Dalam remang lampu kecil di bawah tenda yang
menaungi bagian belakang truknya, Rika menatap kejauhan. Pada sosok Bismaka
yang tengah duduk sendiri, entah memikirkan apa.
Sudah terlalu lambat untuk menyadari bahwa ucapannya
tempo hari, sekitar tiga bulan lalu, adalah salah. Salah besar! Saat itu
Bismaka menyatakan takut kehilangan dirinya. Sekarang, justru dirinyalah yang
kehilangan Bismaka. Setelah dengan cepat, begitu saja, tanpa berpikir lebih
dulu, menjawab, “Maaf, Bim. Aku belum bisa.”
Seperti yang sudah diduga Bismka, kejadian
terulang lagi. Setelah keduanya kepergok Pingkan
sekitar tiga minggu yang lalu,Rika
kembali sulit untuk dijumpai. Membuat Bismaka hanya mampu menghela napas
kecewa.
Rika duduk terhenyak di jok kiri depan mobil
Bismaka. Jam digital di dasbor menunjukkan angka 09:48 ketika mobil itu
meluncur keluar meninggalkan carport
rumah Rika.
Hari Kamis siang, saat ia menikmati makan
siang bersama Rika di Cijantung, saat itulah terakhir Bismaka bertemu gadis
itu. Sudah berlalu sekitar satu bulan. Sepanjang waktu itu jugalah ia sama
sekali tak menjumpai Rika. Gadis itu menghilang bak ditelan bumi. Tak pernah
ditemuinya ada di food truck mana pun
di area Jakarta. Bisa jadi mereka memang sedang berselisih lokasi.
Pelan, Rika menyandarkan punggungnya. Nuansa
Ayu, perusahaan kosmetiknya, berjalan dengan sangat baik belakangan ini. Bahkan
berhasil memperpanjang kontrak dengan beberapa selebriti. Para selebriti itu
memiliki merek sendiri, tapi ‘menumpang’ produksi di pabrik milik keluarga
Rika. Tentu saja tetap dengan formula rahasia masing-masing. Ada pula kontrak
baru. Melibatkan seorang artis penyanyi yang sedang naik daun.
Berada di antara ratusan rekan seprofesi
membuat Rika seolah mendapat suntikan semangat baru. Grafik prospek bisnis
kuliner dengan mengandalkan food truck terus
naik. Walaupun ada juga yang rontok karena tak bisa bersaing, tapi yang terus
memantapkan diri lebih banyak lagi. Dalam acara kopdarnas itulah mereka saling
berbagi tips dan strategi bisnis. Dibuangnya semua keresahan yang melandanya belakangan ini jauh-jauh.
Rika menghela napas lega ketika sesi seminar
itu berakhir. Ini adalah sore keduanya di Jogja. Menghadiri kopdarnas (kopi
darat nasional) rutin dua tahunan Asosiasi Pengusaha Food Truck Indonesia.
Sejak ikut aktif mengelola food truck,
Rika memang selalu meluangkan waktu untuk menghadiri kopdarnas itu,
menggantikan Kencana. Saat ini sudah ketiga kalinya. Sayangnya, Bismaka tidak
ada dalam kopdarnas kali ini. Pekerjaan di kantornya sedang tak bisa ditinggal.
Sebagai gantinya, ayahnyalah yang hadir.
Bismaka menyesap secangkir besar cokelat
hangatnya sambil duduk bersandar di sofa two
seaters pendek yang ada di teras belakang rumah orang tuanya. Meluruskan
tungkainya dengan sikap santai. Menatap kilauan tetes air hujan yang
memantulkan cahaya lampu taman. Di akhir senja tadi, seusai mampir di salah
satu food truck-nya, ia memutuskan
untuk tidak pulang ke apartemen. Besok hari Sabtu. Ia tak perlu berangkat ke
kantor.
