Senin, 14 Agustus 2017

[Cerbung] Infinity #15



Lima Belas


Sekilas Olivia menatap jam dinding di seberang mejanya. Masih pukul tujuh kurang delapan menit. Lantai atas masih sepi. Sandra belum datang. Apalagi Luken. Ia memang agak ngebut tadi. Dengan cekatan ia menata semua peralatan kerjanya di atas meja, kemudian duduk, menyalakan laptop, dan asyik dengan ponselnya.

Semalam, ia cukup lama berbalas pesan dengan Allen. Membahas berbagai hal tentang mereka. Ia merasa cukup nyaman untuk bicara secara sangat terbuka. Pada ujungnya, Allen setuju bila ia memesan kaus couple untuk mereka berdua. Untuk dikenakan pada acara syukuran Sabtu, empat hari lagi. Dan waktu yang Olivia miliki sangat pendek. Maka tanpa membuang waktu lagi ia mengirimkan pesan pada Tiara melalui IG.

‘Tia, ini Livi, aku mau pesen kaus tapi butuh cepet. Kira-kira bisa nggak, ya?’

Sambil menunggu jawaban, Olivia menyandarkan punggungnya. Menunduk, menatap ponselnya untuk browsing hal-hal menarik. Tapi alam lamunan justru menyergapnya. Membawanya pada suasana obrolan dengan Arlena semalam.



Arlena membuntuti ketika Olivia membawa nampan berisi cangkir dan mug bekas pakai ke dapur. Menjelang pukul sepuluh malam, mereka sekeluarga baru saja selesai membubarkan diri setelah berkumpul di ruang tengah untuk membahas lebih lanjut rencana syukuran Sabtu nanti. Ketika Olivia sibuk mencuci cangkir dan mug, Arlena duduk diam-diam di depan island. Dengan sabar ditunggunya hingga Olivia selesai.

“Liv, mm... itu... nggak apa-apa kalau kita undang Mas Luken dan Allen barengan?” tanya Arlena dengan nada hati-hati ketika Olivia mengeringkan tangannya dengan sehelai serbet bersih.

“Memangnya kenapa, Ma?” Olivia malah balik bertanya, seraya duduk di seberang ibunya.

“Mm...,” tatapan Arlena terlihat ragu-ragu. “Tempo hari Papa cerita ke Mama soal... pesan yang dikirimkan Mas Luken padamu. Tapi kalau kamu nggak berkenan membicarakannya, ya, nggak apa-apa.”

“Oh...,” Olivia tersenyum. “Santai saja, sih, Ma. Soal pesan itu, sampai sekarang juga nggak ada kelanjutannya,” ia mengangkat bahu.

“Mas Luken tahu, nggak, soal Allen?”

“Nah, itu rumit,” Olivia menopang pipi kanannya dengan siku bertumpu pada island. “Kayaknya dia sudah tahu, tapi berhubung nggak pernah ada omongan apa-apa, jadi gimana aku harus menjelaskan?”

“Iya juga, sih...,” gumam Arlena.

“Ma...”

Keduanya menoleh. Prima tampak melongokkan kepala melalui pintu dapur.

“Masih lama ngobrolnya?”

“Kenapa memangnya?” Arlena mengerutkan kening.

“Dingin-dingin begini, tega biarin aku tidur sendirian?” Prima mengubah ekspresi wajahnya jadi memelas.

“Hadeeeh...,” Arlena menggelengkan kepala.

Olivia tergelak. Arlena kemudian berdiri setelah mendengar ‘kode keras’ dari Prima. Olivia ikut beranjak, mematikan lampu dapur, dan menapaki tangga ke lantai atas di belakang Prima dan Arlena.

Sambil membaringkan tubuhnya di ranjang, Olivia mendadak tersenyum. Setelah berjuang mengalahkan badai, kedua orang tuanya saat ini seperti pengantin baru lagi. Dekat. Hangat. Mesra. Betapa jauhnya perubahan Arlena. Menjadikan perempuan itu jauh lebih manis daripada biasanya. Prima pun tampaknya menikmati perubahan itu dan membuatnya enteng saja berlagak menjadi ABG lagi.

Hahaha... Sampai pesan kaus couple segala...

Tiba-tiba saja Olivia tersentak.

Kaus couple itu...

