Jumat, 16 Desember 2016

[Cerbung] Déjà Vécu #12








Sebelumnya  



* * *


Dua Belas


“Jadi, begitu kisahnya, Mam, Pap,” Leander menutup ceritanya.

Begitu selesai menikmati makan malam sederhana di rumah Letta, Leander memang langsung berpamitan dan meluncur ke Sentul.

“Oalaaah...,” Alex manggut-manggut, sementara Meiske sibuk menyusut airmatanya.

Kamis, 15 Desember 2016

[Cerbung] Déjà Vécu #11-3








Sebelummya  



* * *


“Lu kenal sama saudara gue, ternyata?” Oka kembali ke tempat duduknya, tepat di sebelah Leander.

“Hah?” Leander meletakkan cangkir kopi yang baru saja disesapnya. “Siapa?”

“Dika. Adik ipar abang gue.”

Selasa, 13 Desember 2016

[Cerbung] Déjà Vécu #11-2




* * *


“Mas Lean ini kenapa, sih, Mas?!”

Leander menjauhkan sedikit ponselnya dari depan telinga. Nada bicara Serena mulai meninggi dan nadanya sama sekali tak enak didengar.

Senin, 12 Desember 2016

[Cerbung] Déjà Vécu #11-1








Sebelumnya  



* * *


Sebelas


Letta mengamati setiap foto dalam album keluarga yang selama ini disimpan Adrian. Wajah Letta Darmawan saat berumur dua tahun dan wajah kecilnya saat pertama berfoto dengan keluarga Darmawan memang tampak serupa. Ada sedikit perbedaan yang baru terlihat saat diperhatikan betul. Kalau hanya sekilas saja, pasti orang melihat bahwa keduanya adalah anak yang sama.

Jumat, 09 Desember 2016

[Cerbung] Déjà Vécu #10-2









Sebelumnya  



* * *


Sekeluarnya dari kamar, sebelum kembali menemui Sarita dan Handoyo di ruang tamu, Letta duduk sejenak di depan meja makan. Diaturnya napas baik-baik.

Tentu saja semua yang baru saja terjadi sangat mengejutkannya. Sekaligus membuatnya kebingungan. Perasaannya mengatakan bahwa memang benar ia adalah anak Handoyo dan Sarita. Ditambah dengan bukti fisik dan berbagai kilasan peristiwa yang seolah pernah terekam oleh otaknya dan berputar kembali secara acak. Tapi dokumen yang ia miliki berkata lain.

Kamis, 08 Desember 2016

[Cerbung] Déjà Vécu #10-1








Sebelumnya  



* * *


Sepuluh


Yang ia inginkan saat ini hanyalah pulang, memeriksa semua dokumen, dan menemui Adrian. Dan yang ia butuhkan adalah Leander. Tapi tunangannya itu tak muncul hingga lewat waktu yang dijanjikan. Bahkan Letta tak bisa menghubungi ponsel Leander. Yang pertama, tak diangkat. Yang kedua, di-reject. Yang ketiga, agaknya Leander sengaja mematikan ponsel.

Selasa, 06 Desember 2016

[Cerbung] Déjà Vécu #9-2








Sebelumnya 



* * *




Leander berpikir sejenak sebelum ikut berdiri dan menyalami kedua orang itu. Ia tak berbasa-basi ketika menawari Arinka dan Dika untuk duduk bersama. Tapi tetap saja ada perasaan menyesal karena Arinka menyambut tawaran itu dengan begitu antusias. Leander kemudian pindah duduk di sebelah Letta. Membiarkan Arinka menggantikan tempatnya tadi, dan ia sendiri duduk tepat berhadapan dengan Dika.

Senin, 05 Desember 2016

[Cerbung] Déjà Vécu #9-1










* * *


Sembilan


Leander datang tepat ketika Letta menyelesaikan sesi lesnya Jumat sore itu. Dengan sabar laki-laki itu duduk menunggu di teras hingga semua anak yang diberi les oleh Letta berpamitan dan pulang.

