Selasa, 29 November 2016

[Cerbung] Déjà Vécu #7-2










* * *


Setelah puas berkeliling melihat seisi komplek rumah bandar untuk lansia dengan segala fasilitasnya, Arinka kemudian membawa Dika ke kantor penanggung jawab. Selalu ada yang piket di dalam kantor, sesuai dengan aturan yang ditetapkan Arinka selaku pengembang kompleks itu. Apalagi mereka berhubungan dengan para lansia, yang cukup rawan kondisi darurat.

Senin, 28 November 2016

[Cerbung] Déjà Vécu #7-1








Sebelumnya  



* * *


Tujuh


‘Dia kularikan ke Sentul, mau lihat-lihat rumah bandarku. Sekarang aku lagi menunggunya menjemputku. Kamu aman hari ini.’

Letta memaksa diri untuk tersenyum membaca pesan Arinka. Tentu saja ia tahu betul siapa yang dimaksud Arinka dengan ‘dia’. Dan berita itu sedikit banyak membuat hatinya tenang. Ia tak harus bertemu dengan ‘dia’ menjelang siang nanti di sanggar. Tapi di sisi lain ia tak bisa memungkiri bahwa ada sedikit rasa kecewa.

Sabtu, 26 November 2016

[Cerbung] Déjà Vécu #6-3










* * *


Letta tak lama duduk sendirian di ruang tengah rumah Leander. Beberapa menit setelah Meiske berlalu, Serena muncul. Keduanya kemudian berpelukan dan cipika-cipiki.

Baby gimana, nih, di dalam?” Letta mengelus perut Serena.

“Oh, baiiik...,” wajah Serena tampak berseri-seri.

Letta kembali tersenyum. “Jadi, Mas Lean gimana?”

Jumat, 25 November 2016

[Cerbung] Déjà Vécu #6-2









* * *


Senin pagi-pagi sekali, beberapa belas menit sebelum pukul enam, Arinka sudah muncul di depan rumah Letta. Tersenyum manis ketika Letta membuka pintu. Letta sempat ternganga.

“Kamu ngelindur? Dini hari begini sudah nongol?” Letta membuka pintu rumahnya lebar-lebar.

“Dini hari?” Arinka melangkah masuk sambil tertawa ringan. “Sudah jam berapa ini, Bu Guru?”

[Fantasy] Empat Purnama Di Atas Catana








“Aku harus menyembunyikanmu,” ucap Laarsen tegas.

Franceo terdiam.

“Mora makin tak terkendali, dan aku harus menyembunyikanmu,” tegas Laarsen sekali lagi. “Ini perintah Raja, Franceo. Hingga detik ini aku masih rajamu, hingga nanti kau menggantikanku.”

Kamis, 24 November 2016

[Cerbung] Déjà Vécu #6-1










* * *


Enam


“Rasa-rasanya aku sudah butuh kendaraan, Mas Dri,” celetuk Letta sambil bersandar di kursi makan.

Anak-anak baru saja berlalu seusai menyelesaikan sarapan. Tinggal mereka bertiga.

“Mau yang baru atau...”

Selasa, 22 November 2016

[Cerbung] Déjà Vécu #5-2










* * *


Seutuhnya Letta memahami sinyal ‘berhentilah!’ yang sudah diisyaratkan Leander dengan sangat halus. Mungkin Leander benar, bahwa ia sudah masuk terlalu dalam. Mungkin juga benar bahwa ia menempatkan diri pada posisi yang tidak tepat. Tapi apa pun alasannya, empati atau sejenisnya, tetaplah ada rasa tak-bisa-mengabaikan yang sangat kental.

Senin, 21 November 2016

[Cerbung] Déjà Vécu #5-1










* * *


Lima


Letta membenahi mejanya begitu English Club berakhir. Setelah memberi salam, anak-anak berebutan keluar dari kelas. Ketika ia sampai di dekat gerbang, anak-anak 8D sudah berkumpul di sana. Siap untuk melanjutkan hari dengan berlatih drama di sanggar Mala.

