Di sudut sebuah dapur, berdirilah sebuah
botol kecil. Sudah lama ia berdiri sendirian di sana. Dari sudut itu, Botol
Kecil dapat mengamati kejadian sehari-hari di dapur.
Pada pagi hari, ia dapat melihat pemilik
rumah sibuk menyiapkan sarapan. Menjelang siang, ganti seorang asisten rumah
tangga yang sibuk memasak untuk makan siang dan malam. Dan pada malam hari, ia
dapat melihat Boli si kucing belang mengejar-ngejar segerombolan tikus bandel.
Suatu hari pemilik rumah memberinya
teman. Pemilik rumah meletakkan sebuah botol lagi di sudut dapur tempat Botol
Kecil berdiri. Botol Kecil merasa senang. Itu berarti ia tak akan kesepian
lagi.
“Hai!” sapa Botol Kecil dengan ramah.
“Aku Botol Kecil. Dan kamu...?”
Tapi alangkah kecewanya Botol Kecil.
Botol baru itu tidak menyahuti sapaaannya. Bahkan menoleh pun tidak.
Ah,
mungkin ia masih malu, pikir Botol Kecil.
“Kalau tidak salah, kamu bekas botol
kecap ya?” Botol Kecil masih berusaha beramah-tamah.
Alih-alih menjawab baik-baik, Botol Besar,
nama botol baru itu, malah melirik tajam.
“Kamu kecil-kecil berisik sekali,” sahut
Botol Besar judes. “Tidak bisakah kamu diam saja?”
Botol Kecil terkejut. Ups! Kasar sekali botol baru ini, pikirnya.
Lalu ia memutuskan untuk menutup mulutnya. Daripada salah bicara...
* * *
Botol Besar memang benar-benar sombong.
Ia selalu membanggakan dirinya yang bertubuh besar dan kelihatan kuat. Lain
dengan Botol Kecil yang kelihatan begitu mungil dan ringkih di sampingnya.
”Eh, kamu jangan dekat-dekat aku,” Botol
Besar berkata sambil mencibir. “Kamu tak pantas berdiri di dekatku.”
Botol Kecil hanya tersenyum kecut. Bukan
sekali-dua kali Botol Besar meremehkannya.
Kemarin Botol Besar mengatainya sok tahu
ketika Botol Kecil mengingatkan agar Botol Besar merapat ke dinding.
Tikus-tikus bandel suka berlarian ke sana-sini. Mereka kadang-kadang menyenggol
apa saja yang menghalangi mereka, termasuk kaum botol. Kalau kaum botol tidak
berdiri merapat ke dinding, bisa-bisa mereka jatuh terguling atau menggelinding
kalau tersambar tubuh kaum tikus.
Kemarinnya lagi, Botol Besar mengejek
ukuran tubuh Botol Kecil. Kamu pasti
tidak laku diloakkan, begitu kata Botol Besar dengan nada menghina.
Tapi Botol Kecil selalu bersabar. Tak
ada gunanya menanggapi olok-olok Botol Besar yang sombong itu.
* * *
Suatu malam, Botol Kecil terbangun dari
tidurnya karena terkejut. Botol Besar berteriak-teriak ketakutan di sebelahnya.
Ternyata saat itu Boli kembali asyik mengejar empat ekor tikus. Tikus-tikus itu
berlarian ke sekeliling dapur, termasuk melintas di dekat kedua botol itu.
“Hei! Jangan lewat di dekatku! Awas
kalau aku sampai jatuh!” teriak Botol Besar.
Tapi Boli dan keempat tikus itu tidak
peduli. Mereka masih saja terus berkejaran. Botol Besar menoleh pada Botol
Kecil.
“Suruh mereka berhenti!” ucapnya dengan
nada memerintah.
“Ah, itu sudah jadi pekerjaan mereka,”
jawab Botol Kecil sambil menguap. “Lagipula kalau kita jatuh, besok pagi kita
juga akan diberdirikan lagi.”
“Dasar norak!” seru Botol Besar dengan
jengkel.
Botol kecil mengangkat bahu, acuh tak
acuh. Sekali lagi ia menguap, kemudian kembali tidur. Di sampingnya, Botol
Besar menggerutu sepanjang malam.
* * *
Pada suatu sore, asisten rumah tangga
mengambil Botol Kecil dari sudut dapur. Ia membawa Botol Kecil ke bak cuci
piring, mencucinya sampai bersih, kemudian melapnya sampai mengkilap.