“Sendirian?” Letta kemudian duduk di sebelah Leander. “Rena sama Ludy mana? Pakai mobil sendiri?”

Jumat, 02 Desember 2016

[Cerbung] Déjà Vécu #8-2










* * *


Letta tak ada di seantero rumah mungilnya. Satu-satunya tempat yang belum dijelajahi Leander hanyalah kamar Letta. Ia menghampiri pintu yang tertutup itu. Dengan halus diketuknya pintu, sekaligus menggemakan nama Letta. Tak perlu waktu lama baginya untuk menemukan kembali seraut wajah Letta. Mata gadis itu bulat menatapnya.

Kamis, 01 Desember 2016

[Cerbung] Déjà Vécu #8-1










* * *


Delapan


Letta menatap kosong ke arah televisi. Gerakan tangannya menyuap dan mengunyah sesendok demi sesendok nasi goreng terlihat otomatis seperti robot.

Hari Minggu itu adalah miliknya. Sendiri. Leander tak mengajaknya ke mana pun untuk menghabiskan hari Minggu bersama. Adrian sekeluarga punya acara sendiri. Mengunjungi orang tua Martia di Bandung sejak kemarin.

Selasa, 29 November 2016

[Cerbung] Déjà Vécu #7-2










* * *


Setelah puas berkeliling melihat seisi komplek rumah bandar untuk lansia dengan segala fasilitasnya, Arinka kemudian membawa Dika ke kantor penanggung jawab. Selalu ada yang piket di dalam kantor, sesuai dengan aturan yang ditetapkan Arinka selaku pengembang kompleks itu. Apalagi mereka berhubungan dengan para lansia, yang cukup rawan kondisi darurat.

Senin, 28 November 2016

[Cerbung] Déjà Vécu #7-1








Sebelumnya  



* * *


Tujuh


‘Dia kularikan ke Sentul, mau lihat-lihat rumah bandarku. Sekarang aku lagi menunggunya menjemputku. Kamu aman hari ini.’

Letta memaksa diri untuk tersenyum membaca pesan Arinka. Tentu saja ia tahu betul siapa yang dimaksud Arinka dengan ‘dia’. Dan berita itu sedikit banyak membuat hatinya tenang. Ia tak harus bertemu dengan ‘dia’ menjelang siang nanti di sanggar. Tapi di sisi lain ia tak bisa memungkiri bahwa ada sedikit rasa kecewa.

Sabtu, 26 November 2016

[Cerbung] Déjà Vécu #6-3










* * *


Letta tak lama duduk sendirian di ruang tengah rumah Leander. Beberapa menit setelah Meiske berlalu, Serena muncul. Keduanya kemudian berpelukan dan cipika-cipiki.

Baby gimana, nih, di dalam?” Letta mengelus perut Serena.

“Oh, baiiik...,” wajah Serena tampak berseri-seri.

Letta kembali tersenyum. “Jadi, Mas Lean gimana?”

Jumat, 25 November 2016

[Cerbung] Déjà Vécu #6-2









* * *


Senin pagi-pagi sekali, beberapa belas menit sebelum pukul enam, Arinka sudah muncul di depan rumah Letta. Tersenyum manis ketika Letta membuka pintu. Letta sempat ternganga.

“Kamu ngelindur? Dini hari begini sudah nongol?” Letta membuka pintu rumahnya lebar-lebar.

“Dini hari?” Arinka melangkah masuk sambil tertawa ringan. “Sudah jam berapa ini, Bu Guru?”

[Fantasy] Empat Purnama Di Atas Catana








“Aku harus menyembunyikanmu,” ucap Laarsen tegas.

Franceo terdiam.

“Mora makin tak terkendali, dan aku harus menyembunyikanmu,” tegas Laarsen sekali lagi. “Ini perintah Raja, Franceo. Hingga detik ini aku masih rajamu, hingga nanti kau menggantikanku.”

