Sebelumnya
* * *
Ketika membawa rombongan dari Bhumi untuk berkunjung ke Catana, Gematri sendiri yang mengemudikan pesawatnya. Ternyata, laki-laki itu tak kalah lihai dari pilot nomor satu kebanggaannya. Pesawat itu meluncur mulus ketika mulai masuk ke portal, nyaris tanpa guncangan berarti. Sama mulusnya ketika keluar dari portal dan mendarat di salah satu hanggar di dalam lingkungan istana Catana, sekira lima belas menit setelah mereka mengudara dan memasuki portal lubang cacing.
Tadi, begitu selesai melihat-lihat kondisi permukaan planet Ancora, Gematri benar-benar menghubungi Ratu Amarilya dan bicara soal kemungkinan berkunjung. Ratu Amarilya ternyata menyambut niat Gematri dengan sangat antusias. Bahkan meminta Gematri dan rombongan dari Bhumi datang berkunjung saat itu juga. Dan, Gematri pun langsung menyetujui.
Ratu Amarilya sendiri yang menyambut kedatangan mereka di hanggar. Kana sempat ternganga melihat betapa cantiknya ratu muda penguasa planet Catana itu. Sekilas, Kana seperti melihat perwujudan nyata dari sosok anggun dalam lukisan beraroma mistis tentang ratu penguasa laut utara Javantara yang tak kasat mata. Kulit Ratu Amarilya yang mulus bagaikan pualam itu seolah memancarkan sinar yang menerangi sekitarnya. Pun, seolah ada halo yang berpendar di puncak kepalanya. Wajahnya begitu sempurna hingga susah menggambarkan bagaimana bentuk masing-masing organ penyusun wajah itu. Semua terlihat melekat dan berpadu jadi satu kesatuan wajah yang begitu pas dan...
‘... benar-benar sempurna!’
Sekilas, pikiran itu menggema dalam benak Kana. Tapi rupanya tak hanya Kana saja yang bisa menangkap pikiran itu. Salindri juga. Kana dan Salindri kebetulan keluar dari pesawat beriringan, dan kini berdiri berdampingan.
“Ada yang kesengsem rupanya...,” bisik Salindri di telingan Kana. “Kamu pasti juga dengar gema pikirannya.”
Gadis itu hampir saja tak bisa menahan tawanya. Digigitnya bibir. Menahan agar senyumnya tidak merekah tak terkendali.
“Selamat datang di Catana, Yang Mulia Gematri, Yang Mulia Salindri, dan semua anggota rombongan terpilih dari Bhumi...”
Bahkan suaranya pun merdu sekali!
Kana benar-benar takjub akan kesempurnaan Ratu Amarilya.
Setelah saling memperkenalkan diri dan berbasa-basi sejenak, Ratu Amarilya pun mengajak para tamunya untuk meninggalkan hanggar dan masuk ke dalam istana. Istana Catana tidak terlalu besar, tapi indah sekali. Kana serasa masuk ke negeri dongeng begitu masuk ke dalam istana.
Ratu Amarilya segera menggiring para tamunya menuju ke ruang makan untuk menikmati jamuan makan siang. Ruang makan istana berbentuk persegi panjang, dengan langit-langit berbentuk kubah yang dilapis kaca bening hingga cahaya dari langit bebas masuk untuk menerangi ruangan. Dinding-dindingnya yang berwarna kuning muda dihiasi ornamen-ornamen melengkung berwarna keemasan dari lantai hingga menyatu di puncak kubah. Sangat artistik. Belum lagi hiasan berupa deretan lukisan raja-ratu Catana terdahulu yang menghiasi dinding di antara ornamen. Keseluruhan bentuk dan isi ruangan itu terkesan sangat anggun dan megah.
Jamuan makan siang itu berlangsung sangat menyenangkan. Secara singkat, sambil menikmati aneka hidangan lezat, Ratu Amarilya bercerita tentang sejarah para leluhur planet Catana. Tak lupa sejarah bergabungnya kaum Maleus.
“Terkadang, maksud baik tidak dibalas dengan kebaikan serupa,” Ratu Amarliya menutup kisahnya dengan senyum pahit. “Malah balik ditikam dari belakang.”
“Selalu ada kisah seperti itu di mana-mana,” dengan halus Salindri menanggapi.
“Ya,” timpal Gematri. “Tidak semua makhluk punya adab sepantasnya. Tapi bukan berarti kita harus berhenti berbuat baik.”
“Saya setuju pendapat Anda, Yang Mulia Gematri,” Ratu Amarilya mengangguk. “Karenanya, bila memang masih memungkinkan, kami ingin kembali merangkul kaum Maleus yang sudah memberontak. Mereka punya tempat di sini. Posisinya sejajar dengan kaum lain di sini. Bahkan masih banyak kaum Maleus yang tertinggal di sini, yang tidak ingin berulah seperti sebagian kaum mereka. Kami sudah seperti satu keluarga besar di sini.”
“Mohon maaf, Ratu Amarilya,” potong Salindri. Nadanya lembut, tapi terdengar sangat tegas. “Sebetulnya saya tak ada niat sama sekali untuk mencampuri atau memengaruhi kebijakan Anda. Tapi terlalu riskan bagi Catana untuk kembali hidup berdampingan kembali dengan kaum Maleus yang punya sejarah sebagai pemberontak. Catana sangat indah. Orang-orangnya sangat beradab. Memiliki perpaduan antara sihir dan teknologi yang sangat sempurna. Bukan tempat yang cocok untuk kaum Maleus yang tak punya adab dan tata krama. Sebaiknya, Anda menumpas habis mereka. Buang rasa kasihan Anda. Sekaligus sebagai terapi kejutan bagi kaum Maleus yang masih tetap bersedia berada bersama Catanora. Demi kejayaan dan keabadian Catana.”
Ratu Amarilya tampak tercenung mendengar ucapan Salindri. Tentu saja ia tahu betul siapa Salindri. Sosok pemimpin Javantara di Bhumi yang sudah tak terbantahkan lagi kehebatannya. Perpaduan antara kekuatan, kecerdasan, kecerdikan, luasnya wawasan, dan kebijaksanaan yang begitu pas pada waktu dan tempatnya. Tampaknya ia memang harus belajar banyak kepada Salindri.
Ia pun kembali mengangkat wajah. Tersenyum anggun sembari balas menatap Salindri.
“Sebetulnya, penasihat-penasihat saya pun sudah menyarankan hal yang sama,” gumam Ratu Amarilya. “Dan, saya sudah berpikir untuk melakukan hal yang serupa saran Anda, Yang Mulia Salindri. Saya hanya... sedang memantapkan hati.”
Salindri tersenyum teduh. Ia mengangguk. Paham seutuhnya.
“Terkadang, kita memang harus menutup mata hati yang satu dan membuka mata hati yang lain,” ucap Salindri, bijak. “Supaya kita bisa melihat sesuatu dari sisi yang berbeda. Terkadang pula kita harus mengorbankan sesuatu demi menyelamatkan yang lain, yang jauh lebih berharga untuk kehidupan.”
“Ya, saya paham, Yang Mulia,” Ratu Amarilya mengangguk dengan sangat rendah hati. “Terima kasih atas dukungan Anda. Atas dukungan dari Anda juga, Yang Mulia Gematri,” Ratu Amarilya mengalihkan tatapannya kepada Gematri.
“Demi kejayaan Via Lactea, Andromeda, dan seluruh semesta,” Gematri mengangkat gelas minumnya.
Semua yang ada di sekeliling meja itu pun menyambut gerakan Gematri dengan sikap dan ucapan yang sama.
“Nah, Nona Kana,” sembari tersenyum, Ratu Amarilya mengalihkan tatapannya kepada Kana. Terlihat sangat penuh perhatian dan ketertarikan. “Coba ceritakan kepada saya tentang observatorium tempat Anda bekerja.”
Sejenak, Kana bertukar pandang dengan Aldebaran sebelum mulai bertutur. Di sisi lain, Aldebaran terus mengendalikan pikiran Kana agar tak menyentuh hal-hal rahasia yang tak perlu diceritakan tentang observatorium dan pekerjaan mereka. Kana pun menurut dan membiarkan Aldebaran menjalankan tugasnya.
* * *
“Aku berhasil membuka portal!”
Teriakan itu sontak membuat Asubasita, pemimpin pemberontak Maleus yang bercokol di Lostrex, segera memberi perintah. Bendrat, salah seorang anak buah Asubasita, rupanya berhasil memanfaatkan kuasar yang ada di Lostrex sebagai pembangkit energi untuk mencoba membuka portal lubang cacing.
Beberapa saat kemudian, ada belasan pesawat kecil yang mengambang di langit Lostrex. Siap menunggu komando selanjutnya. Asubasita, yang ada di dalam pesawat terdepan, menunggu nyaris tanpa sabar hingga ada tanda-tanda gerbang portal yang ada di Lostrex terbuka. Sebetulnya bukan gerbang portal lubang cacing yang normal dan biasa. Melainkan hanyalah celah sempit yang bisa menyedot mereka ke arah yang sebetulnya mereka belum tahu. Tapi Asubasita sudah punya rencana.
Bila aku sudah berhasil menguasaiNYA, maka semesta akan berada dalam genggaman tanganku!
Seberkas sinar tipis vertikal muncul beberapa puluh dekameter di depan ujung hidung pesawat Asubasita. Makin lama, sinar itu makin tebal dan bertambah terang. Lalu, sinar itu seolah merekah, membentuk celah, dengan warna hitam tebal berada di antara garis sinar itu. Sedikit demi sedikit, ada tenaga dahsyat yang seolah menyedot segala sesuatu di dekat celah itu, masuk ke dalam bagian hitam.
“Maju!” seru Asubasita.
Dalam waktu sekejap, pesawat-pesawat kecil berpenumpang dua hingga tiga orang itu pun tersedot masuk ke dalam celah. Letupan dan ledakan pun terdengar bersahutan sebelum celah kembali merapat.
Ketika celah itu menutup sempurna, sinar vertikal itu pun padam. Lostrex kembali hening.
* * *
Ilustrasi : www.pixabay.com (dengan modifikasi)