Botol Besar bertanya-tanya dalam hati, untuk apa Botol Kecil mendapat perlakuan
khusus seperti itu? Tapi ia terlalu sombong untuk bertanya langsung pada
Botol Kecil. Ketika Botol Kecil tersenyum padanya, Botol Besar malah membuang
muka.
Sepanjang sore Botol Kecil berdiri di
atas meja dapur. Tubuhnya yang kecil tapi gendut di bagian bawah terlihat menarik
di bawah siraman cahaya lampu dapur. Apalagi tubuhnya sudah bersih, wangi, dan
mengkilap.
Botol Besar sungguh-sungguh merasa
penasaran. Tetapi ia merasa gengsi untuk bertanya.
* * *
Malam harinya, Boli kembali berlarian di
dapur. Botol Besar melirik ke sana-kemari dengan khawatir.
Sebelum malam ini, sudah beberapa kali
tikus-tikus bandel menyenggol tubuh Botol Besar. Sudah berkali-kali pula ia
jatuh menggelinding di lantai. Bahkan saat ini beberapa bagian tubuhnya sudah
mulai retak.
Dan kejadian yang dikhawatirkannya pun
terjadilah. Seekor tikus bandel bertubuh besar menabraknya tanpa ampun. Dan...
PYAR...!
Tubuh Botol Besar pecah
berkeping-keping. Ia menangis tersedu-sedu. Habis sudah kebanggaannya.
Botol Kecil menatapnya dari atas meja
dapur dengan perasaan iba. Tapi ia hanya bisa diam. Tak mampu berkata-kata.
Rupanya pemilik rumah mendenga keributan
itu. Ia bersama asisten rumah tangganya masuk ke dapur.
“Bi Iyah, tolong ambil botol bekas
minyak wijen yang kamu cuci sore tadi,” kata pemilik rumah. “Masukkan ke dalam
lemari saja. Bisa-bisa Nana marah padaku kalau botol kecil itu pecah juga. Ah,
aneh-aneh saja koleksinya.”
Botol Besar yang sudah pecah
berkeping-keping itu jadi makin hancur hatinya. Rupanya Botol Kecil yang selama
ini sering diejek dan diremehkannya itu akan dijadikan benda koleksi. Sementara
dirinya...
Segerombolan ijuk hitam menyapu Botol
Besar. Suaranya gemerincing ketika Sapu Ijuk menggiringnya masuk ke pengki.
Lalu... PRUK! PRUK! PRUK!
Bi Iyah menuangkan isi pengki ke dalam
tempat sampah. Lalu gelap. Asisten rumah tangga itu mematikan lampu dan pergi
melanjutkan tidurnya.
Di dalam tempat sampah yang penuh barang
bau itu Botol Besar menangis tersedu-sedu. Sedih, sekaligus menyesali
kesombongannya. Kini harganya sudah jauh berkurang. Bukan lagi Botol Besar yang
gagah.
* * * * *
Satu renungan di pagi hari, nice post mbak
BalasHapusMakasih atensinya, Pak Subur...
HapusAsyik dibaca.
BalasHapusMakasih dah singgah, Mbak MM...
Hapusdapeett banget pesannya..
BalasHapuskesombongan macam apa pun tinggal nunggu waktunya sebuah penyesalan..hee
salam rumpies tant!
Makasih mampirnya, Mbak Septy...
HapusDuh kalo mau sombong mesti mikir dulu, karena di atas langit pasti ada langit, keren tan ceritanya ;)
BalasHapusHehehe... Makasih singgahnya, Mbak Putri...
HapusJadi inget cerita anak tentang lima jari. Jari kelingking selalu dijelek2an oleh yg lainnya, tapi ternyata tanpa jari kelingking pun mereka tidak lengkap. Nice story bu Lis
BalasHapusMakasih, Mas Pical... Selamat berkarya...
HapusBotol kecilnya harus tetap rendah hati yaaaa... jgn bilang, "rasain loe..." ;)
BalasHapusEdukatif mbak Lis...
Makasih kunjungannya, Bang Pither...
Hapus...renungan yang bagus, harusnya layak dipublish di "sono" :D
BalasHapusLha, ini juga pindahan dari 'sono'...
HapusMakasih singgahnya, Mas Ryan...
Wajib masuk bookmark ini mba! Buat Quin ;-)
BalasHapusTa'tunggu cerita anak lainnya yo ....
Sip! Suwun yo, Nit...
Hapus