Kamis, 24 November 2016

[Cerbung] Déjà Vécu #6-1










* * *


Enam


“Rasa-rasanya aku sudah butuh kendaraan, Mas Dri,” celetuk Letta sambil bersandar di kursi makan.

Anak-anak baru saja berlalu seusai menyelesaikan sarapan. Tinggal mereka bertiga.

“Mau yang baru atau...”

Selasa, 22 November 2016

[Cerbung] Déjà Vécu #5-2










* * *


Seutuhnya Letta memahami sinyal ‘berhentilah!’ yang sudah diisyaratkan Leander dengan sangat halus. Mungkin Leander benar, bahwa ia sudah masuk terlalu dalam. Mungkin juga benar bahwa ia menempatkan diri pada posisi yang tidak tepat. Tapi apa pun alasannya, empati atau sejenisnya, tetaplah ada rasa tak-bisa-mengabaikan yang sangat kental.

Senin, 21 November 2016

[Cerbung] Déjà Vécu #5-1










* * *


Lima


Letta membenahi mejanya begitu English Club berakhir. Setelah memberi salam, anak-anak berebutan keluar dari kelas. Ketika ia sampai di dekat gerbang, anak-anak 8D sudah berkumpul di sana. Siap untuk melanjutkan hari dengan berlatih drama di sanggar Mala.

Jumat, 18 November 2016

[Cerbung] Déjà Vécu #4-2










* * *


Hujan turun merintik tanpa jeda di luar jendela kamar. Membuat malam kian dingin. Letta berbaring dengan gelisah di atas ranjang. Hatinya terasa porak-poranda seperti bumi usai disapu tornado.

Kenapa dunia ini begitu kecil?

Kamis, 17 November 2016

[Cerbung] Déjà Vécu #4-1










* * *


Empat


Tatapan Leander jatuh jauh menembus partisi one way ruang kantornya. Ketika ia menjemput Letta pagi tadi, gadis itu masih setia dengan heningnya. Nyaris sama seperti kemarin saat mereka mengantar anak-anak pulang.  Sia-sia ia bertanya ‘kenapa?’, karena Letta dengan tegas menjawab ‘tidak ada apa-apa’.

Selasa, 15 November 2016

[Cerbung] Déjà Vécu #3-2










* * *


Dengan seijin Martia dan Adrian, Leander membawa Letta dan anak-anak pulang ke rumahnya. Alih-alih anak-anak kecewa karena tidak jadi berjalan-jalan, keduanya justru bersorak gembira. Leander punya kolam renang di rumah. Dan tentu saja, mereka bisa berenang sepuasnya di sana.

Senin, 14 November 2016

[Cerbung] Déjà Vécu #3-1








Sebelumnya  



* * *


Tiga


“Bobok sana kalau sudah mengantuk, Ndhuk...,” tegur Handoyo dengan suara lembut ketika melihat Mala menguap entah untuk yang ke berapa kalinya.

Gadis itu mengalihkan tatapan dari layar televisi ke arah sang kakek sambil meringis. Handoyo tersenyum lebar melihatnya. Mala kemudian pindah duduk ke sebelah Handoyo. Menyandarkan kepalanya pada lengan sang kakek. Tangan Handoyo segera merengkuh bahunya.

Jumat, 11 November 2016

[Cerbung] Déjà Vécu #2-2










* * *


Dan Dika sama sekali tak pernah bisa melupakan tatapan mata itu. Ke mana pun ia beringsut, pesona itu tetap mengikutinya tanpa ampun. Dan sudah setengah minggu ini ia seperti orang linglung. Sampai-sampai sang ayah menegurnya dengan halus Sabtu pagi itu, tapi cukup menohok kalbu.

Kamis, 10 November 2016

[Cerbung] Déjà Vécu #2-1










* * *


Dua


“Mas Dika!”

