Sebelumnya
: Part Three : Colorful is Also Beautiful
Part
Four
Extra Size Doesn’t Mean Not Beautiful
Sesungguhnya Berlian benar-benar berhasil
menjungkirbalikkan semua konsepku tentang keindahan. Sekaligus memberiku tantangan
untuk mewujudkan keindahan dalam bentuk luar
biasa itu. Dan bukan keberhasilan untuk menjawab tantangan itu saja hal
baik yang kuperoleh. Tapi juga sesuatu yang membuat aku lebih bisa menggunakan
hati dalam melihat segalanya yang ada di sekitarku.
Konsepku seketika berubah. Bahwa semua bentuk
membawa keindahannya sendiri. Ketika datang para calon pengantin dengan ukuran
tubuh ekstra, aku melihat bahwa nyaris semuanya punya hati yang jauh lebih
besar untuk menerima segala kekurangan diri sendiri dan orang lain. Membuatku
ingin melengkapi kecantikan itu dengan selubung kecantikan lain melalui
gaun-gaun yang kurancang khusus untuk mereka.
Dan pelan-pelan jiwa nenek sihir itu
meluntur. Membuat para asisten dan pegawaiku jadi lebih betah bekerja denganku
walaupun ritme kerja tak berubah. Tetap tinggi seperti biasa.
Kata Inke, aku jadi lebih manusiawi. Bukan
lagi nenek-sihirwi. Membuatku lebih lepas menjalani hidup dan menikmati
hari-hariku di... studio. Tetap saja lebih banyak waktuku habis di studio
daripada di luaran. Pantas saja hingga saat ini belum ada laki-laki normal yang single yang melihat keberadaanku.
Sigh!
Padahal aku sudah ‘menurunkan’ standarku
tentang bentuk seorang laki-laki yang kudambakan. Saat ini, tak punya six packs pun tak apa-apa. Gendut
sedikit juga bisa terlihat sexy. Yang penting hatinya. Dan apa yang ada di
benakku kali ini? Sosok berhati putih seperti Rilo dalam kemasan seperti
Canopus.
What???
Rilo???
Canopus???
Yang satu suami orang lain, dan satunya lagi
calon suami orang lain juga. Astagaaa... Kelihatannya aku makin error saja!
* * *
Keberhasilan show tunggal itu kurayakan dua kali. Yang pertama, bersama seluruh
stafku kemarin di sebuah coffee shop
dekat studio. Dan yang kedua, bersama segerombolan ‘kompor meleduk’ yang sudah
membawa show minggu lalu itu melejit
dengan suksesnya karena suntikan modal dari mereka.
Kami asyik ketawa-ketiwi di sebuah coffee shop di dekat kantor suami Risty.
Risty, Lorena, Gianita, Dewi, Dindin, dan aku tenggelam dalam canda dan
berbagai gosip yang tak perlu. Tapi diam-diam aku mengamati sekeliling coffee shop yang baru dibuka beberapa
minggu itu.
Hm... The
Journey...
Aku suka konsepnya. Terasa hangat karena
pencahayaan yang pas dan tata ruang yang apik. Cocok sebagai ajang nongkrong
pada pekerja kantoran maupun orang-orang yang baru saja nge-gym di lantai atas gedung tempat coffee shop bernaung.
“Kayaknya kita harus sering-sering bawa
Ervina ke sini nih!” celetuk Gianita.
Aku menoleh dengan tatapan bertanya.
“Iya, biar cepet dapat jodoh dia,” timpal Dindin.
“Masa perancang gaun pengantin malah belum
pernah pakai gaun pengantin?” Dewi nimbrung dengan sadisnya.
Aku hanya sanggup nyengir bak kuda mabuk kebanyakan
menelan rumput teki.
“Hm... apa iya laki-laki bejibun yang ngopi
di sini sudah nggak ada lagi yang single?”
gumaman Lorena seketika membuatku tersedak.
Risty menepuk-nepuk punggungku sambil berucap
manis, “Kedengarannya memang kami sadis. Tapi sepertinya kamu butuh bantuan
untuk hal yang satu ini.”
