Sembilan
Dengan
semangat membara, sore itu Sander meluncurkan city car-nya dari arah Kuningan menuju ke Tebet. Pesan yang masuk
ke ponselnya dari Anindya siang tadi masih diingatnya di luar kepala.
‘Jangan lupa jam 7 sore ini
di Kedai Kopi Om James (yang tempat kita ketemuan kapan itu di Tebet).’
Dan,
di sinilah ia sekarang, Kedai Kopi Om James, menjelang pukul enam. Masih lama,
tapi Sander benar-benar tak ingin kelihatan tidak ‘profesional’ dengan ngaret. Begitu sudah duduk di depan
sebuah meja di sudut lantai atas, Sander segera mengirimkan pesan pada Anindya.
‘Nin, aku sudah di kedai. Di
lantai dua, pojok kanan dekat jendela.’
Balasannya
datang tak lama kemudian, ‘Oke, aku sudah
di jalan, sudah dekat, bareng Mia sama Andez. Nanti ketemuan sama Danny di
sana.’
Secangkir
kopi hitam Kintamani dengan jejak aroma jeruk dan sepiring aneka kue basah
menemani Sander. Ia menunggu sambil membuka berbagai situs berita melalui
ponselnya. Tapi ia menghentikannya pada laman Instagram milik Sisi. Ada
unggahan terbaru siang tadi. Gadis itu berfoto bersama seorang perempuan muda
berwajah manis berkacamata yang duduk di kursi roda, dan dua orang pemuda
berusia awal dua puluhan. Keempatnya tersenyum ceria. Ada tulisan di bawah foto
itu. ‘Tim riweuh yang selalu ceria dalam
berusaha memenuhi kepuasan setiap pelanggan.’
Mau
tak mau Sander tersenyum tipis. Sorot semangat yang terpancar keluar dari dalam
mata bening Sisi terasa menularinya. Ia memang sekilas sudah mengenal Sisi,
tapi tetap saja ada rasa ingin tahu sisi lain gadis itu. Sisi lain yang mungkin
dapat diungkapkan sang sahabat. Ketika mengingat pertemuan-tak-sengaja-nya
dengan Sisi semalam, hatinya mendadak saja terasa hangat.
“Sisi Adiatma?!” panggilnya
dengan suara lebih keras.
Napas Sander tertahan di
leher begitu gadis itu menghentikan langkahnya, berbalik, dan mengalunkan suara
yang terdengar begitu merdu di telinga.
“Ya?”
Waktu seolah membeku di
sekitar Sander. Gadis itu masih berdiri tegak di sisi mobil, menatapnya dengan
mata bulat yang terlihat begitu bening dan berkilau dalam siraman cahaya lampu
area parkir yang terang benderang.
Ya? Sander mendegut ludah, kemudian melepaskan
helaan napasnya. Lalu apa?
“Ya?” ulang gadis itu. “Ada
yang saya bisa bantu?”
Sander tergagap. Ia kembali
menelan ludah sebelum berucap dengan suara seolah tercekik di leher.
“Ng... Nggak, Mbak... Euh...
Mbak Sisi, kan? Sisi Adiatma?”
“Iya...,” tatapan gadis itu
mulai berlumur keraguan. “Maaf, kita pernah kenal di mana, ya?”
“Maaf,” Sander mengulurkan
tangannya. “Saya Sander. Saya sering komen di Instagram Mbak. Akun saya @sandermichael.”
“Oh...,” seketika ada sorot
mengenali dalam mata Sisi. Gadis itu membalas jabat tangan Sander. “Sisi
Adiatma.”
Sander mengangguk. Sisi
tersenyum.
“Maaf, sudah mengganggu Mbak
seperti ini,” ucap Sander, tulus.
“Oh, nggak apa-apa,” Sisi
menggeleng ringan. Senyum masih tersungging di bibirnya yang menggemaskan.
“Mm... Tapi maaf, sudah malam, saya harus pulang.”
“Oh, ya,” Sander mengangguk.
“Senang bisa berkenalan dengan Mbak. Saya berharap kapan-kapan kita bisa
ngobrol dalam suasana yang lebih baik.”