Dika menghentikan langkahnya dari arah toilet. Ia menoleh ke arah Illa yang tengah meletakkan kembali gagang telepon.

“Ya?”

Selasa, 08 November 2016

[Cerbung] Déjà Vécu #1-2







* * *


Demi totalitas dan efek kejutan pula Letta terpaksa menyetujui bahwa latihan pementasan mereka akan diadakan di luar sekolah. Sebetulnya hal itu merupakan dilema baginya. Mengadakan latihan di dalam lingkup sekolah, berarti ada kemungkinan peran spektakuler sang wali kelas akan bocor lebih dulu. Itu bukan hal yang bagus. Sebaliknya, dengan menggelar latihan di luar sekolah, ia harus bekerja ekstra untuk mengawasi anak-anak agar tidak salah jalan.

Senin, 07 November 2016

[Cerbung] Déjà Vécu #1-1









Satu


Letta memperhatikan keriuhan itu dalam diam. Ada tiga kelompok besar yang sedang berperang argumen. Masing-masing kubu kukuh mempertahankan pendapatnya. Letta pun tersenyum dikulum ketika tatapan Mala jatuh padanya. Putus asa.

Kamis, 03 November 2016

[Cerpen] Chiara-Ben








“Lagi-lagi bekalnya cuma dimakan sedikit, Pak.”

Aswin hanya bisa menghela napas panjang mendengar laporan itu. Ditatapnya Nandari dengan putus asa.

“Ada anak lain yang bekalnya kurang, jadi saya berikan padanya dengan seijin Chiara (baca : Ki-a-ra)," lanjut Nandari.

Senin, 31 Oktober 2016

[Cerpen] Backstreet








Mak’e dan Pak’e adalah pasangan paling tidak romantis yang pernah kutemui. Setiap hari selalu ada saja kejadian yang diributkan keduanya. Dari yang terkesan sepele macam kopi kurang manis, sampai masalah besar seperti kasbon terpaksa di warung tetangga. Kadang-kadang aku merasa geli. Kadang-kadang juga aku merasa gerah sendiri.

Jumat, 28 Oktober 2016

[Cerbung] Potpourri Di Sudut Hati #15-2










* * *


Ares melangkah dengan ringan keluar dari lift sore itu. Sebelum melangkah ke arah basement, ia mampir sejenak ke lobi gedung perkantoran itu. Sesuai perjanjian, Dira akan menunggunya di sana. Dan wajahnya jadi makin cerah ketika melihat gadis itu sudah duduk manis di salah satu sofa lobi. Ia tersenyum ketika Dira berdiri begitu melihatnya. Bergegas ia menghampiri gadis itu.

Kamis, 27 Oktober 2016

[Cerbung] Potpourri Di Sudut Hati #15-1










* * *


Lima Belas


Banyak proses harus dilalui. Banyak urusan yang harus diselesaikan. Butuh waktu hampir enam bulan bagi Mai dan Grandy untuk memantapkan hati dan bicara serius tentang sebuah pernikahan.

Selasa, 25 Oktober 2016

[Cerbung] Potpourri Di Sudut Hati #14-2










* * *


‘Bagaimana bisa?’ adalah kalimat tanya yang berkali-kali diucapkan Mai dalam hati sepanjang perayaan kedua ulang tahun Qiqi hari ini. Berkali-kali pula ia mengerjapkan mata. Sedikit takut bahwa apa yang ada di depan matanya hanyalah bayangan semu. Tapi tiap kali ia membuka mata kembali, ia mendapati bahwa semua itu nyata adanya. Juga tatapan dan senyum Grandy yang berkali-kali jatuh padanya.

Senin, 24 Oktober 2016

[Cerbung] Potpourri Di Sudut Hati #14-1










* * *


Empat Belas


Malam menghening. Makin larut. Grandy terpekur sambil duduk bersila di atas tempat tidur. Beberapa hari ini menjadi saat-saat yang sungguh melelahkan baginya. Kini ujung dari bimbangnya sudah benar-benar final. Sudah tidak ada yang bisa mengubahnya lagi.

