Senin, 18 Februari 2013

[Cermin] Kak, Benarkah Aku Anak Pungut?

1995
“Kak, benarkah aku anak pungut?”
Suara itu terdengar halus. Tapi sangat menyentak kesadaranku. Kutatap dia. Mungil. Cantik. Rambut ikal. Mata indahnya menatapku… Penuh harap?
Aku tercenung.
Jawabnya adalah IYA. Tapi siapakah aku? Cuma kekasih abangnya. Lalu apa hakku untuk menjawabnya? Sama sekali tidak ada.
“Kamu anak Papa-Mama,” jawabku akhirnya. “Yang menyayangimu sepenuh hati. Kamu adik kesayangan Bang Ony, Bang Terry, Bang Ito. Kamu adik kesayanganku dan Kak Marie.”
Kucoba untuk tersenyum. Dia menatapku. Tak percaya. Bukan! Bukan ragu akan kasih nyata kami padanya. Tapi pada jawabanku. Yang penuh nada mengambang.
“Aku cuma ingin tahu aku anak siapa,” desahnya sendu. Kemudian dia memelukku. Bisiknya halus, “Kakak tidak jujur padaku. Tapi aku sayang Kakak.” Terdengar bagai sembilu.
* * *
1984
Kabut masih menyelimuti bukit itu. Hembusan hawa dingin benar-benar menusuk tulang. Langit timur masih gelap. Setemaram beberapa lampu villa yang masih menyala.
Titi Wiharjo mendadak terjaga. Ada suara lain di tengah dengkur lembut suaminya. Suara yang asing. Dan samar.
Belum lagi dia bergerak membangunkan Wiharjo, pintu kamar sudah digedor kencang. “Ibuuu!!! Bapaaaak!!! Ada bayi di teraaas!!!” suara Neneng terdengar panik.
Pagi buta yang heboh di villa itu…
* * *
2013
Seberkas cahaya matahari jatuh lembut di belakang layar laptopku. Ada yang hangat di hatiku. Kutatap layar laptop. Sejenak mengabur. Tapi aku masih bisa menelusuri baris-baris dalam jendela e-mail.
Kak Elsa, masih ingat padaku kan? Aku kangen sekali pada Kakak. Kapan terakhir kita bertemu ya? 12? 13? 14 tahun yang lalu?
Aku ingin mengenalkan Cedric-ku pada Kakak. Dia laki-laki yang baik. Mau menerimaku apa adanya. Ataukah karena latar belakang kami sama?
Cedric steril Kak, tapi bukan masalah besar buatku. Kami memutuskan untuk mengadopsi seorang bayi laki-laki (Luca) dan kakak perempuannya (Louisa), dari sebuah panti asuhan, di luar Lucerne. Mereka matahari kami Kak. Indah ya menjadi seorang ibu dan ayah?
Kak, doakan kami ya? Aku sayang Kakak. Oh ya, aku lampirkan file foto-foto kami.
Teriring salam,
Tasya Wiharjo Escher
Air mataku merebak. Dia sudah dewasa. Tasya, adik kecilku, sudah dewasa…
* * * * *

Tidak ada komentar:

Posting Komentar