Sisi mengangguk. Ia kemudian
mohon diri dan segera menghilang ke dalam mobilnya. Sander masih berdiri
mengawasi hingga mobil mungil itu meninggalkan pelataran parkir EuropeSky.
“Ngelamun!”
Sebuah
tepukan lembut di bahu kiri Sander membuyarkan lamunan laki-laki itu. Ia
menoleh dan menemukan senyum Anindya terulas untuknya. Buru-buru ia berdiri,
menyalami Anindya dan dua orang yang ada bersama gadis itu.
“Hai,
Nin! Apa kabar?” senyum Sander.
“Baik,”
ucap Anindya dengan wajah cerah. “Eh, kenalin, ini Mia adikku, dan ini Andez
calon suaminya.”
Segera
saja mereka saling bersalaman dengan mengucap nama masing-masing.
“Danny
lagi jalan,” ujar Andez. “Kita tunggu aja, ya.”
Sander
mengangguk. Sambil duduk bersama, mereka mengobrol tentang banyak hal. Andez
bercerita sedikit tentang persahabatan adiknya dengan Sisi. Sander
menanggapinya dengan antusias.
“Mm...
sebenarnya kemarin sore aku sudah berkenalan dengan Sisi,” ucap Sander pada
satu titik.
Ketiga
orang yang lain menatapnya dengan sedikit terkejut. Sander segera menyadari
arti tatapan itu.
“Cuma
sekadar kenalan,” Sander menjelaskan, “nggak bisa ngobrol lebih banyak karena
sudah malam. Aku lagi di EuropeSky
Kemang sama temen-temenku pas lihat dia ada di sana juga dengan temen-temennya.
Pas dia balik, aku beranikan diri kejar dia. Cuma kenalan, salaman. Udah.”
Seketika
Anindya tersenyum simpul. Sander meringis.
“Kamu
beneran serius kayaknya, ya?” gumam Anindya.
Sander
mengangkat bahu. “Jujur, aku belum pernah kayak gini.”
“It’s OK,” Anindya menepuk lembut
punggung tangan Sander. “Setelah kamu kenal sama Danny, udah, deh, kamu korek
sendiri infonya.”
Sander
mengangguk. “Makasih banyak, ya, guys.
Maaf, aku bikin repot.”
“Tenang
aja, Mas,” senyum Mia.
Saat
itu, ada seorang laki-laki bertubuh tinggi ramping mendekati mereka. Dengan
halus ditepuknya bahu Andez. Segera saja terjadi percakapan singkat. Rupanya
laki-laki bernama Wisanggeni itu abang sepupu Andez yang hendak dikenalkan
dengan Anindya.
Anindya
kemudian berpamitan untuk pindah ke meja lain, sementara Andez dan Mia masih
menemani Sander menunggu Danny. Sekilas Sander melihat Anindya meleletkan lidah
ke arahnya ketika ia duduk bersama Wisanggeni. Sander tersenyum lebar.
Wisanggeni cukup good looking.
Wajahnya terlihat serius dan sikapnya sopan. Entah bagaimana nasib obrolannya
dengan Anindya nanti.
“Mas...”
“Ya?”
Sander mengalihkan tatapannya pada Andez.
“Kalau
memang serius sama Sisi, Mas sudah siap menghadapi para bodyguard-nya?” Andez tersenyum geli.
Sander
tergelak ringan. Sejujurnya, ia sama sekali belum memikirkan hal itu.
Antusiasme hendak mengenal lebih dekat lagi seorang Sisi Adiatma membuat
logikanya sedikit tumpul.
“Lihat
nanti sajalah...”
“Aku
nggak menakut-nakuti,” geleng Andez. “Tapi Mas perlu paham dulu seperti apa
persahabatan Sisi, adikku, dan anak-anak lainnya itu. Pesanku, soal yang satu
ini, soal persahabatan itu, jangan pernah diusik.”
Sander
mengangguk. “Akan kuingat itu. Makasih warning-nya.”
Andez
mengacungkan jempol. Sejenak kemudian perhatiannya teralihkan agak jauh ke arah
belakang punggung Sander.
“Nah,
itu dia! Danny datang,” ucapnya sambail melambaikan tangan.
Sander
memutar punggung. Entah kenapa, seketika Sander merasa mulas. Danny tidak
datang sendirian. Pemuda itu melangkah yakin, mendekat bersama ‘pasukan’-nya.
