* * *
Ares melangkah dengan ringan keluar dari lift sore itu. Sebelum melangkah ke arah basement, ia mampir sejenak ke lobi gedung perkantoran itu. Sesuai perjanjian, Dira akan menunggunya di sana. Dan wajahnya jadi makin cerah ketika melihat gadis itu sudah duduk manis di salah satu sofa lobi. Ia tersenyum ketika Dira berdiri begitu melihatnya. Bergegas ia menghampiri gadis itu.
“Sudah lama?” Ares mengecup ringan kening Dira.
“Belum,” geleng Dira sambil menuruti langkah Ares yang menggandeng erat tangannya.
“Tadi ke sininya naik taksi, kan?”
Dira kembali menggeleng. “Nebeng Obet. Aku tadi main ke kost Winda. Sekalian antar undangan buatnya. Pas aku mau pesan taksi, Obet pamitan. Sama Winda, aku disuruh nebeng Obet saja.”
“Oh...”
Sore itu, keduanya sudah janjian hendak membeli busana batik sarimbit untuk acara pernikahan sepupu Dira. Tak lama kemudian, Ares sudah melajukan mobilnya keluar dari basement. Sempat mengantre sejenak sebelum terbebas meluncur ke jalan raya.
“Jadi ke Senopati ini, Dir?” Ares siap-siap mengambil jalur kanan.
“Iya, Mas. Di butik tanteku batiknya bagus-bagus.”
“Sip!”
“Eh, Mas, kalian kayaknya kenal, deh, sama calon pengantin cowoknya,” celetuk Dira kemudian.
“Oh, ya?”
“Kata Winda, dia anak Surabaya. Namanya Nirwan.”
Dan Ares hampir saja terlambat menginjak pedal rem ketika mobil di depan mereka berhenti karena terhadang lampu merah.
“Nirwan?” Ares menengok ke arah Dira. “Nirwan Erlangga?”
“Iya,” Dira mengangguk cepat. “Dokter gigi.”
“Astaga...,” Ares kembali menatap ke arah depan.
Beberapa hari yang lalu Dira memang sempat menceritakan pada Ares soal sepupunya itu. Yang harus secepatnya menikah karena ‘kecelakaan’. One night stand membawa petaka.
“Jadi dia melakukannya lagi?” gumam Ares.
“Hah?” Dira menoleh cepat. “Lagi? Lagi, Mas bilang?”
Ares menghembuskan napas keras-keras.
“Nir-wan Er-lang-ga,” ucap Ares lambat-lambat. “Dia ayah Qiqi.”
“HAH???” Dira benar-benar kaget kini.
Sedetik kemudian gadis itu terhenyak.
“Untung Mbak Rara bertemu Mas Grandy,” gumamnya. “Untung sekali...”
“Jodoh orang, Dir. Masing-masing,” Ares kembali menekan pedal gas ketika mobil di depannya mulai melaju.
“Iya, sih...,” Dira masih setengah menerawang. “Kita lihat saja seberapa lamanya Trisnia dan Nirwan itu kuat menjalani pernikahan. Awalnya saja sudah terpaksa seperti itu.”
“Kok, kamu jadi mendoakan yang enggak-enggak?” Ares tertawa kecil.
“Nggak mendoakan juga, sih, Mas...,” bantah Dira halus. “Cuma, dengan sejarah Nirwan yang seperti itu, dan Trisnia sendiri yang nggak kalah hebohnya, aku jadi pesimis soal kelanggengan pernikahan mereka.”
“Iya, mungkin kamu benar,” senyum Ares. “Tapi mungkin juga dengan peristiwa ini, mereka berubah jadi lebih bertanggung jawab terhadap diri sendiri. Terhadap pilihannya sendiri.”
Dira manggut-manggut. Diam-diam kekagumannya pada Ares kian mengental.
Sejak awal ia bertemu dengan Ares dulu, ia sudah merasakan bahwa Ares adalah laki-laki yang ‘tidak biasa’. Apalagi kemudian Winda menambahi dengan cerita tentang apa yang sudah dirasakan dan dialami oleh abangnya itu. Juga ketika Dira melihat dengan mata kepala sendiri betapa Ares sungguh dewasa menghadapi kenyataan bahwa jodoh Mai adalah Grandy. Pun ketika mengalami sendiri betapa santunnya sikap Ares padanya. Sikap santun yang justru mendekatkan mereka. Respek Dira terhadap Ares makin bertambah.
