Senin, 15 April 2019

[Cerbung] Bias Renjana #15









Sebelumnya



* * *

Tujuh


James menatap gadis belia yang duduk di depannya, di seberang meja. Penampilan gadis muda itu tampak rapi dan bersahaja dengan blus lengan panjang putih, rok span hitam, dan kakinya beralaskan sepatu datar sewarna dengan roknya. Rambut hitam sebahunya digerai. Ada bando melingkar di kepala, membuat pandangan matanya tak terganggu anak-anak rambut yang jatuh di kening.

James sekilas melirik map yang terbuka di depannya. Walaupun ia sudah hafal di luar kepala nama gadis itu, tapi tetap saja ia ingin memastikannya sekali lagi.

“Sandra Amelia, right?” Suara berat James memecah keheningan.

“Betul, Pak.” Gadis belia bernama Sandra Amelia itu mengangguk dengan sopan.

Sekilas tatapan keduanya bertemu, dan James menemukan ada cahaya atensi dan kecerdasan melompat-lompat keluar dari mata bening Sandra.

“Umur?” James menegakkan punggungnya.

“Delapan belas, Pak.”

Hmm... Sebenarnya masih terlalu muda. Baru lulus tahun lalu dari sekolah menengah kejuruan. Dan, masih kuliah.

“Seandainya kamu diterima bekerja di sini, bagaimana menyelaraskan jadwal kerja dengan jadwal kuliahmu?”

“Saya kuliah sore, Pak.” Sandra mengangkat wajahnya.

Pada detik itu, barulah ia menyadari bahwa laki-laki muda di depannya itu memiliki mata yang sangat teduh dan indah. Alis laki-laki itu berbentuk sempurna. Tebal dan rapi. Menaungi mata kecoklatan dan kelopaknya yang dihiasi bulu mata lentik. Anehnya, sama sekali tak ada kesan feminin pada mata seindah itu. Sandra justru menangkap ketegasan yang sangat maskulin di matanya. Pun pada keseluruhan wajah James, di mana Sandra menemukan bekas cukuran yang rapi.

“Kenapa melamar pekerjaan di sini?”

Sejenak Sandra terdiam. Tapi dengan suara tegas ia menjawabnya juga.

“Saya butuh biaya untuk melanjutkan kuliah saya, Pak.”

“Berapa bersaudara? Dan, kamu anak ke berapa?”

“Empat bersaudara, Pak. Saya anak kedua. Setelah abang saya menikah, otomatis adik-adik jadi tanggungan saya.”

“Orang tuamu?”

“Ibu sudah meninggal, Ayah seorang montir di bengkel kecil. Penghasilannya tidak seberapa. Tak cukup untuk menyekolahkan adik-adik.”

Seketika James paham. Sebelum mengirimkan surat panggilan, ia sudah meneliti semua berkas lamaran yang masuk. Sebagian besar langsung masuk ke tong sampah. Hanya tersisa sekian belas berkas saja. Salah satunya adalah berkas yang dikirimkan Sandra Amelia. Berkas lamaran yang segera menarik perhatiannya.

Gadis itu mengirimkan surat lamaran dalam tulisan tangan yang sangat rapi. Bahasanya pun lugas dan sederhana. Menonjolkan kelebihan dirinya tanpa terkesan sombong. Nilai-nilai yang tercantum dalam copy ijazah gadis itu pun termasuk dalam golongan memuaskan. Kelihatannya cukup cocok untuk ditariknya jadi sekretaris, sesuai dengan kode yang dituliskan gadis itu di sudut kiri atas amplop berkas.

“Tapi kantor ini masih baru berjalan. Aku belum bisa menggajimu dengan nilai memuaskan. Mungkin cukup untuk memenuhi kebutuhan kuliahmu. Tapi untuk menanggung adik-adikmu, aku ragu.”