* * *
Sejujurnya
Danny bersyukur. Setelah semalam mengontak Dion, ia mengontak pula sahabat-sahabatnya
yang lain. Minus Sisi, tentu saja. ‘Ada
yang mau kenalan sama Sisi,’ begitu berita dari Danny. Kalau berurusan
dengan Sisi, mereka segera saja kompak menyediakan waktu. Apalagi ini masalah
super penting. COWOK. Tak ada secuil pun cowok yang boleh main-main dengan
Sisi. Dan mereka akan menghadapinya bersama, tak cuma Danny seorang.
Dan
di sinilah mereka sekarang. Duduk memenuhi mini MPV Marco. Meluncur menuju ke
Kedai Kopi Om James.
“Pokoknya
kalau Sisi sampai kenapa-napa, gasak!” Jonggi mengepalkan tinjunya.
Seketika
ada ledakan tawa dalam mini MPV itu.
“Belum
apa-apa juga, Jong,” Marco sekilas melirik ke arah belakang melalui spion
tengah.
“Gue
udah bilang sama Sisi,” celetuk Danny. “Pokoknya kalau cowok ini kita nilai
nggak layak, statusnya bakalan kita gantung.”
“Adil
lah gitu,” timpal Reza.
“Oh,
iya, semalem gue lupa tanya sama lu, Yon,” Danny yang duduk di jok depan,
sebelah Marco, memutar punggungnya. Menatap Dion. “Lu ngapain ajak-ajak kita
kumpulan?”
“Sisi
nggak bilang?” Dion mengerutkan kening.
Danny
menggeleng.
“Mm...
ini... gue mau kenalin cewek gue ke geng,”
lirih suara Dion. Terkesan ragu-ragu. “Cuma... please lah jangan pada kaget. Dia lebih tua daripada kita.”
“Asal
bisa nyambung sama kita aja, Yon,” Marco menanggapi dengan bijak. “Seandainya kagak, ya, bukan masalah besar, sih.
Asal lu cocok aja sama dia.”
Dion
mengangguk.
“Hari
Minggu besok ini, gimana?” Danny memberi tawaran.
Tanpa
banyak pernik, kelimanya akur.
“Soal
tempatnya, nanti coba gue nego sama Sisi,” pungkas Dion.
Semuanya
setuju. Bersamaan dengan itu, Marco membelokkan mobilnya masuk ke area parkir
kedai.
* * *
Ilustrasi : www.pixabay.com
(dengan modifikasi)
Catatan :
1.
PO IV novel “Eternal Forseti” dibuka kembali mulai hari Senin, 25 September
2017. Akan ditutup pada tanggal 10 Oktober 2017 pukul 23.59 (konfirmasi
masuknya pembayaran). Silakan bagi para pengunjung FiksiLizz yang masih
berkenan untuk memesannya. Hayuuuk diorder... Caranya masih sama, silakan intip
di SINI.
2.
Kepada yang sudah memesan dan membayar lunas novel “Eternal Forseti”, dan sudah
mendapat konfirmasi nomor resi pengiriman, mohon ‘melaporkan’ kepada Penerbit JP
ataupun saya, apakah sudah menerima paket atau belum. Supaya kalau memang belum
menerima, agar bisa secepatnya dilacak keberadaan paketnya. Bagi yang belum menerima pemberitahuan nomor resi, harap segera memberi tahu juga, agar bisa dilakukan hal serupa (pelacakan kiriman). Terima kasih.
3. Bagi
yang sudah menerima novel “Eternal Forseti”, boleh dong selfie sama novelnya...
Siapa tahu nanti ada kejutan bagi yang selfie-nya paling tsyanteeek atau guanteeeng....
Foto bisa diupload ke medsos dengan me-mention
Penerbit JP atau saya, atau bisa juga kirim melalui alamat email saya, nanti
saya unggah ke akun medsos saya. Hayuuuk selfie sama novel “Eternal Forseti”...
4. Pesan
khusus untuk Mbak Uphie : Mbaaak... Mohon maaf WA-ku lagi kolaps.
Yes akhirnya ada hiburan😘
BalasHapusGood post
siip mbak
BalasHapus