‘Nggak perlu’ adalah jawaban tegas Ernest
ketika Bismaka menanyakan soal perubahan nama usaha yang pernah mereka bentuk
bersama, Erbim Jaya. Kepanjangan dari Ernest dan Bimbim, nama panggilan
Bismaka. Siapa tahu Ernest keberatan namanya masih disematkan pada usaha itu.
Yang penting adalah saham Ernest kini dimiliki oleh Pringgo Ernawan, ayah
Bismaka. Sudah sah, ada bukti hitam di atas putih.
Lalu,
Rika tak pernah bisa berhenti memikirkan Andries. Kasihan? Bukan! Bukan
perasaan seperti itu. Pada awalnya ia merasa demikian. Namun, setelah berkali-kali
menengok lagi ke dalam lubuk hatinya, ia mendapati bahwa pesona Andries-lah
yang telah menjeratnya. Sama sekali bukan perasaan iba.
Mengendalikan Han’s Food secara penuh berarti
membuat Rika bisa mengambil keputusan tanpa melibatkan ibunya lagi. Ia dan
Kencana jelas berbeda. Saat transisi kepemimpinan antara Kencana dan ia, Han’s
Food terus berkembang. Cukup pesat sehingga Han’s Food kini jauh lebih besar
saat berada di tangannya.
Bismaka sudah lupa kapan tepatnya pertama
kali bertemu dengan Rika. Mereka punya empat food truck yang ada di area yang sama, dengan tiga food truck letaknya cukup berdekatan.
Satu di Depok, satu di Cikarang, satu di Jakarta Selatan, satu lagi di Serpong.
Yang ia dengar, food truck Rika ada
pula yang ngetem di Jawa Tengah dan
Jawa Timur.
Bismaka menatap berkeliling. Mengamati satu
demi satu keramaian yang beredar di sekitarnya. Sesekali, tatapannya kembali
pada mangkuk kertas berisi cwimie dan pangsit goreng lezat yang ada di
depannya. Tangannya pun lincah memainkan sumpit. Ketika seseorang yang
dikenalnya melintas, ia buru-buru memanggil.
Hari
itu adalah ulang tahun ke-49 Owen. Sengaja dirayakan lebih daripada biasanya,
karena usia itulah yang menurut Owen usia ‘seksi’. Seket
kurang siji, alias lima puluh kurang
satu. Mereka merayakannya lengkap berlima. Rika, Neri, Mia, Owen, dan Kencana.
Entah kebetulan atau tidak, hari itu Neri yang sudah berada di seminari tinggi
punya kesempatan untuk sejenak pulang ke rumah.
Andries sudah berpulang, tapi kehidupan Rika
tetap berjalan terus. Masa-masa indahnya menjalin kasih dengan Andries sudah
berakhir, tapi kesibukannya harus tetap berlanjut.
Hampir pukul dua siang, tugas Rika pun
selesai. Paul sudah dipastikannya aman dan nyaman di bawah pengawasan Luf,
salah seorang perawat pribadi. Laki-laki sepuh
itu sudah makan, dan sekarang sedang beristirahat. Sempat memeluk Rika sejenak
saat gadis itu berpamitan.
Pelan Rika mendorong kursi roda Paul masuk ke
lobi RS Eternal Husada, dan berbelok kiri, ke arah lift. Seharusnya, ibunya
yang melakukan itu. Tapi mereka berganti tugas hari ini. Cuti panjangnya belum
habis.
Satu
demi satu para pelayat beranjak pergi. Kepadatan di sekitar makam baru itu
berangsur lenyap. Hanya tersisa beberapa gelintir orang saja. Semua berbusana warna
gelap, dengan wajah dipenuhi kesedihan. Dengan genangan bening masih membayang
di mata mereka. Di bawah mendung kelabu yang menggantung begitu rendah. Siap
untuk mencurahkan tetes-tetes air hujan.
James menciumi bayi laki-laki berusia satu
setengah tahun itu dengan mata sedikit mengaca. Si kecil bernama Rama itu
sepertinya mengerti bahwa untuk sementara waktu ia akan berpisah dengan sang
kakek. Tangan montoknya memeluk erat leher James.