Lima Belas
Sekilas
Olivia menatap jam dinding di seberang mejanya. Masih pukul tujuh kurang delapan
menit. Lantai atas masih sepi. Sandra belum datang. Apalagi Luken. Ia memang
agak ngebut tadi. Dengan cekatan ia menata semua peralatan kerjanya di atas
meja, kemudian duduk, menyalakan laptop, dan asyik dengan ponselnya.
Semalam,
ia cukup lama berbalas pesan dengan Allen. Membahas berbagai hal tentang mereka.
Ia merasa cukup nyaman untuk bicara secara sangat terbuka. Pada ujungnya, Allen
setuju bila ia memesan kaus couple untuk
mereka berdua. Untuk dikenakan pada acara syukuran Sabtu, empat hari lagi. Dan
waktu yang Olivia miliki sangat pendek. Maka tanpa membuang waktu lagi ia
mengirimkan pesan pada Tiara melalui IG.
‘Tia, ini Livi, aku mau
pesen kaus tapi butuh cepet. Kira-kira bisa nggak, ya?’
Sambil
menunggu jawaban, Olivia menyandarkan punggungnya. Menunduk, menatap ponselnya
untuk browsing hal-hal menarik. Tapi
alam lamunan justru menyergapnya. Membawanya pada suasana obrolan dengan Arlena
semalam.
Arlena membuntuti ketika
Olivia membawa nampan berisi cangkir dan mug bekas pakai ke dapur. Menjelang
pukul sepuluh malam, mereka sekeluarga baru saja selesai membubarkan diri
setelah berkumpul di ruang tengah untuk membahas lebih lanjut rencana syukuran
Sabtu nanti. Ketika Olivia sibuk mencuci cangkir dan mug, Arlena duduk
diam-diam di depan island.
Dengan sabar ditunggunya hingga Olivia selesai.
“Liv, mm... itu... nggak
apa-apa kalau kita undang Mas Luken dan Allen barengan?” tanya Arlena dengan
nada hati-hati ketika Olivia mengeringkan tangannya dengan sehelai serbet
bersih.
“Memangnya kenapa, Ma?”
Olivia malah balik bertanya, seraya duduk di seberang ibunya.
“Mm...,” tatapan Arlena
terlihat ragu-ragu. “Tempo hari Papa cerita ke Mama soal... pesan yang
dikirimkan Mas Luken padamu. Tapi kalau kamu nggak berkenan membicarakannya,
ya, nggak apa-apa.”
“Oh...,” Olivia tersenyum.
“Santai saja, sih, Ma. Soal pesan itu, sampai sekarang juga nggak ada
kelanjutannya,” ia mengangkat bahu.
“Mas Luken tahu, nggak, soal
Allen?”
“Nah, itu rumit,” Olivia
menopang pipi kanannya dengan siku bertumpu pada island. “Kayaknya dia sudah tahu, tapi berhubung
nggak pernah ada omongan apa-apa, jadi gimana aku harus menjelaskan?”
“Iya juga, sih...,” gumam
Arlena.
“Ma...”
Keduanya menoleh. Prima
tampak melongokkan kepala melalui pintu dapur.
“Masih lama ngobrolnya?”
“Kenapa memangnya?” Arlena
mengerutkan kening.
“Dingin-dingin begini, tega
biarin aku tidur sendirian?” Prima mengubah ekspresi wajahnya jadi memelas.
“Hadeeeh...,” Arlena
menggelengkan kepala.
Olivia tergelak. Arlena
kemudian berdiri setelah mendengar ‘kode keras’ dari Prima. Olivia ikut
beranjak, mematikan lampu dapur, dan menapaki tangga ke lantai atas di belakang
Prima dan Arlena.
Sambil membaringkan tubuhnya
di ranjang, Olivia mendadak tersenyum. Setelah berjuang mengalahkan badai,
kedua orang tuanya saat ini seperti pengantin baru lagi. Dekat. Hangat. Mesra.
Betapa jauhnya perubahan Arlena. Menjadikan perempuan itu jauh lebih manis
daripada biasanya. Prima pun tampaknya menikmati perubahan itu dan membuatnya
enteng saja berlagak menjadi ABG lagi.
Hahaha...
Sampai pesan kaus couple segala...
Tiba-tiba saja Olivia
tersentak.
Kaus
couple itu...
Buru-buru ia meraih ponsel
dan membuka Instagram. Dicarinya akun Tiara Hasibuan. Setelah menyentuh tombol follow, ia mulai melihat-lihat gambar kaus yang
ada di akun itu. Tapi sebelum memesan, ia ingat untuk menghubungi Allen lebih
dulu. Dan mereka terlibat obrolan bisu yang sangat panjang lebar. Pada akhirnya
ada solusi. Membuatnya lega dan bisa tidur dengan nyenyak.
