Senin, 22 Oktober 2018

[Cerbung] Portal Triangulum #2-1









Sebelumnya



* * *


Dua


Meleset satu digit?

Bibir Sverlin mengulas senyum tipis.

Tentu saja tidak!

Ia memang sengaja melakukannya. Menyetel koordinat yang salah walaupun hanya berbeda satu digit, sehingga Moses dan timnya tersasar ke semesta antah-berantah. Kalau tidak begitu, sisi lain semesta tak akan bisa dijelajahi. Observasi hanya berjalan di tempat.

Perkiraannya tepat. Moses terlempar hingga ke Galaksi Triangulum. Sebuah tempat yang masih gelap tanpa data. Beberapa kali komputernya menerima sinyal lemah dan terputus-putus dari arah Galaksi Triangulum. Tapi terlalu singkat untuk bisa dianalisis secara akurat.

Tepat pada saat yang sama, ada perintah dari Ketua Persekutuan Bhumi agar Observatorium Tandan mengirim tim ke Andromeda. Tepatnya, ke planet kecil Jandez. Jandezit, penghuni Planet Jandez, memerlukan bantuan ahli botani semesta untuk mengembangkan beberapa kultivar pangan di satelit terjauh mereka. Sejauh ini, tim botani semesta terbaik masih dimiliki oleh Observatorium Tandan di Bhumi, Via Lactea. Ketuanya adalah Moses.

Duri dalam daging...

Dalam hati Sverlin mencibir.

Tentu saja ia menerima teguran keras dari Sang Ketua. Dan, sangat mudah memunculkan dalih. Bahwa akhir-akhir ini kondisi portal sedang tidak stabil karena ada badai berkala bintang Solar, pusat semesta kecil mereka. Ia tak sepenuhnya berbohong, sebenarnya, karena Solar saat ini memang sedang ‘mengamuk’ dalam siklus enam tahunan. Ledakan fusi dalam inti bintang Solar menyebabkan badai elektromagnetik yang mengganggu sistem segala sinyal di Bhumi, termasuk portal-portal lubang cacing yang menghubungkan Bhumi dengan semesta lain. Kenyataannya, semua portal sudah dikunci sedemikian rupa oleh Aldebaran, hingga kondisinya cukup stabil.

Tapi selalu ada alasan bahwa pada suatu titik waktu, alam semesta sedang tidak mendukung, bukan?

Sverlin meringis sekilas. Tatapannya melayang jauh menembus partisi bening yang membatasi ruang kerjanya dengan ruang staf di sebelah.

Penyebab ia membuang Moses ada di sana. Kana. Sedang tekun menatap layar komputernya sambil sesekali bicara dengan teman di sebelahnya. Sesekali pula tangan gadis cantik berusia 26 tahun itu menunjuk layar komputer dan layar refleksi di dinding. Tampak sangat serius.

Dan, sangat cantik!

Sverlin mendegut ludah. Wajah Kana dengan pipi sedikit chubby-nya yang khas selalu tampak bersemangat. Hanya sedikit melayu saat tahu bahwa Moses dan timnya hilang ditelan cabang lubang cacing, entah ke mana.

Tatapan penuh tuduhan Kana melalui mata hitam beningnya pernah jatuh ke arah Sverlin. Tapi gadis itu tak berkata apa-apa. Hanya diam. Karena memang tak ada alasan yang bisa diungkapkan. Badai Solar, siapa yang bisa menahan?

Siapa pun di observatorium itu tahu sedekat apa hubungan Kana dengan Moses. Konon, mereka sudah bersahabat sejak kecil. Rumah mereka bersebelahan. Bersaing di sekolah dan sama-sama jadi yang terbaik di kelas akselerasi. Ketika masuk ke universitas pada usia 14 tahun, keduanya berpisah. Kana masuk ke departemen astronomi, sedangkan Moses di departemen botani. Kembali keduanya diwisuda pada saat bersamaan, saat usia mereka belum genap 17 tahun. Dua setengah tahun lalu keduanya sama-sama ditempatkan di Observatorium Tandan setelah meraih gelar doktor.

Dan, ia sama sekali tak suka kedekatan itu.

Dia milikku.

Sverlin mengalihkan tatapannya ketika mendadak saja wajah Kana berputar ke arahnya. Tapi sedetik kemudian ia tersenyum lebar, bahkan hampir saja terbahak, ketika menyadari bahwa partisi itu one way. Cermin melapisi bagian luar partisi itu. Maka, ia kembali mengarahkan tatapannya kepada Kana. Tapi sayang, bunyi jalur komunikasi yang terbuka membuyarkan niatnya.

Seraut wajah yang dikenalnya dengan sangat baik segera terpampang di layar refleksi setelah ia menekan sebuah tombol di mejanya. Caruso, sang Ketua Persekutuan Bhumi.

“Selamat siang, Ketua,” sapanya dengan penuh hormat.

“Selamat siang, Sverlin,” balas Caruso. “Sudah ada kabar lagi dari Moses?”

“Belum, Ketua.” Sverlin menggeleng. “Kunci koordinat yang dikirimkan Moses beberapa kali hang saat kami mencoba membukanya.”

“Dari Observatorium Coatl dan Finch juga tidak bisa dibuka,” gumam Caruso. “Ngomong-ngomong, aku menerima pesan dari Ketua Federasi Galaksi Andromeda. Dia akan ke sini secepatnya. Ada hal penting yang harus dibicarakan. Menyangkut keamanan Bhumi. Siapa staf terbaikmu?”

“Kana.” Nama yang sedari tadi menghuni benak Sverlin terloncat keluar begitu saja. Ia sendiri sampai terkejut. Tapi sudah telanjur.

“Baik, Kana,” angguk Caruso. “Suruh dia ke sini bersama kepala keamananmu. Sekarang.”

“Sekarang?” tanpa sadar, Sverlin ternganga.

“Iya, sekarang!” tegas Caruso.

“Oh, baik, baik, Ketua.”

“Bagus! Terima kasih.”

Lalu, hubungan terputus begitu saja. Sverlin meninju meja dengan kepalan tangan kanannya begitu terlintas kembali permintaan Caruso dalam benaknya.

Kenapa harus Kana, sih?

Padahal, ia sudah berencana untuk mengajak Kana menikmati makan malam romantis di bistro yang baru buka seminggu lalu di puncak gedung pusat hiburan kompleks observatorium, malam nanti. Rencana yang sudah pasti gagal.

Dengan setengah hati, ia kemudian memanggil Kana dan Aldebaran melalui interkom. Sambil menunggu keduanya datang, ia menenggak habis segelas besar infus water berisi potongan aneka buah asam di mejanya.

* * *


Ilustrasi : www.pixabay.com (dengan modifikasi)


1 komentar:

  1. Aaaaaaa aku banyak ketinggalan :(
    Kok aku nggak bisa komen di blog yg lain ya Tan?

    BalasHapus