Senin, 25 Maret 2019

[Cerbung] Bias Renjana #9









Sebelumnya



* * *


Empat


Setelah menyelesaikan sesi evaluasi dengan para asistennya, yang dilakukan di sela-sela kesibukan mereka, Minarti menatap jam dinding. Sudah pukul empat lewat beberapa menit. Jam kerjanya sudah berakhir. Sudah waktunya pulang.

Kalau biasanya ia menyempatkan diri untuk mandi sebelum pulang, kali ini tidak. Dan, kalau biasanya ia menunggu James turun dari lantai teratas untuk pulang bersama, kali ini tidak juga. Ia yang naik ke lantai tiga, untuk berpamitan kepada James.

Pintu ruang kerja James terbuka lebar seperti biasanya ketika Minarti sampai di puncak tangga. Dengan langkah tanpa suara, ia mendekat. Dilongokkannya kepala. Ada James dan Angie dalam ruangan itu. Tengah tekun menatap layar laptop. Dengan suara halus, disapanya James. Laki-laki itu mengalhkan tatapannya dari layar laptop.

“Pak James, sudah pukul empat lebih. Saya pulang dulu, ya?” ucap Minarti lagi.

James terbengong sejenak sebelum menanggapi. Tidak biasanya Minarti buru-buru mau pulang. Tadi pagi juga begitu. Pagi-pagi sudah meneleponnya, mengatakan bahwa ia tak perlu menjemput karena perempuan itu akan berangkat sendiri ke kedai.

“Sebentar, Bu Min. Saya lagi tunggu email dari pemasok.”

“Mm... Maaf, ada hubungannya dengan sayakah?”

James menggeleng. “Enggak, sih...”

Minarti mengembangkan senyumnya. “Nah, kalau begitu, saya pulang dulu. Oh, ya, kalau Pak James nanti mau makan, bilang saja sama anak-anak.”

James mengerutkan kening. “Bu Min ada acara sore ini?”

“Enggak.” Minarti menggeleng.

“Kalau begitu, tunggu sebentaaar saja, Bu. Saya selesaikan kerjaan dulu, setelah itu saya antar Bu Min pulang.”

“Oh, nggak perlu, Pak.” Minarti kembali mengembangkan senyum. “Dan, mulai hari ini, Bapak tak perlu menjemput dan mengantar saya. Saya sudah pindah. Saya sekarang indekos di dekat sini.”

James bengong sejadi-jadinya. Masih ternganga ketika Minarti menghilang dengan meninggalkan senyumnya, setelah mengucapkan salam.

* * *

Dengan wajah berseri-seri, Minarti membawa mangkuk berisi mi instan panas yang baru saja dimasaknya di pantry indekos. Sempat bertukar sapa dengan beberapa penghuni indekos lainnya yang kebetulan berpapasan. Selasar di depan deretan kamar indekos itu masih terang benderang. Bahkan ada pantulan cahaya jingga matahari senja di tembok pembatas di seberang taman.

Di kamar, ia duduk meluruskan kaki di atas karpet tebal yang terhampar di lantai. Dengan nyaman ia menyandarkan punggung pada sebuah bantal besar. Tak menunggu lama, segera dinikmatinya mi instan itu. Hanya mi instan biasa, yang dibelinya di minimarket sambil berjalan pulang tadi. Tapi rasa nikmatnya luar biasa. Karena ia memang sudah lama sekali tidak makan mi instan.

Ketika ia masih buka warung dan katering, hampir selalu ada sisa lauk yang harus dihabiskan hari itu juga. Kalaupun tak ada, Navita selalu membelikan apa pun yang ia mau sepulang kerja. Itu pun jarang sekali. Dan, ketika ia masuk ke Kedai Kopi Om James, makanan yang dinikmatinya sehari-hari adalah menu yang tersaji di kedai itu. Makin jauhlah ia dari acara menikmati sedapnya aroma dan rasa mi instan.

Dihabiskannya mi instan itu hingga tetes terakhir kuahnya. Kenikmatan itu sebenarnya sederhana saja, asal mau bersyukur, ucapnya dalam hati, sambil mencuci mangkuk dan sendok di kamar mandi. Disimpannya kedua benda itu ke dalam sebuah kontainer plastik setelah dikeringkan.

Lalu apa?

Ia duduk lesehan kembali di karpet. Teringat sesuatu. Diraihnya kantung belanjaan dari minimarket yang masih tergeletak di dekatnya. Belum dibongkar. Ia sempat menyambar sebuah tabloid wanita edisi terbaru sebelum antre di kasir.

Lumayan, ada hiburan...

Ia pun segera tenggelam dalam keasyikan menikmati isi tabloid itu. Sempat merasa terganggu sedikit ketika Navita meneleponnya, menanyakan apakah ia baik-baik saja dan ingin makanan apa. Putrinya itu tengah dalam perjalanan pulang kerja bersama suaminya, bermaksud mampir ke rumah indekos itu.

Sedang berangsur tenggelam lagi ke dalam bacaan, pintu kamarnya diketuk dari luar. Istri penjaga rumah indekos itu memberitahu bahwa ada tamu untuknya. Sejenak ia mengerutkan kening sembari beranjak. Segera menuju ke teras.

Masa Vita sudah sampai? Cepat sekali!

Dan, ia segera terbengong ketika melihat siapa yang datang mencarinya.

“Bu Sandra?” gumamnya sembari bergegas menghampiri.

* * *

James mematikan laptop, menutupnya, dan memasukkannya ke dalam tas. Sejenak ia meregangkan punggung. Dalam kantor kecil itu, hanya tinggal ia sendirian. Tak lama setelah Minarti berpamitan, Angie pun menyusul.

Pelan-pelan ia menghenyakkan punggung ke sandaran kursi. Ditatapnya kunci mobilnya yang tergeletak di atas meja. Lalu ponselnya. Benda terakhir itulah yang kemudian diraihnya.

Dibukanya aplikasi pesan yang ada dalam ponsel itu. Dibacanya sekali lagi laman berbalas pesannya dengan Livi. Semua jadi jelas saat Livi menjawab pertanyaannya.

Benar, Minarti sudah pindah ke sebuah rumah indekos kemarin, hari Senin, hari terakhir rangkaian libur panjang akhir pekan kemarin. Rumah indekos itu milik ibu Livi.

Pantas saja Bu Min sudah tak mau dijemput-antar lagi...

Dihelanya napas panjang. Ia kemudian beralih ke aplikasi peta. Diketiknya alamat yang diberikan Livi. Hasilnya segera muncul. Letak rumah indekos itu memang benar-benar tak jauh dari kedai. Hanya sejarak 1,2 kilometer ketika ia mencoba menghubungkannya dengan titik posisi kedai. Setelah berpikir sejenak, ia pun berdiri sambil memasukkan ponsel ke laci kemeja, meraih kunci mobil, sekaligus tas laptopnya.

Beberapa puluh detik berselang, mobil yang dikemudikannya sudah meluncur keluar dari area parkir komplek ruko. Menuju ke alamat yang tadi diberikan Livi.

* * *


Ilustrasi : www.pixabay.com, dengan modifikasi.

Selamat ulang tahun buat mbakku tertjintah Andrea Wied Suwardi... 😘😘😘💕💕💕

Silakan mampir juga ke serial terbaru yang mengudara setiap hari Sabtu. Serial “Pojok Kisah Duda Seksi”. Sudah dimulai penayangan perdananya Sabtu yang lalu dengan judul  "Perkenalkan, Aku Ken".
Terima kasih...