Buru-buru ia meraih ponsel dan membuka Instagram. Dicarinya akun Tiara Hasibuan. Setelah menyentuh tombol follow, ia mulai melihat-lihat gambar kaus yang ada di akun itu. Tapi sebelum memesan, ia ingat untuk menghubungi Allen lebih dulu. Dan mereka terlibat obrolan bisu yang sangat panjang lebar. Pada akhirnya ada solusi. Membuatnya lega dan bisa tidur dengan nyenyak.



Olivia menghela napas panjang dan kembali menegakkan punggungnya.

Semoga berhasil...

“Selamat pagi, Liv...”

Gadis itu terloncat kaget dan menoleh cepat. Dilihatnya Luken sudah duduk di kursi Sandra.

Lha, kapan datangnya?

“Pagi-pagi melamunnya asyik banget, ya?” Luken tersenyum lebar.

Seketika Olivia tersipu. Ia meringis.

“Selamat pagi, Pak,” ucapnya kemudian. “Saya benar-benar nggak tahu Bapak sudah datang.”

Luken mengangguk. “Melamun apa, memangnya?”

“Hehehe... Ini, Pak, kemarin ngobrol sama Mama. Mama mau bikin acara syukuran. Nanti hari Sabtu. Cuma makan siang sederhana. Hanya mengundang orang-orang terdekat saja. Dan... kami bermaksud untuk mengundang Bapak. Atas pesan khusus dari Mela.”

“Oh...,” Luken tersenyum. “Iya, dengan senang hati aku akan datang. Pastinya jam berapa?”

“Mm... Jam sebelasan, Pak. Acara santai saja. Bisa ngobrol-ngobrol dulu. Dan kayaknya Bapak perlu juga kenalan dengan calon menantu,” Olivia tersenyum lebar.

“Hah?” Luken mengangkat alis dan melebarkan matanya.

“Cowoknya Mela, Pak.”

“Oh? Hahaha... Sudah kenal pacaran dia!”

Olivia ikut tertawa.

Beberapa saat kemudian Sandra datang. Mengucapkan selamat pagi dan permintaan maaf karena hadir lebih lambat daripada biasanya. Tadi saat hendak berangkat, salah satu ban belakang mobilnya gembos. Terpaksa harus menggantinya lebih dulu, yang dilakukannya berdua dengan Angie karena Riza sudah telanjur berangkat ke kampus untuk mengajar. Luken pun beranjak dan masuk ke ruang kerjanya.

Jam kerja baru akan dimulai dua puluh menit lagi. Olivia dan Sandra kemudian mengobrol santai. Olivia meraih ponselnya saat benda itu berbunyi.

“Maaf, sebentar, Bu,” ucapnya pada Sandra.

Perempuan itu mengangguk. Olivia menatap layar ponselnya. Ternyata ada balasan dari Tia.

‘Hai, Kak! Ini Kak Livi-nya Om Prima, kan? Maaf, lambat merespons. Baru selesai mandi. Mau pesen kaus yang gimana, Kak?’

Olivia kemudian memesan sepasang kaus berlainan warna dan ukuran, dengan tulisan khusus. Bahannya pun ia minta yang bagus.

‘Aku lihat stok kausnya dulu, ya, Kak. Kalau untuk tulisan yang Kak Livi ingin, sih, kita udah ada masternya. Tinggal cetak. Siang ini aku kabari, ya. Maksimal jam 12. Ada WA, nggak?’

Olivia kemudian memberikan nomor kontaknya pada Tiara. Tak sampai sepuluh menit kemudian, gadis itu sudah mendapatkan jawabannya melalui aplikasi Whatsapp.

‘Kak Liv, ini Tia. Kausnya ada, Kak. Aku lupa kemarin stok baru datang. Besok aku kirim ke rumah via Great-jek.’

Olivia meminta Tia untuk mengirimkan pesanan itu ke alamat kantor saja sebelum pukul empat. Tia menyanggupi, sekalian mengirim nomor rekeningnya untuk transfer pembayaran. Olivia menyelesaikan pembayaran saat itu juga melalui m-banking. Tia membalasnya dengan ucapan terima kasih.

Setelah semua urusan itu selesai, Olivia melanjutkan obrolan dengan Sandra sambil bersiap untuk bekerja.

* * *

Tugas yang harus diselesaikannya cukup banyak hari ini, membuat Olivia tak sempat lagi menengok ke mana-mana. Pukul setengah empat, Lila naik dan menyodorkan sebuah tas kertas pada Olivia.

“Kiriman, Mbak, diantar Great-jek,” ucap Lila.

“Oh?” Olivia mengalihkan tatapan dari layar laptop. “Makasih, Mbak Lil.”