Jumat, 21 Oktober 2016

[Cerbung] Potpourri Di Sudut Hati #13-2










* * *


Grandy menggunakan waktu yang kian sempit itu sebaik-baiknya untuk berada dekat dengan Qiqi. Pelan-pelan ia memberi pengertian pada Qiqi bahwa ia harus pergi menjelang akhir minggu berikutnya. Diantarnya Qiqi tiap pagi ke sekolah. Rasanya sungguh menyesakkan dada. Ia pun tak menutup mata dan mematikan rasa akan perubahan Qiqi. Gadis mungil itu jadi lebih pendiam. Tak lagi mau bernyanyi sepanjang perjalanan dari rumah ke sekolah.

Kamis, 20 Oktober 2016

[Cerbung] Potpourri Di Sudut Hati #13-1










* * *


Tiga Belas


Grandy menatap ke luar jendela pesawat dengan berbagai perasaan berkecamuk dalam dada. Sedikit aura kelabu yang memantul dari gumpalan-gumpalan awan yang ditembus badan pesawat tak pelak mempengaruhi juga suasana hatinya.
   

Selasa, 18 Oktober 2016

[Cerbung] Potpourri Di Sudut Hati #12-2










* * *


Ares mengembangkan senyum begitu pintu di depannya terbuka. Sosok yang membuka pintu itu melebarkan mata terlebih dulu sebelum membuka pintu lebih lebar lagi.

“Diaz! Ayo, masuk!” Mai, yang terlihat agak terkejut dengan kemunculan Ares yang tiba-tiba, membalas senyum Ares.

Senin, 17 Oktober 2016

[Cerbung] Potpourri Di Sudut Hati #12-1










* * *


Dua Belas


“Itu putri Mbak?”

Mai menoleh sekilas mendengar pertanyaan dari Maika. Perempuan itu berdiri tak jauh darinya. Menatap foto kanvas besar yang tergantung di dinding. Foto cantik Mai dan Qiqi.

“Ya,” Mai mengangguk, sambil tangannya tetap membuka kunci-kunci lemari kaca.

Sabtu, 15 Oktober 2016

[Cerbung] Potpourri Di Sudut Hati #11-3










* * *


“Saya sebagai ayahnya, minta maaf yang sebesar-besarnya atas kelakuan anak kami,” ucap Broto dengan suara bergetar. Di bawah tatapan dingin Rama, Hening, dan Mai. “Saya tahu, tak boleh berdalih dengan mengatakan tidak tahu karena Nirwan selama ini memang tak pernah mengatakan apa-apa. Ada tanggung jawab yang harus kami pikul juga, yang selama ini keluarga Bapak pikul sendirian. Katakan saja, kami siap menerima apa pun.”

Jumat, 14 Oktober 2016

[Cerbung] Potpourri Di Sudut Hati #11-2










* * *


Mau tak mau, suka tak suka, siap tak siap, Nirwan merasa ia memang harus pulang ke Surabaya. Untuk menjelaskan semuanya kepada keluarga. Cutinya berlaku hingga akhir minggu. Dan itu cuma tersisa tiga hari kerja. Penerbangan terakhir pada hari Rabu ke Surabaya masih bisa didapatnya.

Kamis, 13 Oktober 2016

[Cerbung] Potpourri Di Sudut Hati #11-1










* * *


Sebelas


Mai mengerutkan kening ketika bel pintu berbunyi pagi-pagi begini. Sebelum ia sempat membuka pintu kamar, didengarnya ada langkah kaki tergesa dari arah belakang ke depan rumah. Langkah kaki Yayah. Ia buru-buru menyelesaikan sisiran rambutnya yang masih basah. Sejenak kemudian, pintu kamarnya diketuk dari luar.