terhenyak.

‘Gematri berniat berangkat ke Triangulum!’

Aldebaran sedikit tersentak ketika suara Kana menggema dalam benaknya.

‘Dia menutup pikirannya, Na. Bagaimana kamu tahu?’

‘Aku berhasil masuk ke frekuensinya. Sedikit samar, tapi aku bisa menangkap sedikit-sedikit. Alde, tampaknya kondisi Gerose benar-benar kacau, sampai seisi semesta terjun membantu mereka. Bagaimana kalau Moses tidak bisa kembali? Seperti apa sebetulnya kaum Maleus itu?’

‘Sepertinya ada informasi tentang Maleus di bank dataku. Coba, nanti kita lihat, Na.’

Kana mengangguk samar. Tapi sedetik kemudian ia mengerutkan kening. Sekilas pikiran Gematri-lah yang menyebabkannya.

‘Alde, dia berniat membawa... Azayala keluar dari Gerose.’

‘Hah? Siapa... siapa tadi namanya?’

‘Azayala.’

‘Ya, siapa dia?’

‘Mana aku tahu, Alde!’

Pembicaraan dalam hening itu terputus. Gematri mengingatkan mereka untuk mengencangkan sabuk pengaman. Perjalanan mereka sudah hampir sampai di ujung. Sama seperti keberangkatan mereka dari Catana, keluarnya mereka dari portal lubang cacing di atas piramida kaca planet Ancora berjalan cukup mulus.

Pelan-pelan, puncak piramida terbuka keempat sisinya. Dalam hitungan detik, pesawat itu beserta seluruh isinya sudah aman berada dalam lindungan piramida.

* * *


Ilustrasi : www.pixabay.com (dengan modifikasi)