Jumat, 18 November 2016

[Cerbung] Déjà Vécu #4-2










* * *


Hujan turun merintik tanpa jeda di luar jendela kamar. Membuat malam kian dingin. Letta berbaring dengan gelisah di atas ranjang. Hatinya terasa porak-poranda seperti bumi usai disapu tornado.

Kenapa dunia ini begitu kecil?

Kamis, 17 November 2016

[Cerbung] Déjà Vécu #4-1










* * *


Empat


Tatapan Leander jatuh jauh menembus partisi one way ruang kantornya. Ketika ia menjemput Letta pagi tadi, gadis itu masih setia dengan heningnya. Nyaris sama seperti kemarin saat mereka mengantar anak-anak pulang.  Sia-sia ia bertanya ‘kenapa?’, karena Letta dengan tegas menjawab ‘tidak ada apa-apa’.

Selasa, 15 November 2016

[Cerbung] Déjà Vécu #3-2










* * *


Dengan seijin Martia dan Adrian, Leander membawa Letta dan anak-anak pulang ke rumahnya. Alih-alih anak-anak kecewa karena tidak jadi berjalan-jalan, keduanya justru bersorak gembira. Leander punya kolam renang di rumah. Dan tentu saja, mereka bisa berenang sepuasnya di sana.

Senin, 14 November 2016

[Cerbung] Déjà Vécu #3-1








Sebelumnya  



* * *


Tiga


“Bobok sana kalau sudah mengantuk, Ndhuk...,” tegur Handoyo dengan suara lembut ketika melihat Mala menguap entah untuk yang ke berapa kalinya.

Gadis itu mengalihkan tatapan dari layar televisi ke arah sang kakek sambil meringis. Handoyo tersenyum lebar melihatnya. Mala kemudian pindah duduk ke sebelah Handoyo. Menyandarkan kepalanya pada lengan sang kakek. Tangan Handoyo segera merengkuh bahunya.

Jumat, 11 November 2016

[Cerbung] Déjà Vécu #2-2










* * *


Dan Dika sama sekali tak pernah bisa melupakan tatapan mata itu. Ke mana pun ia beringsut, pesona itu tetap mengikutinya tanpa ampun. Dan sudah setengah minggu ini ia seperti orang linglung. Sampai-sampai sang ayah menegurnya dengan halus Sabtu pagi itu, tapi cukup menohok kalbu.

Kamis, 10 November 2016

[Cerbung] Déjà Vécu #2-1










* * *


Dua


“Mas Dika!”

Dika menghentikan langkahnya dari arah toilet. Ia menoleh ke arah Illa yang tengah meletakkan kembali gagang telepon.

“Ya?”

Selasa, 08 November 2016

[Cerbung] Déjà Vécu #1-2







* * *


Demi totalitas dan efek kejutan pula Letta terpaksa menyetujui bahwa latihan pementasan mereka akan diadakan di luar sekolah. Sebetulnya hal itu merupakan dilema baginya. Mengadakan latihan di dalam lingkup sekolah, berarti ada kemungkinan peran spektakuler sang wali kelas akan bocor lebih dulu. Itu bukan hal yang bagus. Sebaliknya, dengan menggelar latihan di luar sekolah, ia harus bekerja ekstra untuk mengawasi anak-anak agar tidak salah jalan.

Senin, 07 November 2016

[Cerbung] Déjà Vécu #1-1









Satu


Letta memperhatikan keriuhan itu dalam diam. Ada tiga kelompok besar yang sedang berperang argumen. Masing-masing kubu kukuh mempertahankan pendapatnya. Letta pun tersenyum dikulum ketika tatapan Mala jatuh padanya. Putus asa.

Kamis, 03 November 2016

[Cerpen] Chiara-Ben








“Lagi-lagi bekalnya cuma dimakan sedikit, Pak.”

Aswin hanya bisa menghela napas panjang mendengar laporan itu. Ditatapnya Nandari dengan putus asa.

“Ada anak lain yang bekalnya kurang, jadi saya berikan padanya dengan seijin Chiara (baca : Ki-a-ra)," lanjut Nandari.