“Sama-sama,” senyum Lila sambil kembali turun.

Olivia sempat mengerutkan kening sambil menurunkan tas kertas itu dari mejanya. Sekilas dilihatnya tulisan yang membentuk logo bundar. ‘Funky T-shirt ARAIT’.

Lho? Sudah jadi?

Tapi pertanyaan itu disimpannya dulu karena jam kerja belum berakhir. Ia masih terus bekerja ketika Sandra sudah mulai membersihkan meja. Lewat sedikit dari pukul empat, Sandra beranjak untuk berpamitan pada Luken.

Sepeninggal Sandra, sambil menyimpan file di laptop, Olivia meraih ponselnya. Dengan bahu ia menjepit ponsel itu di depan telinga, sementara kedua tangannya merapikan semua berkas dan map yang bertumpuk di meja.

“Halo, met sore. Kak Livi, ya?”

“Iya, Tia, met sore. Ini kausnya sudah sampai. Cepat amat?”

“Hehehe... Tadi langsung dikerjain, Kak. Nggak lama, kok. Tolong, dicek dulu, ya, Kak. Kalau ada yang nggak berkenan, bisa dikembalikan. Nanti biar cepat aku ganti atau perbaiki.”

“Iya, nanti aku lihat kalau sudah sampai di rumah, ya. Makasih banyak, ya, Tia.”

“Sama-sama, Kak. Besok-besok pesan lagi, ya...”

“Sip!”

Tepat ketika Olivia meletakkan kembali ponselnya, Luken keluar dari ruang kerja. Sudah menenteng laptopnya. Siap untuk pulang.

“Bapak butuh apa lagi, Pak?” Olivia menghentikan sejenak gerakan tangannya.

“Sudah, Liv, cukup. Ayo, pulang.”

“Iya, Pak. Saya beres-beres sebentar.”

Luken dengan sabar menunggu hingga meja Olivia bersih dan lemari berkas rapi kembali. Tak makan waktu lama karena Olivia bergerak cepat seperti gasing. Lima menit kemudian, keduanya sudah menuruni tangga.

* * *

Kebetulan sekali rumah sedang sepi saat Olivia pulang. Sepertinya Carmela yang pulang lebih awal dari biasanya seusai UAS ikut Arlena menjemput Prima. Muntik juga sudah pulang. Setelah menutup pintu pagar, Olivia segera masuk ke rumah dan naik ke kamarnya.

Tak sabar, ia menarik kaus yang terbungkus plastik itu dari dalam tas kertas. Bibirnya mengulum senyum ketika membentangkan kedua kaus itu. Diperiksanya dengan teliti.

Perfect!

Baik warna, ukuran, maupun tulisannya sudah sesuai dengan yang ia inginkan. Ia membentangkan kedua kaus itu di atas ranjang dan memotretnya. Setelah melipat dan memasukkan kembali kedua kaus itu dalam tas kertas, Olivia pun mengabari Tiara melalui WA, bahwa ia merasa sangat puas atas pelayanan dan barang yang dikirim Tiara. Ia mengirimkan pula foto kaus itu kepada Allen. Dibalas laki-laki itu dengan acungan jempol.

Olivia kemudian melepas rompi dan mengganti blus lengan panjangnya dengan sehelai kaus oblong. Dengan cepat ia turun sambil menenteng tas kertas dari Tiara. Tujuannya adalah tempat laundry di dekat minimarket. Ia berjalan kaki ke sana. Ketika kembali lagi ke rumah, dilihatnya Maxi tengah melepaskan helmnya di garasi.

Wuah! Untung aku cepet ke laundry. Untung juga ingat untuk mampir ke minimarket.

“Dari mana, sih, Mbak?” Maxi menatapnya dengan heran.

“Minimarket,” senyum Olivia sambil mengacungkan kantung plastik berisi belanjaannya. “Mendadak ingin coklat.”

“Astaga...,” Maxi menggelengkan kepala sambil melangkah masuk, diiringi tawa Olivia.

* * *

WORO-WORO... Novel "Eternal Forseti" sudah resmi meluncur dari ruang penerbitan Jentera Pustaka pada hari Selasa, 8 Agustus 2017 kemarin. Bagi yang berminat memilikinya, bisa klik DI SINI untuk memperoleh informasi selengkapnya. Terima kasih... 😘

Selanjutnya : Infinity #16

Ilustrasi : www.pixabay.com (dengan modifikasi)

4 komentar: