* * *
TRIFENA
Mas Han hanya mengangguk menurutiku ketika kutunjuk sebuah meja di sebuah sudut Kafe Pelangi. Mejaku. Meja kenanganku bersama Ayah. Aku ingin dia mengenal kenanganku akan Ayah dan meja itu.
Mas Han...
Aku sekarang hanya boleh memanggilnya ‘Pak’ di lingkup kantor. Mulai kemarin sore, tepatnya. Di luar itu, yah... Harus kusesuaikan karena dia delapan tahun lebih tua daripada aku. ‘Mas Hananto’ tampaknya adalah pilihan kata yang tepat.
“Ah! Senang sekali melihat Mbak dan Bapak datang berdua. Biasanya sendiri-sendiri,” ucap seorang pelayan sambil menyalakan lilin untuk kami.
Aku dan Mas Han saling menatap. Sama-sama mengirimkan sinyal bertanya.