Olivia
menghela napas panjang dan kembali menegakkan punggungnya.
Semoga berhasil...
“Selamat
pagi, Liv...”
Gadis
itu terloncat kaget dan menoleh cepat. Dilihatnya Luken sudah duduk di kursi
Sandra.
Lha, kapan datangnya?
“Pagi-pagi
melamunnya asyik banget, ya?” Luken tersenyum lebar.
Seketika
Olivia tersipu. Ia meringis.
“Selamat
pagi, Pak,” ucapnya kemudian. “Saya benar-benar nggak tahu Bapak sudah datang.”
Luken
mengangguk. “Melamun apa, memangnya?”
“Hehehe...
Ini, Pak, kemarin ngobrol sama Mama. Mama mau bikin acara syukuran. Nanti hari
Sabtu. Cuma makan siang sederhana. Hanya mengundang orang-orang terdekat saja.
Dan... kami bermaksud untuk mengundang Bapak. Atas pesan khusus dari Mela.”
“Oh...,”
Luken tersenyum. “Iya, dengan senang hati aku akan datang. Pastinya jam
berapa?”
“Mm...
Jam sebelasan, Pak. Acara santai saja. Bisa ngobrol-ngobrol dulu. Dan kayaknya
Bapak perlu juga kenalan dengan calon menantu,” Olivia tersenyum lebar.
“Hah?”
Luken mengangkat alis dan melebarkan matanya.
“Cowoknya
Mela, Pak.”
“Oh?
Hahaha... Sudah kenal pacaran dia!”
Olivia
ikut tertawa.
Beberapa
saat kemudian Sandra datang. Mengucapkan selamat pagi dan permintaan maaf
karena hadir lebih lambat daripada biasanya. Tadi saat hendak berangkat, salah
satu ban belakang mobilnya gembos. Terpaksa harus menggantinya lebih dulu, yang
dilakukannya berdua dengan Angie karena Riza sudah telanjur berangkat ke kampus
untuk mengajar. Luken pun beranjak dan masuk ke ruang kerjanya.
Jam
kerja baru akan dimulai dua puluh menit lagi. Olivia dan Sandra kemudian
mengobrol santai. Olivia meraih ponselnya saat benda itu berbunyi.
“Maaf,
sebentar, Bu,” ucapnya pada Sandra.
Perempuan
itu mengangguk. Olivia menatap layar ponselnya. Ternyata ada balasan dari Tia.
‘Hai, Kak! Ini Kak Livi-nya
Om Prima, kan? Maaf, lambat merespons. Baru selesai mandi. Mau pesen kaus yang
gimana, Kak?’
Olivia
kemudian memesan sepasang kaus berlainan warna dan ukuran, dengan tulisan
khusus. Bahannya pun ia minta yang bagus.
‘Aku lihat stok kausnya dulu,
ya, Kak. Kalau untuk tulisan yang Kak Livi ingin, sih, kita udah ada masternya.
Tinggal cetak. Siang ini aku kabari, ya. Maksimal jam 12. Ada WA, nggak?’
Olivia
kemudian memberikan nomor kontaknya pada Tiara. Tak sampai sepuluh menit
kemudian, gadis itu sudah mendapatkan jawabannya melalui aplikasi Whatsapp.
‘Kak Liv, ini Tia. Kausnya
ada, Kak. Aku lupa kemarin stok baru datang. Besok aku kirim ke rumah via
Great-jek.’
Olivia
meminta Tia untuk mengirimkan pesanan itu ke alamat kantor saja sebelum pukul
empat. Tia menyanggupi, sekalian mengirim nomor rekeningnya untuk transfer
pembayaran. Olivia menyelesaikan pembayaran saat itu juga melalui m-banking. Tia membalasnya
dengan ucapan terima kasih.
Setelah
semua urusan itu selesai, Olivia melanjutkan obrolan dengan Sandra sambil
bersiap untuk bekerja.
* * *
Tugas yang harus diselesaikannya cukup banyak hari ini, membuat Olivia tak sempat
lagi menengok ke mana-mana. Pukul setengah empat, Lila naik dan menyodorkan
sebuah tas kertas pada Olivia.
“Kiriman,
Mbak, diantar Great-jek,” ucap Lila.
“Oh?”
Olivia mengalihkan tatapan dari layar laptop. “Makasih, Mbak Lil.”
“Sama-sama,”
senyum Lila sambil kembali turun.
Olivia
sempat mengerutkan kening sambil menurunkan tas kertas itu dari mejanya.
