Sabtu, 28 Februari 2015

[Cermin] Pangeran Kucing








Aku selalu melihat laki-laki itu saat aku berjalan dari gedung apartemenku menuju ke kampus di pagi hari. Atau saat sore hari ketika aku kembali ke apartemenku. Dia melakukan hal yang tak lazim, setidaknya menurut pandanganku. Memberi makan belasan kucing liar yang ada di sekitar gedung apartemennya.

Sambil berjalan pelan-pelan aku mengamatinya dari jarak yang memungkinkan. Dia tampan. Sangat tampan. Rambutnya yang agak ikal dengan potongan pendek rapi tampak hitam mengkilat terkena sinar matahari yang mulai mengintip di sudut langit. Garis wajahnya seolah terpahat sempurna dengan alis yang menggaris tegas dan rapi, dengan hidung cukup mancung, dan senyum yang seolah membekukan waktu.





Ya! Aku sering melihat bibirnya melengkungkan senyum terindah yang pernah kulihat. Dia tersenyum saat melihat kucing-kucing liar itu makan dengan lahapnya. Sesekali dia bicara pada beberapa orang yang bergantian menitipkan makanan kucing padanya. Sepertinya mengucapkan terima kasih.

Kurasa... aku jatuh cinta! Padanya. Pada Pangeran Kucing itu. Laki-laki yang tak kutahu siapa namanya.

* * *




Ini adalah hari ketiga aku tak melihat Pangeran Kucing itu memberi makan kucing-kucing liar di sekitar apartemennya. Dan pada akhir hari ini aku memutuskan untuk mampir ke toko swalayan terdekat dari kampusku untuk membeli sebungkus makanan kucing. Aku bermaksud memberi kucing-kucing liar itu makanan. Kasihan sekali mereka karena mungkin selama beberapa hari ini mereka kekurangan makanan akibat tidak munculnya Pangeran Kucing yang sangat tampan itu.

Dan lihatlah betapa rakusnya kucing-kucing liar itu menyantap makanan yang kuberikan. Aku menatap mereka sambil berpikir, ke mana kiranya Pangeran Kucing itu berada hingga selama tiga hari ini tidak muncul? Apakah dia sakit? Apakah dia harus melakukan pekerjaan ke luar kota? Apakah...

“Oh... Sudah ada yang memberi makan mereka rupanya?”

Aku menoleh cepat mendengar gema suara itu. Pangeran Kucing! Menatapku dengan senyumnya yang membekukan seluruh waktu yang kupunya! Aku seolah meleleh.

“Terima kasih ya?”

Aku hanya sanggup mengangguk. Sejenak kami berdiri bersisian dalam hening. Menatap kucing-kucing liar itu entah dengan pikiran melantur ke mana. Hingga akhirnya makanan kucing di tanganku habis. Dan rasanya memang sudah waktunya aku harus kembali ke apartemenku.




“Tunggu!”

Kuhentikan langkah yang baru saja kumulai demi mendengar suara empuk itu. Aku menoleh dan dia mengulurkan tangannya padaku.

“Felix,” ucapnya sambil tersenyum.

“Tizia,” aku menyambut uluran tangannya.

“Kamu tinggal di mana?”

“Di situ,” aku menunjuk sebuah gedung apartemen berwarna merah bata.

“Sekali lagi terima kasih ya?”

Aku mengangguk. Kemudian, tanpa bisa kucegah, aku pun mengungkapkan pertanyaan yang selama ini bersemayam dalam otakku.

“Ke mana saja selama beberapa hari ini tidak kelihatan memberi makan kucing-kucing ini?”

“Oh...,” dia tergelak.

Aku menelan ludah. Berusaha untuk menikmati keseluruhan senja berwarna keemasan yang sempurna membingkai wajah tampannya.

“Aku pulang sebentar ke kotaku untuk menjemput istriku.”

Aku hampir saja kehilangan kesadaran begitu gema suaranya berakhir. Apa dia bilang?

“Felix!”

Aku dan dia sama-sama menoleh ke arah sumber suara itu. Seorang perempuan berambut keemasan yang sangat cantik menghampiri kami. Wajahnya tampak cerah.

“Ini rupanya kucing-kucing yang selalu kamu ceritakan.”