Dan sekarang...
Ya, Tuhan... Semoga benar laki-laki ini yang Kau kirim untuk menjadi pendamping hidupku selamanya. Amin...
“Kok, jadi diam?” Ares menoleh sekilas.
Dira sedikit tersentak. Ia kemudian tersenyum sambil menggeleng.
“Hanya berpikir tentang kita,” gumamnya kemudian.
“Hm... Tak perlu dipikirkan, Dir,” ucap Ares dengan nada serius. “Kita jalani saja. Kita nikmati. Kita pastikan tujuannya ke mana. Aku berharap tujuan kita satu dan sama. Dan kita saling melengkapi untuk menggenapi kehidupan kita selanjutnya. Kehidupan kita bersama.”
Dira benar-benar kehilangan kata. Terlalu bahagia.
* * * *
Epilog
“Papa pulang!” Qiqi berseru dan meloncat turun dari atas sofa begitu mendengar dua kali klakson ringan di depan rumah.
Dan senyum Qiqi yang sudah berdiri menunggu di tepi teras meluruhkan segala kelelahan Grandy. Begitu ia keluar dari mobil, dijangkaunya bahu Qiqi, kemudian dengan ringan dikecupnya kening Qiqi.
“Sudah makan?” Grandy menggandeng Qiqi, masuk ke dalam rumah.
Qiqi menggeleng. “Kan, tunggu Papa.”
“Hm... Sudah hampir jam tujuh ini, Qi...”
“Ya, makanya Papa buruan mandi. Qiqi juga sudah lapar.”
Grandy terkekeh mendengar ucapan Qiqi. Sebelum masuk ke dalam kamar, Grandy mampir sejenak ke ruang makan. Memberi sebuah kecupan di kening Mai yang sedang menata piring di atas meja.
Beberapa menit kemudian Grandy muncul kembali dengan wajah segar. Ia segera duduk di sebelah Qiqi, di seberang Mai.
“Ada cerita apa hari ini?” celetuknya.
Segera saja Qiqi berceloteh menceritakan pengalamannya sepanjang hari. Bersama teman-temannya di sekolah, tentang les vokalnya, tentang ulangannya, dan masih banyak lagi. Sesekali Grandy dan Mai menimpali. Sesekali mereka bertiga tergelak bersama. Sesekali pula Grandy atau Mai mengulurkan tangan, mengelus kepala Qiqi.
Keceriaan yang setiap kali terulang selama delapan bulan terakhir ini. Sejak Grandy menjadi bagian yang tak terpisahkan dari hidup Mai dan Qiqi.
* * *
“Oh, ya,” celetuk Grandy saat ia dan Mai sudah berbaring nyaman di atas ranjang, malam harinya, “aku tadi dapat email dari Sachiko. Dia mengharap kita bertiga bisa menghadiri pernikahannya dua bulan lagi. Bagaimana? Kita berangkat? Aku bisa secepatnya mengurus cuti.”
“Ke Jepang?” Mai menaikkan alisnya.
“Yup!” angguk Grandy sambil berbaring miring menghadap Mai.
Mai tercenung sejenak. Wajahnya tampak bimbang.
“Masalahnya...,” Mai tak meneruskan gumamannya.
“Ya? Kenapa?”
“Mm... Masalahnya...,” ulang Mai lagi.
Grandy masih menatap Mai. Tak mengerti. Mai pelan-pelan mengambil tangan Grandy, kemudian meletakkannya di atas perut.
“Pa..., anakmu... sedang bertumbuh... di sini...,” ucap Mai lirih. Terbata-bata. “Mana bisa... diajak bepergian jauh... dalam waktu dekat ini?”
“Hah?” seketika Grandy bangun.
Ditatapnya Mai dengan wajah sepertiga terkejut, sepertiga harap-harap cemas, dan sepertiga gembira luar biasa. Mai setengah tersenyum, setengah meringis.
“Kamu hamil?” bisiknya.
Mai ikut bangun. Mengangguk. Grandy hampir saja menubruk Mai.
“Oh, Tuhan... Terima kasih... Aku akan punya anak satu lagi...,” bisik Grandy akhirnya, sambil memeluk Mai erat-erat.
