Minggu, 24 Juni 2018

[Cerbung] Perawan Sunti dari Bawono Kinayung #12-2







Sebelumnya



* * *


Ketika Dokter Kana memberitahu bahwa kondisi Alma kembali stabil, saat itu juga Taruno percaya bahwa keajaiban itu masih ada. Bahwa Tuhan tak pernah meninggalkan dan mengabaikan permohonannya. Dipeluknya Misty erat-erat.

“Kita tidak akan kehilangan Alma,” bisik Taruno. “Perasaanku mengatakan begitu.”

Misty hanya mampu mengangguk-angguk tanpa suara. Malam yang baru saja mereka lalui benar-benar seperti malam terpanjang yang pernah mereka rasakan. Malam yang penuh kecemasan, malam bertabur harapan. Sekaligus malam yang menggulirkan kenyataan bahwa batas antara hidup dan mati Alma hanyalah setipis benang saja.

“Jujur, saya tidak bisa memperkirakan kapan Alma bisa sadar seutuhnya,” ucap Dokter Kana, halus. “Hal terbaik yang bisa kami semua di sini usahakan adalah mempertahankan kestabilan kondisi organ-organ vitalnya. Melihat perkembangannya, saya tetap optimis. Tetap berdoa, ya, Bapak, Ibu...”

Taruno dan Misty sama-sama mengangguk dan menggumamkan terima kasih. Tirai jendela viewing gallery sudah kembali dibuka. Pelan-pelan, Taruno dan Misty melangkah mendekat. Dari balik kaca, keduanya bisa melihat cukup jelas bahwa Alma masih terbaring tak bergerak. Masih tetap tersambung dengan berbagai alat monitor dan penunjang kehidupan.

Misty menghela napas panjang. Tapi sebelum napasnya terembus habis, napas itu hampir berhenti. Misty membelalakkan mata. Diikuti dengan gerakan mengerjapkan dan mengucek matanya berkali-kali. Tapi apa yang dilihatnya tetap sama.

“Yah...,” bisik Misty, penuh getar, sekaligus menggoyangkan bahu Taruno beberapa kali. “Alma... melek...?”

Seketika Taruno menajamkan penglihatannya. Dan, Misty benar. Gadis kecilnya sudah membuka mata di dalam sana. Nyaris tanpa terkendali, Taruno meneriakkan nama Dokter Kana yang belum jauh meninggalkan mereka.

“Dokter Kana! Dokter! Alma bangun! Dokter Kana! Alma bangun! Lihat, Dokter! Alma bangun!”

Demi mendengar teriakan itu, Dokter Kana berbalik dan nyaris berlari masuk kembali ke ruang ICU.

* * *

Gelap yang ada di sekitarnya berangsur menjadi temaram. Sekali lagi ia mencoba menggerakkan kelopak matanya. Kali ini terasa lebih ringan. Ia mengerjap beberapa kali. Dari berbagai bayangan yang terlihat kabur dan bertumpuk-tumpuk, perlahan semuanya menjadi jelas walaupun seolah masih diliputi kabut.

Astaga... Ini apa lagi?

Ketika mencoba untuk bergerak, ia tak bisa. Seolah-olah seluruh tubuhnya terikat dari ujung rambut hingga ujung kaki. Ketika hendak bersuara, ia juga tak bisa. Ada benda asing yang menyumpal mulut dan tenggorokannya. Benda asing yang memompakan udara segar langsung ke paru-parunya secara ritmis. Yang bisa dilakukannya hanya memutar bola matanya. Menjelajahi ruang asing tempatnya kini terdampar.

‘Akan ada dua orang yang sangat menyayangimu. Ayah-ibumu.’

Suara itu menggema lembut di telinganya.

‘Namamu Zervia Almandine Garnet.’

Suara itu menggema lagi.

Kamu akan mulai membiasakan diri dengan kehidupanmu yang baru. Selamat belajar...’

Ia mengerjapkan mata. Pada saat itulah indra penglihatannya menangkap ada sosok asing dengan model busana tak dikenal berdiri begitu dekat dengannya.

“Alma...,” sosok itu bersuara lembut. “Alma... Kamu dengar saya?”

Alma? Oh, Zervia Almandine Garnet, ia mengingatnya baik-baik. Jadi aku dipanggil Alma.

“Kalau kamu dengar saya, coba kedip satu kali, ya?”

Dengan patuh, ia mengerjap satu kali. Tiba-tiba saja seberkas sinar terang menghujam matanya. Kiri dan kanan. Refleks, ia memejamkan mata. Hingga beberapa saat, pendar sinar itu masih saja bermain di matanya.

“Alma, bisa buka matamu?” suara lembut itu terdengar lagi.

Ia pun membuka matanya perlahan. Masih terasa ada sisa pendar sinar. Telinganya menangkap helaan napas lega.

“Tampaknya kamu memang sudah benar-benar bangun,” sosok di balik busana aneh itu bersuara lagi. “Selamat datang kembali, Alma...”

Ia kembali mengerjapkan mata.

* * *

Tak puas-puas Misty menatap wajah putri bungsunya yang kembali terlelap itu. Reaksi Alma bagus walaupun masih terhubung dengan berbagai alat medis. Tadi, sebelum beranjak pergi, Dokter Kana sudah mengatakan bahwa kondisi Alma benar-benar menakjubkan.