“Tak apa-apa, Pak.” Sandra menyahut cepat. Bahkan terlalu cepat. Tapi rupanya gadis itu sudah memahami konsekuensinya. “Adik-adik saya bisa sekolah karena mendapat beasiswa. Mepet, tapi membantu sangat banyak. Saya tinggal menambal di sana-sini kebutuhan mereka. Daripada saya tidak menghasilkan apa-apa, Pak.”

“Selama hampir setahun ini, bagaimana kamu membayar SPP kuliahmu?”

“Sudah dilunasi abang saya hingga akhir semester ini. Selanjutnya, saya harus mencari sendiri kalau ingin kuliah saya tetap berlanjut.”

James manggut-manggut. Ia kemudian memberikan jawaban standar. Bahwa Sanda akan dihubungi bila memang diterima bekerja di kantor itu. Maksimal dua minggu dari tanggal wawancara ini.

Tiga minggu kemudian, pada tanggal satu bulan berikutnya, Sandra Amelia sudah resmi menjadi sekretaris James Sudianto, pemimpin sekaligus pemilik sebuah usaha ekspor kopi. Laki-laki tampan yang mewawancarainya tempo hari.

* * *

James orang yang sangat disiplin, tegas, dan pekerja keras. Tapi laki-laki muda berusia dua puluh enam tahun itu sangat baik memperlakukan para stafnya. Membuatnya disegani para anak buah dengan caranya sendiri.

Dan, Sandra? Gaji dalam amplop yang diterimanya langsung dari James pada akhir bulan hampir saja membuatnya kejang. Bagaimana tidak? Yang didapatnya sungguh jauh di atas harapan. Hampir dua kali lipat dari yang disepakati semula.

“Pak, maaf, Bapak nggak salah memasukkan uang ke amplop gaji saya?” tanyanya keesokan harinya, begitu bertemu dengan James.

“Kenapa memangnya?” sekilas James mengalihkan perhatian dari berkas yang tengah dibacanya.

“Mm... Jumlahnya jauh di atas nilai yang Bapak sebutkan saat saya tanda tangan perjanjian kerja.”

Kini, James seutuhnya menatap Sandra.

“Aku menggaji orang berdasarkan kemampuan dan hasil kerjanya.” James mengulas senyum. “Untuk saat ini, sejumlah itulah nilai kemampuan dan hasil kerjamu.”

Sandra terhenyak. Sejenak kemudian ia balas menatap James.

“Bapak terlalu tinggi menilai saya.”

“Jadi, buktikan kalau aku salah.” James melebarkan senyumnya.

Sandra mengerutkan kening. Membuktikan kalau dia salah? Itu, kan, artinya... Sandra segera menemukan jawabannya.

“Akan saya buktikan kalau Bapak benar,” ujarnya dengan mata berbinar.

Tawa James segera terlepas karenanya.

Selanjutnya, Sandra tak pernah menerima gaji kurang daripada gaji pertamanya. Bahkan sering lebih ketika dalam sebulan ia banyak lembur. Mengikuti ritme kerja James yang seringkali nyaris tak kenal waktu dan lelah.

Kuliahnya sempat agar tercecer, tapi dengan cepat ia menyesuaikan diri. James pun tak pernah menyuruhnya lembur hingga mengorbankan jadwal kuliah. Bahkan, laki-laki itu sering mengantarnya langsung ke kampus saat jadwal kuliah sudah sangat mepet. Dibiarkannya pula Sandra mencuri waktu untuk mengerjakan tugas-tugas kuliah di sela-sela jam kerja saat agak senggang. Toh, semua pekerjaan gadis itu pasti beres.

Sandra sangat cekatan dan mudah sekali memahami semua kehendak James. Makin hari makin efisien dalam bekerja. Sedikit pun tak pernah membuat sang bos merasa kecewa.

Hingga pada suatu saat, seorang Sandra Amelia bertemu dengan seorang laki-laki bernama Riza Hakim.

* * *


Ilustrasi : www.pixabay.com, dengan modifikasi.

Silakan mampir juga ke serial “Pojok Kisah Duda Seksi” yang mengudara kemarin (hari Minggu). Judulnya kali ini "Meretas Trauma".
Terima kasih...