Tangan Felix terulur, merengkuh bahu perempuan cantik yang kelihatan tengah berbadan dua itu. Dia kemudian menatapku.

“Tizia, kenalkan ini Alicia, istriku.”

Aku mengulurkan tangan dengan senyum ‘terpaksa’ paling manis yang kupunya. Dan dia, Alicia, perempuan cantik itu, menyambut uluran tanganku dengan hangat.

“Tizia.”

“Alicia. Kamu tinggal di apartemen ini juga?” senyumnya secerah binar jingga mentari sore.

Aku menggeleng dan menunjuk gedung apartemenku. Dan aku tak lagi punya alasan untuk berlama-lama di situ. Kupaksakan untuk tersenyum ceria sambil melambaikan tangan pada Felix dan Alicia ketika aku melangkah pergi.

Satu hal yang kutahu pasti. Aku patah hati.


kaskus.com


* * * * *


Keseluruhan ilustrasi dalam cermin ini adalah koleksi foto milik Ibu Erna Riyana Dewi, kecuali gambar terakhir (diambil dari kaskus.com)

26 komentar:

  1. wes duwe ojob..kudune jenenge : slamet
    kalo felix..kebagusan..
    hahahha

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ssst... tak'kandakno tonggoku lho nek njenengan celuki...
      Nuwus mampire, Mak...

      Hapus
  2. Hiks..hiks.. jadi kangen ama suamiku yang belum pulang ngajar. Dia juga penyayang kucing.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Whoaaa.... Maaf, Buuu...
      Makasih mampirnya ya...

      Hapus
  3. Felix the cat.....eh cat lover...
    Apik Mbak....kucinge lucu2

    BalasHapus
    Balasan
    1. Lucu koyok sing nulis opo sing moco opo sing komen? Hihihi...
      Suwun mampire yo, Mbak...

      Hapus
  4. Balasan
    1. Hehehe... sengaja...
      Makasih mampirnya ya, Mas Ryan...

      Hapus
  5. Ahh.... ada yg patah hati!! :D
    Kalau saya terusin cermin-nya, bagus kali ya felix dan tizia dijadikan pasangan selingkuh... :D
    Anyway cermin cuantik mbak Lis..
    Salam hangat

    BalasHapus
    Balasan
    1. Mau nerusin, nggak tega sama nasib Alicia, Mas Pical. Hehehe...
      Makasih mampirnya ya...

      Hapus
  6. Empusnya ngganteng-ngganteng bangeet ik.. :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ho'oh, empus Azerbaijan kuwi...
      Makasih mampirnya ya...

      Hapus
  7. hehehe kasihan Tizia, sakitnya tuh di sinih. :-P

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hihihi... sambil goyang dangdut...
      Makasih dah singgah, Mbak Indah...

      Hapus
  8. Tizia belum beruntung rupanya...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kayak undian bungkus snack ya, Mbak? Hehehe...
      Makasih mampirnya ya...

      Hapus
  9. Huaaaaaa mpusnya lucu-lucuuuu.. Mpusnya bu dewi bisa dibikin cermin kek gini, seru tan :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hehehe... Makasih, Mbak... Mpus Azeri emang ngegemesin...

      Hapus
  10. wkkk, cintanya layu sebelum berkembang

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hehehe... Ya gitu deh...
      Makasih kunjungannya, Mas MJ... Salam kenal :)

      Hapus
  11. kalo nurut aku, ini cerita horor...
    horor banget... kucing di mana-mana... hiiiiyyyyy...

    BalasHapus
  12. Duh, Pas berkunjung ketemu yg lg patah hati... wkwkwkwk..
    Hi, mbak Liz... Kompasiana sepi gak ada mbak Lizz... ;)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hai, Bang!Kita ketemu lagi di sini. Hehehe... di sebelah masih banyak yang lebih bagus dari saya. Makasih mampirnya, Bang... Masih banyak yang nggak patah hati kok...

      Hapus
  13. yaaaa, saya suntik mati aja deh istrinya... wakakaka... kasian tizia... wkwkwkwk @usi

    BalasHapus
    Balasan
    1. Whoaaa... sadiiisss...
      Makasih mampirnya, Mbak Usi...

      Hapus