Ketika ventilator coba dihentikan, gadis muda cantik itu sudah bisa bernapas secara spontan. Dokter Kana pun memutuskan untuk melepaskan ventilator dari saluran pernapasan Alma. Tapi alat-alat yang lainnya belum, karena masih diperlukan untuk memantau kondisi gadis itu.

Alma belum boleh keluar dari ICU. Belum juga bersuara. Tapi sudah cukup memahami perkataan orang lain dan membalasnya dengan bereaksi mengerjapkan mata sesuai dengan yang diminta. Itu sudah lebih dari cukup buat Misty dan Taruno.

“Janji, jangan pernah tinggalkan Ibu dan Ayah, Nak...,” bisik Misty, menggenggam erat telapak tangan kanan Alma.

Taruno mengelus lembut kepala putri bungsunya. Memar di kening dan pelipis bekas benturan keras itu dilihatnya sudah mulai pudar. Luka Alma memang tak separah Alda, kakaknya.

Alda terhimpit di antara meja dan dinding anyaman bambu yang terdorong dengan begitu keras dari arah luar warung. Dengan leluasa, api yang berasal dari ledakan mesin mobil tepat di balik dinding warung menyambar si sulung itu. Misty pun segera terkulai pingsan setelah berhasil menarik Alma dari kekacauan itu. Gadis bungsunya juga kena benturan tiang sudut warung yang terbuat dari gelondongan pohon kelapa. Taruno sendiri terkena hantaman tepi meja, tepat di ulu hati. Masih sadar bahwa ia harus menyelamatkan si sulung Alda. Lalu, ia tak ingat apa-apa lagi.

Kondisinya dan Misty tak terlalu parah. Hanya luka lecet dan sedikit memar yang cepat pulih. Tapi tidak dengan kedua putri tercinta mereka. Alda mengalami berbagai luka dalam dan sebagian tubuhnya terbakar. Hanya bertahan selama tiga hari di ICU. Segera berpulang begitu ia dan Misty mengikhlaskan kepergian si sulung itu, supaya tidak terlalu menderita karena luka-lukanya.

Setelah itu, satu-satunya harapan hanya jatuh pada si bungsu. Kondisi kritis gadis berusia tiga belas tahun itu membaik begitu sang kakak selesai dimakamkan. Tapi ia belum juga sadarkan diri. Kembali kritis beberapa hari kemudian, semalam, tapi secepatnya membaik lagi. Bahkan mulai bisa membuka mata, dan bisa bernapas spontan tanpa bantuan ventilator.

Taruno menghela napas panjang. Ditatapnya Misty.

“Bu, ayo, kita pulang dulu,” bisiknya. “Alma tidak akan kenapa-kenapa. Dia kuat. Dia anakmu.”

Misty mengalihkan tatapannya dari sosok si putri bungsu. Sesungguhnya, ketenangan itu kini memenuhi hatinya. Ia percaya seutuhnya bahwa mereka tak akan kehilangan Alma. Hatinya mengatakan begitu. Dan, ia memercayai hatinya. Maka ia mengangguk. Sekali lagi ia menatap putri bungsunya.

“Ayah, lihat! Dia tersenyum...,” bisiknya dengan hati serasa tercekat perasaan gembira.

Taruno pun mengikuti arah tatapan Misty. Benar! Seulas senyum manis menghiasi wajah pucat Alma. Ia pun ikut tersenyum.

“Dia akan baik-baik saja,” Taruno balas berbisik.

Tanpa suara, keduanya kemudian beranjak keluar dari ruangan itu. Membiarkan Alma terlelap untuk memulihkan kekuatan fisiknya. Membiarkan hangatnya sinar mentari menyapa tubuh lelah mereka pagi ini di luar rumah sakit.

* * *

Ia merasa kembali berenang-renang dalam ruang hampa yang remang-remang. Ketika ia melongok ke dalam hatinya, tak ada lagi banyak tanya yang tersisa. Ia belum mengenal betul kehidupannya kini. Tapi beberapa saat lalu, saat tatapan matanya bersirobok dengan tatapan dua pasang mata sosok berbusana asing yang mengajaknya bicara dengan suara sangat lembut dan penuh kasih, seketika itu juga ia tahu bahwa ia akan baik-baik saja.

Diembuskannya napas lega sembari tersenyum. Kali ini ia ingin memberikan ruang bagi mimpinya untuk bermain kembali. Mimpi tentang seorang pangeran tampan yang membuatkannya aneka warna mahkota bunga.

‘Semoga suatu saat dia hadir dalam kehidupan nyatamu, Nduk...,’ tiba-tiba saja suara asing yang terasa menghangatkan hati itu menggema lembut di telinganya. ‘Bisa menjagamu, bisa menyayangimu.’

Ia kembali tersenyum. Menikmati mimpi dan keheningan yang membuainya dalam perasaan damai.

* * *


Ilustrasi : www.pixabay.com (dengan modifikasi)


5 komentar:

  1. Aaaahhh...nyampek ke kata bersambung itu rasanya piye ngono....

    BalasHapus
  2. Aaaawwwwww isa oleh Pinasti kabe !
    Isa ae lo mb Lis gae critae.
    Top soro !
    Yakpa gakape krasan kemping gek sini ?

    BalasHapus
  3. Awak rapelan 2 episod iki rek wkkkkkkk joosssss

    BalasHapus