Sekilas dilihatnya tulisan yang membentuk logo bundar. ‘Funky T-shirt ARAIT’.
Lho? Sudah jadi?
Tapi
pertanyaan itu disimpannya dulu karena jam kerja belum berakhir. Ia masih terus
bekerja ketika Sandra sudah mulai membersihkan meja. Lewat sedikit dari pukul
empat, Sandra beranjak untuk berpamitan pada Luken.
Sepeninggal
Sandra, sambil menyimpan file di
laptop, Olivia meraih ponselnya. Dengan bahu ia menjepit ponsel itu di depan
telinga, sementara kedua tangannya merapikan semua berkas dan map yang
bertumpuk di meja.
“Halo, met sore. Kak Livi,
ya?”
“Iya,
Tia, met sore. Ini kausnya sudah sampai. Cepat amat?”
“Hehehe... Tadi langsung
dikerjain, Kak. Nggak lama, kok. Tolong, dicek dulu, ya, Kak. Kalau ada yang
nggak berkenan, bisa dikembalikan. Nanti biar cepat aku ganti atau perbaiki.”
“Iya,
nanti aku lihat kalau sudah sampai di rumah, ya. Makasih banyak, ya, Tia.”
“Sama-sama, Kak. Besok-besok
pesan lagi, ya...”
“Sip!”
Tepat
ketika Olivia meletakkan kembali ponselnya, Luken keluar dari ruang kerja.
Sudah menenteng laptopnya. Siap untuk pulang.
“Bapak
butuh apa lagi, Pak?” Olivia menghentikan sejenak gerakan tangannya.
“Sudah,
Liv, cukup. Ayo, pulang.”
“Iya,
Pak. Saya beres-beres sebentar.”
Luken
dengan sabar menunggu hingga meja Olivia bersih dan lemari berkas rapi kembali.
Tak makan waktu lama karena Olivia bergerak cepat seperti gasing. Lima menit
kemudian, keduanya sudah menuruni tangga.
* * *
Kebetulan
sekali rumah sedang sepi saat Olivia pulang. Sepertinya Carmela yang pulang
lebih awal dari biasanya seusai UAS ikut Arlena menjemput Prima. Muntik juga
sudah pulang. Setelah menutup pintu pagar, Olivia segera masuk ke rumah dan
naik ke kamarnya.
Tak
sabar, ia menarik kaus yang terbungkus plastik itu dari dalam tas kertas.
Bibirnya mengulum senyum ketika membentangkan kedua kaus itu. Diperiksanya
dengan teliti.
Perfect!
Baik
warna, ukuran, maupun tulisannya sudah sesuai dengan yang ia inginkan. Ia
membentangkan kedua kaus itu di atas ranjang dan memotretnya. Setelah melipat dan
memasukkan kembali kedua kaus itu dalam tas kertas, Olivia pun mengabari Tiara
melalui WA, bahwa ia merasa sangat puas atas pelayanan dan barang yang dikirim
Tiara. Ia mengirimkan pula foto kaus itu kepada Allen. Dibalas laki-laki itu
dengan acungan jempol.
Olivia
kemudian melepas rompi dan mengganti blus lengan panjangnya dengan sehelai kaus oblong. Dengan cepat ia turun sambil menenteng tas kertas dari Tiara.
Tujuannya adalah tempat laundry di
dekat minimarket. Ia berjalan kaki ke sana. Ketika kembali lagi ke rumah, dilihatnya
Maxi tengah melepaskan helmnya di garasi.
Wuah! Untung aku cepet ke laundry. Untung juga ingat untuk mampir ke minimarket.
“Dari
mana, sih, Mbak?” Maxi menatapnya dengan heran.
“Minimarket,”
senyum Olivia sambil mengacungkan kantung plastik berisi belanjaannya.
“Mendadak ingin coklat.”
“Astaga...,”
Maxi menggelengkan kepala sambil melangkah masuk, diiringi tawa Olivia.
* * *
WORO-WORO... Novel "Eternal Forseti" sudah resmi meluncur dari ruang penerbitan Jentera Pustaka pada hari Selasa, 8 Agustus 2017 kemarin. Bagi yang berminat memilikinya, bisa klik DI SINI untuk memperoleh informasi selengkapnya. Terima kasih... 😘
Selanjutnya : Infinity #16
Selanjutnya : Infinity #16
Ilustrasi : www.pixabay.com
(dengan modifikasi)
Awwwwww kaos couple e garai penasaran mb Lis !
BalasHapusGood post mbak
BalasHapusLanjut trs dik 😊
BalasHapusaduh... makin anget ceritanya. saya dah ketinggalan jauh.
BalasHapus