Sambil masih terbatuk-batuk, aku mengangguk-angguk
seperti orang tolol.
Di antara kami berenam, yang single se-single-single-nya memang cuma aku. Dindin, yang selama ini
menemaniku melajang, sudah dipinang Tody tiga bulan lalu.
Aku merasa Dindin tak salah pilih ketika
menjatuhkan hatinya pada Tody. Sama sepertiku, Dindin penggila cowok-cowok
berbadan cukup perfect pada awalnya.
Tapi setelah menemukan beberapa kekecewaan di dalamnya, cara pandangnya segera berubah.
Dan the big guy with super extra size Tody
berhasil memenangkan hatinya.
Adakah yang lebih indah dari itu?
Setidaknya di mata dan perasaanku, Tody adalah
benar-benar orang yang tepat buat Dindin. Ternyata tak cuma aku yang merasakan hal
itu. Sahabat-sahabat kami yang lain juga mengamininya tanpa syarat. Dan kami semua
turut larut dalam kegembiraan Dindin dan Tody mempersiapkan pernikahan mereka. Peran
buatku tentu saja sudah sangat paten. Mulai membuat beberapa sketsa gaun
pengantin yang akan dikenakan Dindin enam bulan lagi.
Itu buat Dindin. Buatku sendiri, gaun
pengantin bukanlah masalah besar. Toh paling tidak aku sudah memiliki stok
sehelai. Masalahnya sekarang... siapa yang bisa segera kuseret ke depan altar
untuk menemaniku mengucapkan janji sehidup-semati???
* * *
“Ikut akulah nge-gym sekali-sekali di atas,” bisik Gianita sambil kami berdua
berjalan ke toilet.
“Ya, kalau nggak sibuk,” jawabku,
asal-asalan.
Tampaknya arena gym bukan lagi yang tepat bagiku untuk cuci mata. Toh seleraku
sudah bergeser ke arah yang lebih realistis. Membumi. Prioritasku bukan lagi body tapi hati.
“Terusss... kapan kamu nggak sibuknya?”
Aku tertawa ringan mendengar nada gemas dalam
suara Gia. Dan karena tawa itulah aku jadi tidak waspada dan harus menabrak
seseorang di tikungan dekat lokasi toilet.
Bruk!
“Aduh!” teriakku tertahan.
Setengah punggung kaki kiriku terinjak dengan
aduhainya.
“Maaf, Mbak... Maaf...”
Aku mengangkat wajah. “Eh?”
“Lho...”
Canopus!
* * *
Bersambung
ke bagian berikutnya : Part Five : Canopus
transformasi dari nenek-sihirwi menjadi manusiawi itu ternyata butuh gaun pengantin dan krisis cowok single yaaa... :D :D :D
BalasHapusHahaha... Sarana dan prasarana harus lengkappp!
HapusNuwus mampire yo, Jeng...
good post mbak
BalasHapusMakasih singgahnya, Pak Subur...
HapusAsiik.. Ada yg batal kawin neh kayaknya hahaha
BalasHapusHahaha... Bisa heboh seluruh jagad persilatan pengantin!
HapusMakasih mampirnya, Mbak Na...
Uwaaaaaaaa Canopus !
BalasHapusMelok degdegan aq mba !
Whoaaa... isuk-isuk wis nongol?
HapusSuwun mampire yo, Nit...
He eh aku kalah isuk ro jeng Nita ....
HapusAku mbayangke Canopus ki kok njur kaya bintang film ya wajahe? :-)
Bintang film lokal napa ingkang luar negeri Bu Tiwi...?
HapusProduk impor Mba. Sik main Shaun the Sheep punika loh .... :-D
HapusMbeeeek...!
Hapus*Ndeprok mbek ngowoh*
HapusCanopus waduh...apakah kejadian berikutnya?
BalasHapusJreng jreeeng... Hehehe... Ternyata oh ternyata...
HapusMakasih singgahnya, Bu...
Seru nih! Lanjut wis...ngenteni sambil nithili bakso keju...
BalasHapusNuwus, Mbak Boss...
Hapus