Dikecupnya seluruh bagian wajah Mai dengan penuh rasa syukur. Ia baru berhenti ketika dirasakannya Mai hanya terdiam kaku.
“Ma, kenapa?”
Mai menatap Grandy. Dalam.
“Apakah Papa masih tetap akan menyayangi Qiqi?” bisik Mai.
“Oh, Ma...,” Grandy kembali memeluk Mai. “Qiqi selamanya tetap putri sulungku,” ucapnya hangat di telinga Mai. “Putri sulung kesayanganku. Kehadirannya seperti potpourri yang terus mewangi dan tersimpan rapi di hati. Tak akan ada yang bisa mengubah itu, walaupun aku punya dua lusin anak lagi. Dia akan tetap menjadi bagian yang paling istimewa dan paling indah dari keseluruhan hidupku.”
Mai mengerjapkan matanya yang membasah. Dibalasnya pelukan Grandy. Hangat.
“Ya...,” bisiknya kemudian. “Aku percaya...”
* * * * *
S.E.L.E.S.A.I
Ilustrasi : www.countryfarm-lifestyle.com
Catatan :
1. Teriring ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Mas Suhe, Mbak Cantik Aeni Pranowo, dan Jeng Ayu Thong Leeann.
1. Teriring ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Mas Suhe, Mbak Cantik Aeni Pranowo, dan Jeng Ayu Thong Leeann.
2. Seperti biasa, setelah berakhirnya cerbung ini, blog FiksiLizz libur dulu untuk menyiapkan kisah selanjutnya. Akan aktif nyerbung lagi pada minggu kedua bulan November. MUNGKIN akan ada cerpen pindahan dari tempat lain selama libur.
3. Happy birthday to Baby Danzel... πππ
4. Terima kasih...
3. Happy birthday to Baby Danzel... πππ
4. Terima kasih...
Good post mbak
BalasHapusMakasih singgahnya, Pak Subur... πππ
HapusMb Lis ma kasih yo .....
BalasHapusGBU
Salam cup" dari Danzel.
Cerbunge pean iki super wapiiiiiik soro.
Weeee happy birthday Danzel! Sun sayang dari momo & dede Uwiwi π π π
HapusSami-sami... πππ
HapusMb Lizz....terima kasih banyak yaaak......
BalasHapusbtw, ckuster 21 dipindah ke lapak ini donk....keren-keren banget tuh.......salam sayang....
Maksudnya cluster 21......
HapusHehehe... File-nya nggak ketemu. Mau ngintip ke sana lagi udah males πππ
HapusAkhirnya semua happy ending ,tetap mewek bahagia ,
BalasHapusTerima kasih fiksi keren ya momy anggeloπ
Sama-sama, Sylla... πππ
Hapushoreee happy ending.. makasih mbak Lizz.. TOP BGT pokok e wis... ditunggu selalu cerbung selanjutnya
BalasHapusSama-sama, Mbak Sri... Stay tune ya... Hari Senin dan Kamis besok ada 2 judul cerpen yang sudah antri tayang πππ
HapusEnding yg memuaskan to the max (pinjam istilahnya Jeng Nita π). Cerbung brktnya ditunggu loh dik π
BalasHapusMakasih banyaaak ya, Mbak... πππ
HapusManstaf......habis :)
BalasHapusHehehe... Iya tamat, Pak. Makasih hadirnya... πππ
HapusHoreeeyyy... Qiqi mo punya adek. Ada session keduanya gak cerbung ini, Bude?
BalasHapusHehehe... Kayaknya enggak deh. Move on! πππ
HapusTrisnia? Kukira siapa.
BalasHapusYang nulis udah capek mikir dan cari tokoh baru πππ
HapusPenentuan yang adil!
HapusAku nangis... pas bagian exoresi kebahagiaan Grandy dikasih tau mai hamil
BalasHapus*pukpuk...* π
HapusPadahal Saya berharap mai sama diaz
BalasHapusMohon maaf kalau akhir ceritanya nggak memuaskan, Mbak. Dalam menulis ini, saya berusaha senatural mungkin, dengan mempertimbangkan psikologis Qiqi yang sudah ada ikatan batin dengan Grandy. Kalau dipaksakan Mai jadi dengan Diaz, ya itu tadi, jadinya 'agak dipaksakan'. πππ
HapusTerima kasih atas kehadiran Mbak Indriani di blog ini. Salam kenal... πππ